Pengaruhi Jejak Karbon, KLHK Dorong Penggunaan Alat Transportasi Non-BBM di Lokasi Wisata
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pariwisata berkelanjutan menjadi tujuan yang mesti terwujud. Aksi ini bukan hanya memastikan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan, namun juga memberi manfaat positif untuk lingkungan di lokasi wisata.
Transportasi pun menjadi salah satu perhatian utama yang disorot. Pasalnya, aktivitas terbesar yang memengaruhi jejak karbon pariwisata adalah transportasi.
Kendati pun aktivitas lain seperti penggunaan AC, food waste, dan pesawat juga memberi dampak buruk pada lingkungan dalam sektor pariwisata. Oleh karenanya, transportasi ramah lingkungan perlu didorong untuk dimasifkan.
Baca juga: Angela Tanoesoedibjo: Kelestarian Lingkungan Aset Paling Berharga bagi Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan
Hal tersebut disetujui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Plt. Ketua Dewan Kepariwisataan Berkelanjutan (ISTC), Wahyu Marjaka yang mewakili KLHK, menyampaikan bahwa Gili Trawangan menjadi bukti konkret bahwa lokasi wisata bisa meniadakan transportasi berbahan bakar minyak.
"Di Gili Trawangan tidak ada transportasi yang berbahan bakar minyak, karena di sana mengandalkan cidomo hingga sepeda," ungkap Wahyu dalam Webinar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Rabu (2/3/2022).
Penggunaan alat transportasi nonbahan bakar minyak di Gili Trawangan menjadi bukti bahwa lokasi wisata seharusnya bisa menerapkan konsep berkelanjutan dalam hal transportasinya.
"Transportasi ramah lingkungan perlu dikembangkan, karena akan jadi terobosan yang sangat baik di masa depan saat orang-orang sudah semakin concern terhadap kehidupan yang sustainable," jelasnya.
KLHK tak hanya mendorong pengelola lokasi wisata maupun pemerintah daerah untuk memasifkan transportasi ramah lingkungan, tetapi juga keberadaan restoran atau supplier plant-base.
"Kami juga mendorong stakeholder yang berbisnis restoran, mulai mengarah ke plant-base restorant atau plant-base supplier," ujar Wahyu.
Baca juga: Terapkan Destinasi Berkelanjutan, Bali Berpotensi seperti Maldives
"Hal-hal seperti ini, pengelolaan legalitas di lokasi wisata, kalau emisi karbonnya dapat dihitung dengan tepat, di masa yang akan datang bisa berkontribusi dalam offsetting atau perdagangan emisi yang kini tengah di-develop," lanjutnya.
Lihat Juga: Kemenparekraf Sulap Gedung Film Pesona Indonesia Jadi Bioskop untuk Dukung Karya Anak Bangsa
Transportasi pun menjadi salah satu perhatian utama yang disorot. Pasalnya, aktivitas terbesar yang memengaruhi jejak karbon pariwisata adalah transportasi.
Kendati pun aktivitas lain seperti penggunaan AC, food waste, dan pesawat juga memberi dampak buruk pada lingkungan dalam sektor pariwisata. Oleh karenanya, transportasi ramah lingkungan perlu didorong untuk dimasifkan.
Baca juga: Angela Tanoesoedibjo: Kelestarian Lingkungan Aset Paling Berharga bagi Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan
Hal tersebut disetujui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Plt. Ketua Dewan Kepariwisataan Berkelanjutan (ISTC), Wahyu Marjaka yang mewakili KLHK, menyampaikan bahwa Gili Trawangan menjadi bukti konkret bahwa lokasi wisata bisa meniadakan transportasi berbahan bakar minyak.
"Di Gili Trawangan tidak ada transportasi yang berbahan bakar minyak, karena di sana mengandalkan cidomo hingga sepeda," ungkap Wahyu dalam Webinar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Rabu (2/3/2022).
Penggunaan alat transportasi nonbahan bakar minyak di Gili Trawangan menjadi bukti bahwa lokasi wisata seharusnya bisa menerapkan konsep berkelanjutan dalam hal transportasinya.
"Transportasi ramah lingkungan perlu dikembangkan, karena akan jadi terobosan yang sangat baik di masa depan saat orang-orang sudah semakin concern terhadap kehidupan yang sustainable," jelasnya.
KLHK tak hanya mendorong pengelola lokasi wisata maupun pemerintah daerah untuk memasifkan transportasi ramah lingkungan, tetapi juga keberadaan restoran atau supplier plant-base.
"Kami juga mendorong stakeholder yang berbisnis restoran, mulai mengarah ke plant-base restorant atau plant-base supplier," ujar Wahyu.
Baca juga: Terapkan Destinasi Berkelanjutan, Bali Berpotensi seperti Maldives
"Hal-hal seperti ini, pengelolaan legalitas di lokasi wisata, kalau emisi karbonnya dapat dihitung dengan tepat, di masa yang akan datang bisa berkontribusi dalam offsetting atau perdagangan emisi yang kini tengah di-develop," lanjutnya.
Lihat Juga: Kemenparekraf Sulap Gedung Film Pesona Indonesia Jadi Bioskop untuk Dukung Karya Anak Bangsa
(nug)