Mengenal Egg Banking, Pembekuan dan Penyimpanan Sel Telur untuk Hamil

Selasa, 09 Juni 2020 - 08:30 WIB
loading...
Mengenal Egg Banking, Pembekuan dan Penyimpanan Sel Telur untuk Hamil
Egg banking merupakan prosedur pembekuan sel telur dan penyimpanan sel telur dari indung telur wanita dan digunakan untuk mencapai kehamilan. Foto/Istimewa.
A A A
JAKARTA - Egg banking merupakan prosedur pembekuan sel telur dan penyimpanan sel telur dari indung telur wanita. Sel telur dibekukan untuk menjaga kelayakannya dan disimpan sampai siap untuk digunakan saat prosedur fertilisasi in vitro (IVF) atau bayi tabung untuk mencapai suatu kehamilan.

Egg banking memungkinkan pasien untuk memperpanjang kesuburan mereka. Sel telur yang disimpan mempertahankan kemampuannya untuk dibuahi sejak saat pembekuan sehingga memberi pasien ketenangan pikiran dengan mengetahui kehamilan mungkin terjadi di masa depan.

"Sel telur wanita akan dibekukan -196 derajat celcius untuk dipakai kemudian hari. Morula Indonesia yang pertama melakukan eeg banking atau penyimpanan sel telur," kata Medical Director PT. Morula Indonesia, dr. Arie A. Polim, D.MAS, M.HBRE, SpoG (K) saat acara New Life Begins with Morula IVF. (Baca juga: Pevita Pearce Pose Bibir Manyun dengan Rambut Berantakan, Menggemaskan! ).

Egg banking dapat digunakan untuk menjaga kesuburan pada pasien yang menjalani perawatan medis yang agresif, seperti halnya kemoterapi. Cara ini memungkinkan pasien untuk mempertahankan kesuburan mereka dan membangun keluarga setelah perawatan.

"Indikasi egg banking ada dua, indikasi medis dan indikasi sosial. Indikasi medis dipake untuk kanker. Wanita alami kanker payudara, kanker usus dan lainnya perlu pengobatan radioterapi dan kemoterapi dan pengobatan ini bersifat merusak indung telur dan sel telur. Otomatis mengganggu wanita jika ingin miliki anak dan sebelum memulai proses pengobatan, sel telur diselamatkan dulu," ujarnya.

Selain itu, egg banking juga dapat membantu wanita dengan kehilangan kesuburan prematur, seperti cadangan ovarium berkurang, dengan menanamkan sel telur sehat pada usia dini ketika mereka lebih mungkin untuk digunakan nanti.

Di sisi lain, beberapa wanita memilih untuk membekukan dan menabung telurnya untuk alasan sosial, seperti menunggu pasangan yang tepat atau tidak ingin mengambil cuti dari pekerjaan. Telur beku dapat dicairkan, dibuahi dan ditanamkan untuk kehamilan di lain waktu. (Baca juga: Sukses di Usia Muda, Perjalanan Karier Indra Kesuma Penuh dengan Masa-Masa Sulit ).

"Indikasi sosial, wanita belum mau punya anak tapi mau bekerja atau wanita 20-an kena penyakit kista dan sel telur sedikit sekali dan bertambah usia akan membuat sel telur lebih sedikit dan jelek. Makannya diharuskan penyimpanan di usia muda," jelasnya.

"Benefit egg banking punya waktu penyimpanan cukup untuk jaga jarak kehamilan dan hasil embrio bisa ditanam saat dia siap hamil. Jadi wanita bisa siapkan pendidikan dan keuangan, saat 2 tahun 3 tahun lagi bisa lakukan penanaman embrio," tambahnya.

Adapun tahapan egg banking menyerupai awal dari IVF karena keduanya dimulai dengan induksi ovulasi. Selama induksi ovulasi, atau hiperstimulasi ovarium terkontrol, wanita mengonsumsi obat hormon untuk meningkatkan jumlah telur yang tersedia. Satu sel telur dikeluarkan selama ovulasi normal, tetapi dengan hiperstimulasi ovarium terkontrol, beberapa sel telur bisa dilepaskan.

Pasien akan perlu mengambil hormon setiap hari selama sekitar 10 hingga 12 hari untuk menghasilkan banyak telur sebelum ovulasi teratur. Pengambilan telur adalah prosedur bedah singkat di mana dokter mengumpulkan telur matang dalam folikel mereka. Prosedur ini menggunakan jarum panjang yang dimasukkan melalui vagina, dipandu oleh USG, sementara pasien dibius dan dimonitor oleh ahli anestesi. (Baca juga: Cicipi Kreasi Soto Bandung dengan Daging Ayam ).

Telur yang terkumpul kemudian dibekukan dengan metode pembekuan kilat yang dikenal sebagai vitrifikasi. Telur kemudian disimpan di fasilitas yang aman sampai dibutuhkan. Egg banking memiliki tingkat keberhasilan yang baik, yang menghasilkan kehamilan dengan rata-rata sekitar 55% dari kasus, menurut American Society for Reproductive Medicine.

"Lagi star prgram, pasangan harus 2 minggu di rumah, enggak boleh kontak orang, ke pasar atau kemana karena itu akan berisiko terinfeksi Covid. Kalo udah terinfeksi, suami atau istri enggak akan transfer embrio. Harus tunggu sembuh," tandasnya.
(tdy)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1018 seconds (0.1#10.140)