Menyambut New Normal, Industri Film Tanah Air Diminta Menyesuaikan Diri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Industri perfilman Indonesia harus pandai-pandai dalam menyiasati adanya wabah pandemi covid-19 ini. Kalau tak memiliki solusi terbaik, bisa-bisa pelaku industri film akan gulung tikar karena biaya dan penonton yang enggan pergi ke bioskop.
Seperti banyak sektor lain, pandemi virus corona juga membuat kalangan industri film nasional harus berpikir keras sekaligus kreatif menghadapi situasi yang tak biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya. Dampak yang muncul tak hanya dirasakan saat virus ini beredar. Pada saat kondisi sudah dinyatakan normal, sejumlah tantangan sudah akan menghadang. Salah satunya masalah biaya.
Data menyebut bahwa selama tiga bulan masa PSBB (pembatasan sosial berskala besar), tidak kurang dari 122 judul film nasional dan 180 film impor mengalami penundaan penayangan. Meski demikian, kabar bagusnya adalah bahwa pemerintah sudah memberikan sinyal bahwa bioskop sudah diberi kesempatan untuk kembali memutar film nasional yang disesuaikan dengan protokol kesehatan.
Lantas, untuk menyiasati hal tersebut memasuki masa transisi dari situasi akibat pandemi Covid-19 menuju new normal, insan perfilman merumuskan berbagai hal untuk mengawal film nasional saat mulai tayang nanti.
“Sejauh ini saat masa transisi, dari Pusbang Film ke era Direktorat Perfilman, Musik dan Media Baru Kemendikbud RI, masalah film tetap menjadi pusat perhatian kita semua,“ kata Edy Suwardi Kapokja Apresiasi dan Literasi Direktorat Perfilman, Musik dan Media Baru, Ditjen Kebudayaan Kemendikbud, dalam acara Webinar Online bertopik “Mengawal Film Nasional Saat Tayang di New Normal” yang diikuti oleh KORANSINDO, Jumat (12/6) sore. (Baca: Lola Amaria Bicara Nasib Pekerja Film di Era Normal)
Menurut Edy, menyongsong era new normal setelah tiga bulan dilanda virus Covid-19, masyarakat perfilman diharapkan ikut menyesuaikan diri. "Intinya, kepada pengelola bioskop untuk kembali memutar film nasional yang disesuaikan dengan protokol kesehatan. Kita juga akan beri akses ke komunitas-komunitas film, baik yang di Jakarta maupun yang di daerah,” harapnya.
Tawaran tersebut tidak lantas membuat pelaku industri film Tanah Air, terutama produser film merasa lega. Sejumlah persoalan masih membelit produksi film nasional, sehingga produser film masih mengurungkan rencana syuting saat pandemi Covid-19, seperti diungkapkan produser Lola Amaria.
“Ada opsi sih, tapi di-pending dulu. Kami akan syuting lagi tahun depan dengan proses yang enggak sama dengan memperhatikan protokol kesehatan untuk Covid-19 yang pasti akan berbeda dari kondisi biasanya,” ujar Lola.
Lola mengatakan bahwa biaya produksi film akan bertambah banyak jika dilakukan di tengah new normal. “Kalau mengacu pada standar kesehatan maka diperlukan ide-ide baru yang kreatif, di mana biaya syuting akan melonjak tajam karena banyak rapid test yang dilakukan kepada sejumlah kru film,” jelas anak ketiga dari sembilan bersaudara ini. (Baca juga: Curhat Aktor Reza Rahadian Direspons Menkeu dengan Insentif Pajak)
Artis kelahiran Jakarta, 30 Juli 1977 ini pun menjelaskan, ada 80 kru film yang harus menjalani rapid test dan dilakukan sampai tiga kali serta ditemani paramedis. “Berapa biaya tambahannya. Sementara produser masih harus berjuang supaya kembali modal membuat film. Kalaupun ada biayanya, apakah semua kru bisa mematuhi imbauan itu,” ujar Lola, yang meyakini adanya tambahan biaya yang harus dikeluarkan produser untuk membuat sebuah film.
Lebih lanjut, sineas berdarah Palembang dan Sunda ini pun kembali mempertanyakan bahwa ketika sebuah produksi film layar lebar selesai dibuat dan siap tayang, apakah penonton juga sudah siap datang ke bioskop, mengingat hampir semua bioskop Indonesia berada di dalam gedung mal.
Produser dan pemain film Lima tersebut memastikan bahwa jam tayang bioskop di masa new normal ikut berubah, mengingat operasional bioskop hanya sampai pukul 20.00 WIB. “Sistemnya seperti apa dan berapa kali tayang dan kalaupun kami harus beraktivitas syuting lagi, ya tentu harus dengan cara-cara yang kreatif,” ujar Lola, yang tidak mau ambil risiko terpapar wabah Covid-19 saat menonton film di bioskop.
Hal senada diungkapkan Acha Septriasa yang tengah bermukim di Australia. Dia mengatakan seluruh bioskop di Negeri Kanguru tersebut masih tutup, sejak 22 Maret lalu. “Katanya sih akan dibuka lagi 1 Juli. Memang di Australia, film-film Hollywood tayangnya telat 10 hari sampai 2 minggu dibanding di Indonesia. Resto di sana sudah dibuka dengan jumlah pengunjung dibatasi, tapi bioskop kayanya masih lama,” katanya.
Sementara itu, sineas dan akademisi Sidi Saleh menekankan harus ada transformasi di film. “Film nasional apa yang bakal jadi tumbal atau kelinci percobaan di new normal, kita lihat saja nanti,” kata Sidi.
Dalam pemikirannya, gedung bioskop akan beraktivitas kembali jika ada kebijakan pemerintah yang mampu memberikan solusi terhadap masalah yang terjadi akibat pandemi Covid-19 ini."Bagaimana penggunaan ruangnya, bisa jadi hanya 50% penontonnya. Jujur, bioskop adalah jalur utama pemasukan film nasional. Sementara itu habit penonton berubah, harus ada jarak dll. Ada juga masyarakat yang jadi takut untuk ke bioskop,” tambah Sidi. (Baca: Ini Alasan Taurus Menjadi Begitu Posesif)
Menurut pemerhati film Yan Widjaja, sejak Januari sampai Maret 2020, baru tayang 28 judul film nasional, ditambah 8 film nasional yang tayang Desember 2019. “Masih ada 122 judul film nasional yang tertunda, sedangkan film impor ada 180 judul film. Mungkin prediksi saya nanti di akhir 2020 bakal ada 4 film nasional kolosal yang tayang yaitu Hamka, Bung Hatta, Taufan, dan Gatotkaca,” tutupnya. (Thomas Manggalla)
Seperti banyak sektor lain, pandemi virus corona juga membuat kalangan industri film nasional harus berpikir keras sekaligus kreatif menghadapi situasi yang tak biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya. Dampak yang muncul tak hanya dirasakan saat virus ini beredar. Pada saat kondisi sudah dinyatakan normal, sejumlah tantangan sudah akan menghadang. Salah satunya masalah biaya.
Data menyebut bahwa selama tiga bulan masa PSBB (pembatasan sosial berskala besar), tidak kurang dari 122 judul film nasional dan 180 film impor mengalami penundaan penayangan. Meski demikian, kabar bagusnya adalah bahwa pemerintah sudah memberikan sinyal bahwa bioskop sudah diberi kesempatan untuk kembali memutar film nasional yang disesuaikan dengan protokol kesehatan.
Lantas, untuk menyiasati hal tersebut memasuki masa transisi dari situasi akibat pandemi Covid-19 menuju new normal, insan perfilman merumuskan berbagai hal untuk mengawal film nasional saat mulai tayang nanti.
“Sejauh ini saat masa transisi, dari Pusbang Film ke era Direktorat Perfilman, Musik dan Media Baru Kemendikbud RI, masalah film tetap menjadi pusat perhatian kita semua,“ kata Edy Suwardi Kapokja Apresiasi dan Literasi Direktorat Perfilman, Musik dan Media Baru, Ditjen Kebudayaan Kemendikbud, dalam acara Webinar Online bertopik “Mengawal Film Nasional Saat Tayang di New Normal” yang diikuti oleh KORANSINDO, Jumat (12/6) sore. (Baca: Lola Amaria Bicara Nasib Pekerja Film di Era Normal)
Menurut Edy, menyongsong era new normal setelah tiga bulan dilanda virus Covid-19, masyarakat perfilman diharapkan ikut menyesuaikan diri. "Intinya, kepada pengelola bioskop untuk kembali memutar film nasional yang disesuaikan dengan protokol kesehatan. Kita juga akan beri akses ke komunitas-komunitas film, baik yang di Jakarta maupun yang di daerah,” harapnya.
Tawaran tersebut tidak lantas membuat pelaku industri film Tanah Air, terutama produser film merasa lega. Sejumlah persoalan masih membelit produksi film nasional, sehingga produser film masih mengurungkan rencana syuting saat pandemi Covid-19, seperti diungkapkan produser Lola Amaria.
“Ada opsi sih, tapi di-pending dulu. Kami akan syuting lagi tahun depan dengan proses yang enggak sama dengan memperhatikan protokol kesehatan untuk Covid-19 yang pasti akan berbeda dari kondisi biasanya,” ujar Lola.
Lola mengatakan bahwa biaya produksi film akan bertambah banyak jika dilakukan di tengah new normal. “Kalau mengacu pada standar kesehatan maka diperlukan ide-ide baru yang kreatif, di mana biaya syuting akan melonjak tajam karena banyak rapid test yang dilakukan kepada sejumlah kru film,” jelas anak ketiga dari sembilan bersaudara ini. (Baca juga: Curhat Aktor Reza Rahadian Direspons Menkeu dengan Insentif Pajak)
Artis kelahiran Jakarta, 30 Juli 1977 ini pun menjelaskan, ada 80 kru film yang harus menjalani rapid test dan dilakukan sampai tiga kali serta ditemani paramedis. “Berapa biaya tambahannya. Sementara produser masih harus berjuang supaya kembali modal membuat film. Kalaupun ada biayanya, apakah semua kru bisa mematuhi imbauan itu,” ujar Lola, yang meyakini adanya tambahan biaya yang harus dikeluarkan produser untuk membuat sebuah film.
Lebih lanjut, sineas berdarah Palembang dan Sunda ini pun kembali mempertanyakan bahwa ketika sebuah produksi film layar lebar selesai dibuat dan siap tayang, apakah penonton juga sudah siap datang ke bioskop, mengingat hampir semua bioskop Indonesia berada di dalam gedung mal.
Produser dan pemain film Lima tersebut memastikan bahwa jam tayang bioskop di masa new normal ikut berubah, mengingat operasional bioskop hanya sampai pukul 20.00 WIB. “Sistemnya seperti apa dan berapa kali tayang dan kalaupun kami harus beraktivitas syuting lagi, ya tentu harus dengan cara-cara yang kreatif,” ujar Lola, yang tidak mau ambil risiko terpapar wabah Covid-19 saat menonton film di bioskop.
Hal senada diungkapkan Acha Septriasa yang tengah bermukim di Australia. Dia mengatakan seluruh bioskop di Negeri Kanguru tersebut masih tutup, sejak 22 Maret lalu. “Katanya sih akan dibuka lagi 1 Juli. Memang di Australia, film-film Hollywood tayangnya telat 10 hari sampai 2 minggu dibanding di Indonesia. Resto di sana sudah dibuka dengan jumlah pengunjung dibatasi, tapi bioskop kayanya masih lama,” katanya.
Sementara itu, sineas dan akademisi Sidi Saleh menekankan harus ada transformasi di film. “Film nasional apa yang bakal jadi tumbal atau kelinci percobaan di new normal, kita lihat saja nanti,” kata Sidi.
Dalam pemikirannya, gedung bioskop akan beraktivitas kembali jika ada kebijakan pemerintah yang mampu memberikan solusi terhadap masalah yang terjadi akibat pandemi Covid-19 ini."Bagaimana penggunaan ruangnya, bisa jadi hanya 50% penontonnya. Jujur, bioskop adalah jalur utama pemasukan film nasional. Sementara itu habit penonton berubah, harus ada jarak dll. Ada juga masyarakat yang jadi takut untuk ke bioskop,” tambah Sidi. (Baca: Ini Alasan Taurus Menjadi Begitu Posesif)
Menurut pemerhati film Yan Widjaja, sejak Januari sampai Maret 2020, baru tayang 28 judul film nasional, ditambah 8 film nasional yang tayang Desember 2019. “Masih ada 122 judul film nasional yang tertunda, sedangkan film impor ada 180 judul film. Mungkin prediksi saya nanti di akhir 2020 bakal ada 4 film nasional kolosal yang tayang yaitu Hamka, Bung Hatta, Taufan, dan Gatotkaca,” tutupnya. (Thomas Manggalla)
(ysw)