Politisi AS Desak FTC Investigasi TikTok Atas Dugaan Kumpulkan Data Anak

Selasa, 02 Juni 2020 - 08:03 WIB
loading...
Politisi AS Desak FTC Investigasi TikTok Atas Dugaan Kumpulkan Data Anak
Politikus AS mendesak regulator elektronik, FTC, menggelar investigasi terhadap TikTok atas dugaan pengumpulan data anak. Foto/Ist
A A A
WASHINGTON - Bagi pengguna iOS maupun Android, TikTok sudah menjadi salah satu aplikasi berbagi video paling populer di AS.

Di masa pandemi virus Corona, TikTok menjadi sangat populer bagi anak-anak yang terjebak di rumah. Mereka banyak yang beralih ke aplikasi video pendek.

Laman Phone Arena melaporkan, dengan aplikasi TikTok, anak-anak bisa membuat video komedi, musik, dan video yang berorientasi pada tarian. Namun, sejak aplikasi sangat populer, ada kekhawatiran dari politisi di AS yang khawatir tentang sepak terjang dari induk aplikasi, ByteDance. (Baca juga : Meski Pakai Masker, Apple Permudah Pengguna Buka FaceID )

Ya ByteDance merupakan perusahaan yang berbasis di China dan seperti halnya Huawei, ada kekhawatiran di Washington DC bahwa TikTok digunakan secara diam-diam untuk mengumpulkan data dari konsumen dan perusahaan AS. Lalu data-data tersebut dikirimkan ke Beijing.

Aplikasi ini awalnya dibuat di China pada 2016 di mana awalnya dikenal sebagai Douyin. TikTok dibuat untuk perangkat iOS dan Android di luar China setahun kemudian dan juga bagi pengguna server yang berbeda.

Aplikasi memasuki pasar AS setelah ByteDance bergabung dengan musical.ly pada 2018. Namun, merger itu tidak pernah diperiksa oleh Komite Investasi Asing di Amerika Serikat (CFIUS) seperti semua akuisisi perusahaan AS oleh perusahaan asing lainnya.

November lalu, Senator Chuck Schumer (D-NY) dan Tom Cotton (R-AR) mengirim surat kepada direktur intelijen nasional yang meminta TikTok menjadi subjek penyelidikan keamanan nasional.

TikTok diduga melanggar keputusan persetujuan yang ditandatangani oleh perusahaan dan FTC. Anggota parlemen AS pun meminta FTC menggelar penyelidikan terhadap TikTok.

Sekarang, Reuters melaporkan bahwa empat senator AS telah mengirim surat ke FTC dan memaksa badan pengawas tersebut untuk menyelidiki tuduhan, bahwa TikTok melanggar perjanjian persetujuan 2019 yang seharusnya melindungi privasi anak-anak.

Berdasarkan perjanjian persetujuan, TikTok setuju untuk mencatat video yang dibuat oleh pengguna di bawah 13. Namun, video tidak pernah dihapus meninggalkan aplikasi yang melanggar ketentuan perjanjian.

Selain itu, anggota parlemen menunjukkan bahwa TikTok gagal memberikan "pemberitahuan langsung" kepada orang tua mengenai praktik datanya sebelum mengumpulkan informasi tentang anak-anak yang menggunakan aplikasinya. Dan di bawah Undang-Undang Perlindungan Privasi Daring Anak-Anak (COPPA) AS, TikTok seharusnya memberikan tautan di berandanya ke kebijakan privasi perusahaan.

Surat kepada FTC ditandatangani oleh Senator Demokrat Ed Markey -seorang penulis COPPA- dan Richard Blumenthal. Penandatanganan juga dilakukan oleh Senator Republik Josh Hawley dan Marsha Blackburn.

Nama pertama adalah kritikus keras terhadap China dan media sosial. Surat pernyataan itu menyatakan, "Dihadapkan dengan bukti kuat bahwa platform media sosial yang sangat populer ini secara terang-terangan mencemooh aturan privasi AS yang mengikat, FTC harus bergerak dengan cepat untuk meluncurkan penyelidikan dan secara paksa meminta pelanggar bertanggung jawab."

Surat lain ke FTC dikirim oleh 14 anggota Demokrat di Komite Energi dan Perdagangan AS untuk meminta penyelidikan TikTok. Dua Republikan yang menjadi anggota komite yang sama menulis surat langsung kepada Zhang Yiming, pendiri dan kepala eksekutif pemilik TikTok ByteDance mencari informasi tentang dugaan hubungannya dengan Pemerintah China, dan bagaimana mengumpulkan informasi tentang anak-anak.

TikTok menanggapinya dengan mengirim email yang mengatakan, "Perusahaan mengambil masalah keselamatan dengan serius untuk semua pengguna kami, dan kami terus memperkuat perlindungan kami dan memperkenalkan langkah-langkah baru untuk melindungi kaum muda di aplikasi."
(nfl)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1927 seconds (0.1#10.140)