Kasus Covid-19 di Indonesia Meningkat, Dinkes dan RS Diminta Antisipasi Kekurangan Nakes

Minggu, 13 Februari 2022 - 22:55 WIB
loading...
Kasus Covid-19 di Indonesia Meningkat, Dinkes dan RS Diminta Antisipasi Kekurangan Nakes
Juru Bicara Vaksinasi Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan dengan meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia maka Dinkes dan RS harus segera antisipasi kekurangan nakes. Foto/Dok. BNPB
A A A
JAKARTA - Kasus Covid-19 di Indonesia terus meningkat sejak masuknya varian Omicron. Per Minggu (13/2/2022), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat adanya penambahan kasus positif Covid-19 di Indonesia hingga 44.526 dan angka pasien meninggal dunia bertambah 111 orang.

Mengingat tingginya penambahan kasus Covid-19 varian Omicron dan penularan yang cepat, ini berdampak pada positive rate yang kian tinggi pada tenaga kesehatan (nakes). Bila banyak nakes yang tertular, maka itu dapat menyebabkan kondisi kontigensi sampai krisis tenaga kesehatan.

Oleh karena itu, Kemenkes meminta dinas kesehatan provinsi/kabupaten dan seluruh direktur rumah sakit untuk menjamin keberadaan tenaga kesehatan di tempat pelayanan kesehatan di daerahnya. Termasuk mengantisipasi kekurangan nakes.

Juru Bicara Vaksinasi Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan, kondisi kontigensi tenaga kesehatan merupakan kondisi kekurangan tenaga kesehatan yang masih dapat diatasi oleh fasilitas pelayanan kesehatan melalui pengaturan SDM, sehingga tidak berdampak pada pelayanan kesehatan.



“Sedangkan kondisi krisis tenaga kesehatan merupakan kondisi kekurangan tenaga kesehatan yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan sehingga berdampak pada pelayanan kesehatan,” kata dr. Siti Nadia dikutip dari siaran pers, Minggu (13/2/2022).

Dia mengejaskan, strategi pemenuhan kebutuhan SDM kesehatan pada kondisi kontigensi dan krisis tenaga kesehatan dapat dilakukan melalui internal rumah sakit dan eksternal rumah sakit. Strategi internal rumah sakit dapat dilakukan dengan pengaturan jadwal shift, mobilisasi tenaga kesehatan dari unit lain untuk membantu pelayanan di layanan Covid-19.

Selain itu, dapat pula diadakan penyediaan transportasi antar jemput dan akomodasi untuk staf, mengurangi/menunda layanan non emergensi, meningkatkan layanan telemedisin. Ditambah pelibatan dokter/tenaga kesehatan yang sedang menjalankan isolasi mandiri tanpa gejala dalam pelayanan melalui telemedisi, penugasan khusus pada dokter yang bertugas di manajemen untuk membantu pelayanan, mobilisasi dokter di luar Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Covid-19, serta meningkatkan kompetensi petugas dalam perawatan isolasi terutama isolasi intensif.

Kemudian, strategi eksternal rumah sakit, dapat dilakukan dengan mobilisasi relawan seperti koas dan PPDS, koordinasi dengan organisasi profesi dalam penyediaan tenaga cadangan untuk membantu, memobilisasi tenaga kesehatan RS dari wilayah kasus Covid-19 rendah ke tinggi, memobilisasi mahasiswa akhir di institusi pendidikan kesehatan terutama membantu dalam administrasi, memobilisasi tenaga kesehatan yang bertugas di non faskes/administrasi kesehatan untuk membantu merawat pasien Covid-19.

Lebih lanjut, tenaga kesehatan yang terkonfirmasi Covid-19, baik asimptomatik atau gejala ringan dengan perbaikan gejala serta hilang demam lebih dari 24 jam tanpa obat, dapat kembali bekerja minimal 5 hari setelah gejala pertama muncul, ditambah 2 kali pemeriksaan NAAT dengan hasil negatif selang waktu 24 jam.

Kemudian tenaga kesehatan dengan risiko kontak erat atau terpapar Covid-19 yang sudah mendapat vaksin dosis ke-3 dapat kembali bekerja setelah hasil negatif pada hari ke-2 setelah terpapar. "Tenaga kesehatan yang sudah mendapat vaksin dosis ke 2 atau belum divaksin dapat kembali bekerja jika tes NAAT negatif pada hari ke 1-2 setelah terpapar dan dapat diulang pada hari ke 5-7 dan tetap bekerja dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat," kata dr. Nadia.

Sementara itu, tenaga kesehatan yang terkonfirmasi COVID-19 baik asimptomatik atau gejala ringan tidak ada pembatasan ketentuan, namun memprioritaskan tenaga kesehatan dengan kondisi tanpa gejala untuk kembali bekerja lebih awal agar dapat melakukan monitoring pasien di ruang isolasi. Hal tersebut harus berdasarkan persetujuan dari yang bersangkutan.

“Upaya ini kami harapkan segera dipersiapkan oleh setiap kepala dinas kesehatan provinsi/kabupaten dan direktur rumah sakit,” kata dr. Nadia.
(hri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1850 seconds (0.1#10.140)