Benny Likumahuwa & Dokumentasi Jazz Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Suatu waktu di panggung, sambil memegang trombone, Benny Likumahuwa memperkenalkan pemain conga. "Nah, ini yang main perkusi, Dullah Suweileh, dari Padang!" Penonton saling toleh, saling pandang. Dullah dari Padang? Sejenak kemudian Benny, menjelaskan, “dari Padang Pasir". lanjutnya. Bukan hanya penonton tertawa, Dulah, legenda conga Indonesia yang, memang, punya wajah Timur Tengah itu pun terkekeh-kekeh.
Suasana segar selalu ada di balik panggung pertunjukan jika ada Benny Likumahuwa. Alih-alih bahas lagu apa yang akan mereka mainkan nanti, saat giliran naik panggung. Mereka justru bicara seputar humor yang membuat semuanya terbahak-bahak. "Main jazz itu, ya, spontan. Tidak perlu latihan untuk tampil. Setiap permainan, walau judul lagu yang dimainkan sama dengan semenit yang lalu, pasti berbeda bentuknya ketika dimainkan lagi. Itulah jazz," kata Benny Likumahuwa.
Pesan WhatsApp yang masuk ke telpon genggam pada Selasa pagi (9/6) membuat saya tersentak, walau tahu bahwa Benny Likumahuwa sejak dua tahun ini harus menjalani cuci darah setiap hari Senin dan Kamis. Benny Liku atau BL, begitu biasa dipanggil, telah wafat karena sakit pada usia 74 tahun. Satu persatu tokoh jazz senior Indonesia dipanggil pulang oleh Tuhan. Mereka adalah saksi sekaligus pemain dalam perkembangan dunia musik jazz Indonesia sejak era enampuluhan, ketika rekaman masih menggunakan priringan hitam sampai digital sekarang. (Baca juga: Nuca Buatkan Lagu Romantis untuk Lyodra ).
Setiap manusia akan kembali ke alam baka. Tetapi banyak manusia hebat tidak meninggalkan dokumentasi sehingga ilmunya, permainnannya, karyanya sulit dipelajari atau diikuti generasi kemudian. Terutama dunia seni musik Indonesia minim memiliki dokumentasi karya dan permainan mereka sang legenda. Contohnya, dokumentasi tentang karya Bing Slamet, Ismail Marzuki, Benyamin Sueb dan lainnya, susah dicari. Beruntung ada orang lain yang sempat menyimpan secara personal tetapi juga tidak banyak dan kondisinya sebagian rusak. Dokumentasi permainan musik jazz Indonesia, seperti Jack Lesmana, Bubi Chen, Bill Saragih, Maryono, Dulah Suweileh dan masih banyak lainnya lebih memprihatinkan lagi. Sebagian besar tidak ada dokumentasinya.
Mengapa dokumentasi musik jazz Indonesia sangat minim? Dalam pandangan Benny Likumahua, salah satu faktornya, karena banyak pengusaha rekaman senang melakukan intervensi dalam karya atau permainan musik jazz yang akan direkam. Cara ini mengganggu kreatifitas musisi jazz sehingga tidak berkembang dalam memainkan musiknya. “Musisi jazz itu kebanyakan memiliki idealisme kuat. Kalau main pakai diatur-atur, ya, malas. Akibatnya, seperti sekarang ini, dokumentasi kurang bahkan tidak ada,” kata Benny Likumahua, suatu hari, ketika ngobrol di kediamannya, Tangerang Selatan. Yang dimaksud Benny Likumahua tentang pengusaha rekaman intervensi adalah agar membuat musik jazz berbau pop atau sesuai dengan selera banyak masyarakat sehingga laku di pasaran.
Dalam karirnya sebagai yang ditokohkan dalam dunia jazz Indonesia, Benny Likumahua juga tidak memiliki banyak dokumentasi rekaman. Tetapi dibandingkan musisi jazz seangkatannya Benny Likumahua masih lebih baik karena meninggalkan beberapa album jazz (diluar dengan The Rollies). Antara lain ada Jazz Masters yang dibuat bersama Sangaji Music, Jazz Connection dan juga rekaman bersama putranya Barry Likumahuwa dalam album Like Father Like Son serta sejumlah album permainannya dengan musisi lainnya. (Baca juga: 5 Kebiasaan Baik yang Perlu Diterapkan Saat New Normal ).
Benny Likumahuwa kelahiran Kediri, Jawa Timur, 18 Juni 1946 tetapi besar di Ambon ini dikenal sebagai pemain trombone dan bas. Tetapi Benny menguasai banyak alat musik lainnya. Sebelum bergabung dengan The Rollies, Benny lebih dahulu main jazz dengan Cresendo Band di Bandung. Dalam perjalanan musik jazz Benny Likumahuwa pernah bermain dengan hampir semua tokoh musik jazz Indonesia yang popular pada era enampuluhan, seperti Jack Lesmana, Bubi Chen, Bill Saragih, Maryono dan lainnya serta diundang main di berbagai festival jazz dunia. Tidak hanya bermain dengan musisi senior tetapi Benny Likumahua juga bermain dengan musisi jazz muda di berbagai kota di Indonesia. Aktif mengajar musik jazz dan diundang dalam berbagai diskusi musik jazz .
Dalam suatu kesempat, sambil menemaninya cuci darah, Benny Likumahuwa berpesan kepada anak muda yang ingin main jazz, jangan lupa mendengarkan, mempelajari atau mengenal secara baik musik-musik jazz pada awal perkembangannya. Sebab hal ini merupakan cara membangun pondasi dalam memainkan musik jazz ke depan.
Kini Benny Likumahuwa tidak lagi main jazz namun bersyukur sebagian karyanya masih bisa dinikmati. Selamat jalan, sang legenda musik jazz Indonesia!
Eddy Koko (penikmat musik jazz)
Suasana segar selalu ada di balik panggung pertunjukan jika ada Benny Likumahuwa. Alih-alih bahas lagu apa yang akan mereka mainkan nanti, saat giliran naik panggung. Mereka justru bicara seputar humor yang membuat semuanya terbahak-bahak. "Main jazz itu, ya, spontan. Tidak perlu latihan untuk tampil. Setiap permainan, walau judul lagu yang dimainkan sama dengan semenit yang lalu, pasti berbeda bentuknya ketika dimainkan lagi. Itulah jazz," kata Benny Likumahuwa.
Pesan WhatsApp yang masuk ke telpon genggam pada Selasa pagi (9/6) membuat saya tersentak, walau tahu bahwa Benny Likumahuwa sejak dua tahun ini harus menjalani cuci darah setiap hari Senin dan Kamis. Benny Liku atau BL, begitu biasa dipanggil, telah wafat karena sakit pada usia 74 tahun. Satu persatu tokoh jazz senior Indonesia dipanggil pulang oleh Tuhan. Mereka adalah saksi sekaligus pemain dalam perkembangan dunia musik jazz Indonesia sejak era enampuluhan, ketika rekaman masih menggunakan priringan hitam sampai digital sekarang. (Baca juga: Nuca Buatkan Lagu Romantis untuk Lyodra ).
Setiap manusia akan kembali ke alam baka. Tetapi banyak manusia hebat tidak meninggalkan dokumentasi sehingga ilmunya, permainnannya, karyanya sulit dipelajari atau diikuti generasi kemudian. Terutama dunia seni musik Indonesia minim memiliki dokumentasi karya dan permainan mereka sang legenda. Contohnya, dokumentasi tentang karya Bing Slamet, Ismail Marzuki, Benyamin Sueb dan lainnya, susah dicari. Beruntung ada orang lain yang sempat menyimpan secara personal tetapi juga tidak banyak dan kondisinya sebagian rusak. Dokumentasi permainan musik jazz Indonesia, seperti Jack Lesmana, Bubi Chen, Bill Saragih, Maryono, Dulah Suweileh dan masih banyak lainnya lebih memprihatinkan lagi. Sebagian besar tidak ada dokumentasinya.
Mengapa dokumentasi musik jazz Indonesia sangat minim? Dalam pandangan Benny Likumahua, salah satu faktornya, karena banyak pengusaha rekaman senang melakukan intervensi dalam karya atau permainan musik jazz yang akan direkam. Cara ini mengganggu kreatifitas musisi jazz sehingga tidak berkembang dalam memainkan musiknya. “Musisi jazz itu kebanyakan memiliki idealisme kuat. Kalau main pakai diatur-atur, ya, malas. Akibatnya, seperti sekarang ini, dokumentasi kurang bahkan tidak ada,” kata Benny Likumahua, suatu hari, ketika ngobrol di kediamannya, Tangerang Selatan. Yang dimaksud Benny Likumahua tentang pengusaha rekaman intervensi adalah agar membuat musik jazz berbau pop atau sesuai dengan selera banyak masyarakat sehingga laku di pasaran.
Dalam karirnya sebagai yang ditokohkan dalam dunia jazz Indonesia, Benny Likumahua juga tidak memiliki banyak dokumentasi rekaman. Tetapi dibandingkan musisi jazz seangkatannya Benny Likumahua masih lebih baik karena meninggalkan beberapa album jazz (diluar dengan The Rollies). Antara lain ada Jazz Masters yang dibuat bersama Sangaji Music, Jazz Connection dan juga rekaman bersama putranya Barry Likumahuwa dalam album Like Father Like Son serta sejumlah album permainannya dengan musisi lainnya. (Baca juga: 5 Kebiasaan Baik yang Perlu Diterapkan Saat New Normal ).
Benny Likumahuwa kelahiran Kediri, Jawa Timur, 18 Juni 1946 tetapi besar di Ambon ini dikenal sebagai pemain trombone dan bas. Tetapi Benny menguasai banyak alat musik lainnya. Sebelum bergabung dengan The Rollies, Benny lebih dahulu main jazz dengan Cresendo Band di Bandung. Dalam perjalanan musik jazz Benny Likumahuwa pernah bermain dengan hampir semua tokoh musik jazz Indonesia yang popular pada era enampuluhan, seperti Jack Lesmana, Bubi Chen, Bill Saragih, Maryono dan lainnya serta diundang main di berbagai festival jazz dunia. Tidak hanya bermain dengan musisi senior tetapi Benny Likumahua juga bermain dengan musisi jazz muda di berbagai kota di Indonesia. Aktif mengajar musik jazz dan diundang dalam berbagai diskusi musik jazz .
Dalam suatu kesempat, sambil menemaninya cuci darah, Benny Likumahuwa berpesan kepada anak muda yang ingin main jazz, jangan lupa mendengarkan, mempelajari atau mengenal secara baik musik-musik jazz pada awal perkembangannya. Sebab hal ini merupakan cara membangun pondasi dalam memainkan musik jazz ke depan.
Kini Benny Likumahuwa tidak lagi main jazz namun bersyukur sebagian karyanya masih bisa dinikmati. Selamat jalan, sang legenda musik jazz Indonesia!
Eddy Koko (penikmat musik jazz)
(tdy)