Ahli Ingatkan Tetap Jaga Pola Makan dan Pencegahan COVID-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Usai berpuasa sebulan penuh bukan lantas kita balas dendam di hari Lebaran dan setelahnya. Pola makan tetap harus terjaga setelah Idul Fitri.
Menurut dr. Tirta Prawita Sari, MSc, SpGK, ada dua hal yang menjadi krusial dalam mengatur pola makan saat Ramadhan dan Idul Fitri. Pertama pola makan yang luar biasa berbeda selama satu bulan, dan yang kedua bagaimana menjalani pola makan setelahnya. ( )
Jika merujuk pada ilmu psikologi, selama dua minggu berpuasa saja seharusnya sudah menjadi sebuah kebiasaan buat kita. Sayang, selepas puasa, pola makan kerap kembali ke semula, bahkan cenderung berlebihan. Padahal bukan rahasia lagi bahwa menu Lebaran memiliki karakteristik yang sama yaitu tinggi gula, tinggi lemak jenuh dan trans, tinggi sodium, rendah serat, tinggi energi, serta rendah zat mikro (vitamin dan mineral).
Mengapa menu Lebaran tinggi energi/kalori?
"Sebab setiap jenis menu melalui proses pengolahan yang lama dan rumit. Setiap jenis menu juga menggunakan banyak bahan. Bahan yang digunakan mengandung kalori yang tinggi untuk setiap itemnya," jawab Dosen Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang juga Ketua Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi itu.
Karenanya, dr. Tirta mengajak masyarakat untuk melakukan perbaikan. Caranya adalah dengan mengolah menu secara sederhana dan tidak lama.
Dr. Tirta mencontohkan, misalnya saat ingin memasak opor ayam, ganti santan dengan susu cair, yogurt, atau produk lain. Selain itu, bumbu tidak perlu ditumis, kurangi garam atau gunakan garam diet, dan buang kulit ayam. Sirup atau minuman bersoda disarankan untuk diganti dengan es teh manis bergula stevia.
Pada kesempatan diskusi online bertema "Lebaran Sehat 1441 H" yang diadakan Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Komunitas Literasi Gizi (Koalizi), Literasi Sehat Indonesia (Lisan), Dep. Kesehatan BPP. KKSS, dan www.sadargizi.com beberapa waktu lalu, dr. Tirta memberikan beberapa kiat tetap sehat usai Lebaran.
"Makanlan dengan gembira dan saat lapar datang. Berhentilah bila sudah terasa lapar. Jika bosan, carilah kegiatan lain. Hindari meletakkan toples kue di depan Anda, sebaiknya simpan di dalam lemari," paparnya.
Ia juga menyarankan untuk menggunakan gula subtitusi, termasuk mengganti santan dengan subtitusinya. Ketika mengunyah makanan, kunyahlah dengan perlahan sehingga akan terasa lebih cepat kenyang selain juga memberi waktu kepada tubuh.
Pastikan pula Anda cukup terhidrasi. Akan lebih baik jika dalam piring makan Anda ada semangkuk sayuran untuk disantap. Konsumsi sayuran per hari minimal tiga porsi.
Sementara itu Peneliti Epidemiologi Eijikman Henry Surendra, SKM, MPH, PhD mengingatkan bahwa pandemi virus corona belum berakhir. Hal ini terlihat dengan ditemukannya tren global mencapai angka tertinggi kasus COVID-19.
Di Indonesia, tren kasus baru masih terus meningkat. Hal ini dikarenakan jumlah tes dengan PCR juga meningkat. Menurut data WHO, Henry menjelaskan, salah satu aspek yang paling penting untuk mengalahkan COVID-19 adalah melakukan banyak tes. ( )
Henry juga menyoroti kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dalam pencegahan dan pengendalian COVID-19 yang berpengaruh terhadap ketidakpatuhan masyarakat. “Sebelumnya mudik dilarang, 34 bandara dihentikan penerbangannya, namun belakangan ini dibuka kembali dan boleh pulang kampung dengan syarat-syarat tertentu," imbuhnya.
Situasi di Indonesia saat ini, menurut Henry, belum memungkinkan untuk melonggarkan PSBB dan upaya pengendalian lain. Sehingga Henry mengharapkan peran serta masyarakat dalam penularan COVID-19 di masyarakat. Protokol pencegahan penularan yang tepat adalah physical dan social distancing, menggunakan masker, menjaga higienitas tangan, serta membatasi mobilisasi.
Menurut dr. Tirta Prawita Sari, MSc, SpGK, ada dua hal yang menjadi krusial dalam mengatur pola makan saat Ramadhan dan Idul Fitri. Pertama pola makan yang luar biasa berbeda selama satu bulan, dan yang kedua bagaimana menjalani pola makan setelahnya. ( )
Jika merujuk pada ilmu psikologi, selama dua minggu berpuasa saja seharusnya sudah menjadi sebuah kebiasaan buat kita. Sayang, selepas puasa, pola makan kerap kembali ke semula, bahkan cenderung berlebihan. Padahal bukan rahasia lagi bahwa menu Lebaran memiliki karakteristik yang sama yaitu tinggi gula, tinggi lemak jenuh dan trans, tinggi sodium, rendah serat, tinggi energi, serta rendah zat mikro (vitamin dan mineral).
Mengapa menu Lebaran tinggi energi/kalori?
"Sebab setiap jenis menu melalui proses pengolahan yang lama dan rumit. Setiap jenis menu juga menggunakan banyak bahan. Bahan yang digunakan mengandung kalori yang tinggi untuk setiap itemnya," jawab Dosen Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang juga Ketua Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi itu.
Karenanya, dr. Tirta mengajak masyarakat untuk melakukan perbaikan. Caranya adalah dengan mengolah menu secara sederhana dan tidak lama.
Dr. Tirta mencontohkan, misalnya saat ingin memasak opor ayam, ganti santan dengan susu cair, yogurt, atau produk lain. Selain itu, bumbu tidak perlu ditumis, kurangi garam atau gunakan garam diet, dan buang kulit ayam. Sirup atau minuman bersoda disarankan untuk diganti dengan es teh manis bergula stevia.
Pada kesempatan diskusi online bertema "Lebaran Sehat 1441 H" yang diadakan Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Komunitas Literasi Gizi (Koalizi), Literasi Sehat Indonesia (Lisan), Dep. Kesehatan BPP. KKSS, dan www.sadargizi.com beberapa waktu lalu, dr. Tirta memberikan beberapa kiat tetap sehat usai Lebaran.
"Makanlan dengan gembira dan saat lapar datang. Berhentilah bila sudah terasa lapar. Jika bosan, carilah kegiatan lain. Hindari meletakkan toples kue di depan Anda, sebaiknya simpan di dalam lemari," paparnya.
Ia juga menyarankan untuk menggunakan gula subtitusi, termasuk mengganti santan dengan subtitusinya. Ketika mengunyah makanan, kunyahlah dengan perlahan sehingga akan terasa lebih cepat kenyang selain juga memberi waktu kepada tubuh.
Pastikan pula Anda cukup terhidrasi. Akan lebih baik jika dalam piring makan Anda ada semangkuk sayuran untuk disantap. Konsumsi sayuran per hari minimal tiga porsi.
Sementara itu Peneliti Epidemiologi Eijikman Henry Surendra, SKM, MPH, PhD mengingatkan bahwa pandemi virus corona belum berakhir. Hal ini terlihat dengan ditemukannya tren global mencapai angka tertinggi kasus COVID-19.
Di Indonesia, tren kasus baru masih terus meningkat. Hal ini dikarenakan jumlah tes dengan PCR juga meningkat. Menurut data WHO, Henry menjelaskan, salah satu aspek yang paling penting untuk mengalahkan COVID-19 adalah melakukan banyak tes. ( )
Henry juga menyoroti kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dalam pencegahan dan pengendalian COVID-19 yang berpengaruh terhadap ketidakpatuhan masyarakat. “Sebelumnya mudik dilarang, 34 bandara dihentikan penerbangannya, namun belakangan ini dibuka kembali dan boleh pulang kampung dengan syarat-syarat tertentu," imbuhnya.
Situasi di Indonesia saat ini, menurut Henry, belum memungkinkan untuk melonggarkan PSBB dan upaya pengendalian lain. Sehingga Henry mengharapkan peran serta masyarakat dalam penularan COVID-19 di masyarakat. Protokol pencegahan penularan yang tepat adalah physical dan social distancing, menggunakan masker, menjaga higienitas tangan, serta membatasi mobilisasi.
(tsa)