Benarkah GERD Tidak Mengancam Jiwa? Ini Penjelasan Ahli

Minggu, 13 Februari 2022 - 09:06 WIB
loading...
Benarkah GERD Tidak Mengancam Jiwa? Ini Penjelasan Ahli
Meskipun GERD tidak mengancam jiwa secara langsung, penyakit ini dapat mengakibatkan beberapa komplikasi yang harus diwaspadai. Foto Ilustrasi/Ccendoscopy.com
A A A
JAKARTA - Meskipun Gastro Esophageal Reflux Disease ( GERD ) tidak mengancam jiwa secara langsung, penyakit ini dapat mengakibatkan beberapa komplikasi yang harus diwaspadai seperti peradangan pada saluran kerongkongan atau esofagus serta kanker esofagus. Apabila tidak diobati dengan tepat, GERD dapat menyebabkan kekambuhan dan komplikasi sehingga menurunkan kualitas hidup bagi penderitanya.

GERD adalah penyakit saluran cerna dengan gejala dan komplikasi yang mengganggu, yang diakibatkan oleh refluks atau naiknya isi lambung ke kerongkongan. GERD bisa disebabkan oleh melemahnya katup atau sfingter pada esofagus bagian bawah, sehingga tidak mampu menutup dengan baik. GERD ditandai dengan sensasi nyeri dan juga rasa terbakar (heartburn) pada dada, serta mulut terasa pahit.



Spesialis Gastroenterologi FKUIRSCM Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam , SpPD-KGEH, MMB, FINASIM menjelaskan, GERD merupakan penyakit yang tidak mengancam jiwa, namun apabila terjadi terus-menerus, diabaikan, dan tidak diobati dengan benar dapat menyebabkan iritasi serta peradangan pada dinding dalam kerongkongan (esofagus).

"Lama-kelaman ini akan menyebabkan luka kronis, penyempitan pada kerongkongan bawah, sampai terjadi kanker esofagus," kata Prof. Ari dalam webinar kesehatan belum lama ini.

Beberapa faktor risiko yang memang dapat meningkatkan risiko terjadinya GERD, sebut Prof. Ari, adalah obesitas, hernia hiatal, kehamilan, pengosongan lambung yang terlambat, dan skleroderma. Selain itu, kekambuhan GERD juga dapat dipicu oleh beberapa aktivitas seperti merokok, mengonsumsi makanan dalam porsi besar sekaligus, makan di waktu yang terlalu larut, mengkonsumsi makanan yang berlemak atau digoreng, mengonsumsi minuman atau makanan berkafein, serta mengonsumsi obat tertentu seperti aspirin.



“Penanganan GERD yang tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi peradangan pada dinding dalam kerongkongan atau esofagus. Peradangan tersebut dapat menyebabkan munculnya luka hingga jaringan parut di kerongkongan sehingga penderita menjadi sulit menelan," jelas Prof. Ari.

"Kondisi ini juga memicu terjadinya esofagitis, striktur esofagus, dan barrett’s esophagus yaitu penyakit yang berisiko menimbulkan kanker esofagus. GERD dapat menyebabkan kematian apabila sudah terjadi perubahan striktur esophagus dan bertransformasi menjadi kanker esophagus,” lanjutnya.

Prof. Ari juga menjelaskan, helicobacter pylori (H. pylori) diketahui sebagai penyebab utama tukak atau luka di lambung. Bakteri tersebut terdapat di mukosa lambung dan pada permukaan epitel di antrum lambung. H. pylori dapat bertahan dalam suasana asam di lambung, kemudian terjadi penetrasi terhadap mukosa lambung, dan pada akhirnya bakteri ini berkolonisasi di lambung.

Secara global, prevalensi GERD adalah 8-33% (semua umur, semua jenis kelamin). Prevalensi GERD di masing-masing negara berbeda-beda, contohnya lebih dari 25% di Asia Selatan dan Eropa Selatan, 18-27% di Amerika Utara, serta <10% di Asia Timur, Asia Tenggara, Kanada, dan Prancis.

Sebuah penelitian di Indonesia menunjukkan prevalensi GERD pada penduduk perkotaan adalah 9,35%. Namun, sebuah survei online dengan 2.045 responden menunjukkan bahwa 57,6% dari mereka menderita GERD yang diketahui dengan mengisi GERD-Quesionnaire (GERD-Q).

“Penatalaksanaan yang paling penting dari GERD. Yaitu dengan mencegah terjadinya kekambuhan. Perlu adanya edukasi kepada penderita agar memahami betul faktor risiko dan pemicu dari terjadinya GERD, untuk sebisa mungkin dihindari," kata Prof. Ari.

"Pada umumnya, penderita GERD juga akan direkomendasikan melakukan perbaikan gaya hidup untuk mencegah kekambuhan, seperti memiliki berat badan ideal, berhenti merokok, tidak berbaring segera setelah makan, makan dengan perlahan, serta tidak menggunakan pakaian yang terlalu ketat pada area pinggang," tambahnya.

Perlu ada pemeriksaan yang benar bagi pasien GERD. Diagnosis GERD, ujar Prof. Ari, dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis terkait gejala yang dialami serta riwayat penyakit dari pasien. Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan lain seperti endoskopi saluran cerna untuk mendeteksi adanya perlukaan pada dinding dalam esofagus bagian bawah, adanya penyempitan, lesi prakanker atau kanker, dan adanya hiatal hernia.
(tsa)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2060 seconds (0.1#10.140)