Kenali dan Deteksi Autoimun dengan Pemeriksaan Laboratorium
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jangan pernah sepelekan sejumlah pertanda seperti cepat lelah, pegal otot, ruam kulit, demam ringan, rambut rontok, sulit konsentrasi, kesemutan tangan dan kaki. Bisa jadi itu gejala autoimun , salah satu penyakit yang patut diwaspadai.
Autoimun merupakan kondisi ketika sistem kekebalan tubuh seseorang menyerang tubuhnya sendiri. Semacam senjata makan tuan.
Sistem kekebalan di dalam tubuh itu diciptakan untuk menjaga dari serangan organisme asing, seperti virus dan bakteri. Mereka akan bereaksi cepat dengan melepas protein antiboni, ketika ada penyakit masuk.
Baca juga: Nyeri Dada Salah Satu Gejala Terinfeksi Omicron? Ini Penjelasannya
Namun, pada penderita autoimun, sistem kekebalan tubuh mendeteksi sel tubuh yang sehat justru sebagai organisme asing, seperti penyakit yang masuk. Maka antibodi dilepaskan tubuh untuk menyerang sel-sel sehat tersebut. Oleh karenanya, autoimun ini sangat berbahaya, karena gejalanya berbeda-beda.
Lalu bagaimana mendeteksi autoimun dengan tepat dan presisi? Salah satu jawabannya adalah melakukan cek ke laboratorium.
"CITO terus mengembangkan pemeriksaan di bidang autoimun, agar bisa tertangani dan dapat dimonitor dengan baik," ujar Direktur Utama Laboratorium Klinik CITO, dr. Dyah Anggraeni, M.Kes, Sp.PK, dalam webinar Comprehensive Autoimun Management bersama IDI Kota Semarang dan Perhimpunan Reumatologi Indonesia, beberapa waktu lalu.
Ketua Perhimpunan Reumatologi Indonesia Cabang Semarang, dr Bantar Suntoko, Sp.PD, K-R, menjelaskan bahwa perkembangan teknologi dan pemeriksaan kedokteran itu semakin canggih. Dari laboratorium yang mendukung proses diagnosis, sampai para klinisi yang makin kaya ilmu terbaru.
"Kegiatan ini bagus untuk memberi gambaran kepada para klinisi dalam mendiagnosa dan mengelola penyakit autoimun, sehingga bisa menangani secara tepat," kata dia.
Beragam gejala dan tanda-tanda yang bisa dirasakan penderita autoimun ini. Penyebabnya, belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa faktor bisa meningkatkan risiko seseorang untuk terkena penyakit autoimun.
Sejumlah faktor yang bisa meningkatkan risiko terkena autoimun antara lain riwayat autoimun di keluarga, obesitas atau berat badan yang over, kebiasaan merokok, sering menggunakan obat yang memengaruhi kekebalan tubuh, seperti obat simvastatin atau antibiotic, terpapar bahan kimia atau cahaya matahari, infeksi bakteri atau virus, dan lainnya.
dr. Dyah Anggraeni mengutarakan jika laboratorium klinik CITO sudah mampu mengerjakan beberapa parameter autoimun dan rematik, antara lain ANA Immunofluorescence, ANA Profile, Ana Elisa, Sel LE (Lupus Erythematosus), dan masih banyak lagi.
Baca juga: Menurut Ustadz Inilah Efek yang Dikhawatirkan Jika Mengadopsi Spirit Doll, Yuk Dengarkan di RCTI+
Lebih jauh, dr. Dyah Anggraeni menyarankan jika mengalami gejala yang mendekati ciri-ciri autoimun, segera konsultasi ke dokter. "CITO menyediakan layanan konsultasi dokter online melalui layanan ready dokter. Dokter kami selalu ready untuk layanan konsultasi Kesehatan," pungkasnya.
Autoimun merupakan kondisi ketika sistem kekebalan tubuh seseorang menyerang tubuhnya sendiri. Semacam senjata makan tuan.
Sistem kekebalan di dalam tubuh itu diciptakan untuk menjaga dari serangan organisme asing, seperti virus dan bakteri. Mereka akan bereaksi cepat dengan melepas protein antiboni, ketika ada penyakit masuk.
Baca juga: Nyeri Dada Salah Satu Gejala Terinfeksi Omicron? Ini Penjelasannya
Namun, pada penderita autoimun, sistem kekebalan tubuh mendeteksi sel tubuh yang sehat justru sebagai organisme asing, seperti penyakit yang masuk. Maka antibodi dilepaskan tubuh untuk menyerang sel-sel sehat tersebut. Oleh karenanya, autoimun ini sangat berbahaya, karena gejalanya berbeda-beda.
Lalu bagaimana mendeteksi autoimun dengan tepat dan presisi? Salah satu jawabannya adalah melakukan cek ke laboratorium.
"CITO terus mengembangkan pemeriksaan di bidang autoimun, agar bisa tertangani dan dapat dimonitor dengan baik," ujar Direktur Utama Laboratorium Klinik CITO, dr. Dyah Anggraeni, M.Kes, Sp.PK, dalam webinar Comprehensive Autoimun Management bersama IDI Kota Semarang dan Perhimpunan Reumatologi Indonesia, beberapa waktu lalu.
Ketua Perhimpunan Reumatologi Indonesia Cabang Semarang, dr Bantar Suntoko, Sp.PD, K-R, menjelaskan bahwa perkembangan teknologi dan pemeriksaan kedokteran itu semakin canggih. Dari laboratorium yang mendukung proses diagnosis, sampai para klinisi yang makin kaya ilmu terbaru.
"Kegiatan ini bagus untuk memberi gambaran kepada para klinisi dalam mendiagnosa dan mengelola penyakit autoimun, sehingga bisa menangani secara tepat," kata dia.
Beragam gejala dan tanda-tanda yang bisa dirasakan penderita autoimun ini. Penyebabnya, belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa faktor bisa meningkatkan risiko seseorang untuk terkena penyakit autoimun.
Sejumlah faktor yang bisa meningkatkan risiko terkena autoimun antara lain riwayat autoimun di keluarga, obesitas atau berat badan yang over, kebiasaan merokok, sering menggunakan obat yang memengaruhi kekebalan tubuh, seperti obat simvastatin atau antibiotic, terpapar bahan kimia atau cahaya matahari, infeksi bakteri atau virus, dan lainnya.
dr. Dyah Anggraeni mengutarakan jika laboratorium klinik CITO sudah mampu mengerjakan beberapa parameter autoimun dan rematik, antara lain ANA Immunofluorescence, ANA Profile, Ana Elisa, Sel LE (Lupus Erythematosus), dan masih banyak lagi.
Baca juga: Menurut Ustadz Inilah Efek yang Dikhawatirkan Jika Mengadopsi Spirit Doll, Yuk Dengarkan di RCTI+
Lebih jauh, dr. Dyah Anggraeni menyarankan jika mengalami gejala yang mendekati ciri-ciri autoimun, segera konsultasi ke dokter. "CITO menyediakan layanan konsultasi dokter online melalui layanan ready dokter. Dokter kami selalu ready untuk layanan konsultasi Kesehatan," pungkasnya.
(nug)