Mengenal Metode Cuci Otak Dokter Terawan yang Berujung Pemecatan Anggota IDI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dokter Terawan Agus Putranto dipecat dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) karena permasalahan Etik Kedokteran. Salah satu poin yang disorot IDI adalah penerapan metode cuci otak Dokter Terawan ke pasien, sekali pun terapi tersebut belum teruji secara ilmiah.
Di media sosial, banyak pasien ataupun orang terdekat Dokter Terawan memberikan testimoni. Seperti Nihayatul Wafiroh alias Ninik Wafiroh. Pernyataannya bahkan viral hingga jadi perbincangan banyak orang di Twitter.
Ninik Wafiroh yang merupakan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI secara gamblang menjelaskan dampak positif terapi cuci otak yang dilakukan Dokter Terawan kepada saudaranya, Hisyam.
"Beberapa minggu lalu, Pakde saya, Pakde Hisyam, terindikasi ada penyumbatan di saluran otak beliau, sehingga diputuskan untuk dilakukan Digital Subtraction Angiography (DSA) atau terapi cuci otak dan di Indonesia sepanjang saya tahu hanya Dokter Terawan yang melakukannya," tulis Ninik di Twitter, belum lama ini.
Setelah itu, Ninik menjelaskan bagaimana Pakdenya dirawat dengan sangat baik di bawah pengawasan Dokter Terawan. Dia pun berani bilang bahwa pelayanan yang diberikan Dokter Terawan ke Pakde serta dia sebagai keluarga pasien sangat bagus dan prima.
Terlepas dari itu, publik kembali penasaran dengan metode cuci otak Dokter Terawan yang kontroversial tersebut. Sampai-sampai IDI geram dengan adanya terapi tersebut yang dijalankan Dokter Terawan.
Nah, di pembahasan ini, SINDOnews coba menjelaskan secara detail seperti apa terapi cuci otak Dokter Terawan tersebut. Benarkah ilegal di mata kedokteran?
Dokter Terawan menjelaskan bahwa cuci otak itu sendiri memang tidak ada dalam istilah medis.
"Di dunia medis, cuci otak disebut dengan DSA yang kemudian kami modifikasi dengan tujuan meningkatkan keamanan bagi pasien, keamanan dari radiasi, dari ancaman pada ginjalnya, dan keamanan dari teknik tindakannya," papar Dokter Terawan kala itu.
Pasien yang akan menjalani terapi DSA akan diawali dengan pemeriksaan detail menggunakan diagnostik yang paling canggih, lalu dilakukan check-up lengkap. Pengecekan otak dengan MRI lalu neurologis pun dilakukan untuk menunjang terapi.
Jika hasil observasi sudah dikantongi, tim dokter akan mendiagnosis apakah kelainan tersebut ada di otak atau seluruh tubuh. Letak sumbatan akan menentukan tim dokter yang dikerahkan. Jika sudah, keputusan terapi DSA diberikan ke pasien atau tidak pun akan keluar dari hasil pengamatan dokter-dokter ahli yang terlibat itu.
Jika memang pasien direkomendasikan untuk menjalani DSA, maka tim dokter di bawah pengawasan Dokter Terawan akan melakukan modifikasi DSA sehingga keamanan pada pasien terjamin dan keadaan pasien jauh lebih baik, karena didiagnosis dengan tepat.
Modifikasi DSA yang dimaksud Dokter Terawan itu ialah proses penurunan dosis radiasi DSA biasa (di atas 300 satuan radiasi), diturunkan menjadi 25 satuan radiasi. Ada beberapa bahan lain yang diperlukan, seperti cairan kontras sebanyak 10 cc.
Cairan heparin dipakai Dokter Terawan sebagai medium penghancur plak atau lemak yang menyumbat pembuluh darah, penyebab stroke. Dengan dileburnya plak atau lemak di pembuluh darah, aliran darah bisa kembali lancar. Teknik pembersihannya menggunakan selang kecil yang ditempatkan di titik sumbatan.
"Hampir semua rumah sakit di Indonesia sudah melakukan metode ini, karena saya telah menyebarkannya sejak 2006. Metode cuci otak ini sudah melayani puluhan ribu pasien, tiap tahunnya bisa 3.000 pasien," kata Dokter Terawan.
Mantan Menteri Kesehatan tersebut mengungkapkan bahwa sekali terapi, waktu yang dibutuhkan itu sekitar 25 menit. Setelah pasien menjalani DSA, check up rutin adalah hal yang harus dilakukan pasien untuk memantau kondisi otak pascatindakan DSA.
Dokter Terawan cukup percaya diri bahwa metode cuci otak yang dikembangkannya hingga saat ini belum ada laporan efek samping yang buruk. Itu juga yang membuatnya yakin bahwa cuci otak untuk stroke ini bisa terus diberikan ke pasien sebagai terapi penanganan stroke.
Bahkan, ada klaim yang beredar mengenai terapi cuci otak Dokter Terawan ini adalah tindakan modifikasi DSA tersebut bisa menyembuhkan pasien stroke 4-5 jam pascatindakan medis dilakukan.
Perlu Anda ketahui bahwa metode cuci otak ini adalah bagian dari disertasi Dokter Terawan, judul disertasinya yaitu Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis.
Karya ilmiah itu dipresentasikan Dokter Terawan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar sebagai syarat gelar doktornya.
Karena terapi cuci otak itu pula Dokter Terawan berhasil mendapat beberapa penghargaan, seperti rekor dari Museum Rekor Indonesia sebagai Penemu Terapi Cuci Otak dan Penerapan Program Digital Subtraction Angiography (DSA) Terbanyak.
Bahkan, menurut beberapa informasi terapi cuci otak Dokter Terawan ini sudah diterapkan di Jerman dengan nama paten 'Terawan Theory'.
Di media sosial, banyak pasien ataupun orang terdekat Dokter Terawan memberikan testimoni. Seperti Nihayatul Wafiroh alias Ninik Wafiroh. Pernyataannya bahkan viral hingga jadi perbincangan banyak orang di Twitter.
Ninik Wafiroh yang merupakan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI secara gamblang menjelaskan dampak positif terapi cuci otak yang dilakukan Dokter Terawan kepada saudaranya, Hisyam.
"Beberapa minggu lalu, Pakde saya, Pakde Hisyam, terindikasi ada penyumbatan di saluran otak beliau, sehingga diputuskan untuk dilakukan Digital Subtraction Angiography (DSA) atau terapi cuci otak dan di Indonesia sepanjang saya tahu hanya Dokter Terawan yang melakukannya," tulis Ninik di Twitter, belum lama ini.
Setelah itu, Ninik menjelaskan bagaimana Pakdenya dirawat dengan sangat baik di bawah pengawasan Dokter Terawan. Dia pun berani bilang bahwa pelayanan yang diberikan Dokter Terawan ke Pakde serta dia sebagai keluarga pasien sangat bagus dan prima.
Terlepas dari itu, publik kembali penasaran dengan metode cuci otak Dokter Terawan yang kontroversial tersebut. Sampai-sampai IDI geram dengan adanya terapi tersebut yang dijalankan Dokter Terawan.
Nah, di pembahasan ini, SINDOnews coba menjelaskan secara detail seperti apa terapi cuci otak Dokter Terawan tersebut. Benarkah ilegal di mata kedokteran?
Dokter Terawan menjelaskan bahwa cuci otak itu sendiri memang tidak ada dalam istilah medis.
"Di dunia medis, cuci otak disebut dengan DSA yang kemudian kami modifikasi dengan tujuan meningkatkan keamanan bagi pasien, keamanan dari radiasi, dari ancaman pada ginjalnya, dan keamanan dari teknik tindakannya," papar Dokter Terawan kala itu.
Pasien yang akan menjalani terapi DSA akan diawali dengan pemeriksaan detail menggunakan diagnostik yang paling canggih, lalu dilakukan check-up lengkap. Pengecekan otak dengan MRI lalu neurologis pun dilakukan untuk menunjang terapi.
Jika hasil observasi sudah dikantongi, tim dokter akan mendiagnosis apakah kelainan tersebut ada di otak atau seluruh tubuh. Letak sumbatan akan menentukan tim dokter yang dikerahkan. Jika sudah, keputusan terapi DSA diberikan ke pasien atau tidak pun akan keluar dari hasil pengamatan dokter-dokter ahli yang terlibat itu.
Jika memang pasien direkomendasikan untuk menjalani DSA, maka tim dokter di bawah pengawasan Dokter Terawan akan melakukan modifikasi DSA sehingga keamanan pada pasien terjamin dan keadaan pasien jauh lebih baik, karena didiagnosis dengan tepat.
Modifikasi DSA yang dimaksud Dokter Terawan itu ialah proses penurunan dosis radiasi DSA biasa (di atas 300 satuan radiasi), diturunkan menjadi 25 satuan radiasi. Ada beberapa bahan lain yang diperlukan, seperti cairan kontras sebanyak 10 cc.
Cairan heparin dipakai Dokter Terawan sebagai medium penghancur plak atau lemak yang menyumbat pembuluh darah, penyebab stroke. Dengan dileburnya plak atau lemak di pembuluh darah, aliran darah bisa kembali lancar. Teknik pembersihannya menggunakan selang kecil yang ditempatkan di titik sumbatan.
"Hampir semua rumah sakit di Indonesia sudah melakukan metode ini, karena saya telah menyebarkannya sejak 2006. Metode cuci otak ini sudah melayani puluhan ribu pasien, tiap tahunnya bisa 3.000 pasien," kata Dokter Terawan.
Mantan Menteri Kesehatan tersebut mengungkapkan bahwa sekali terapi, waktu yang dibutuhkan itu sekitar 25 menit. Setelah pasien menjalani DSA, check up rutin adalah hal yang harus dilakukan pasien untuk memantau kondisi otak pascatindakan DSA.
Dokter Terawan cukup percaya diri bahwa metode cuci otak yang dikembangkannya hingga saat ini belum ada laporan efek samping yang buruk. Itu juga yang membuatnya yakin bahwa cuci otak untuk stroke ini bisa terus diberikan ke pasien sebagai terapi penanganan stroke.
Bahkan, ada klaim yang beredar mengenai terapi cuci otak Dokter Terawan ini adalah tindakan modifikasi DSA tersebut bisa menyembuhkan pasien stroke 4-5 jam pascatindakan medis dilakukan.
Perlu Anda ketahui bahwa metode cuci otak ini adalah bagian dari disertasi Dokter Terawan, judul disertasinya yaitu Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis.
Karya ilmiah itu dipresentasikan Dokter Terawan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar sebagai syarat gelar doktornya.
Karena terapi cuci otak itu pula Dokter Terawan berhasil mendapat beberapa penghargaan, seperti rekor dari Museum Rekor Indonesia sebagai Penemu Terapi Cuci Otak dan Penerapan Program Digital Subtraction Angiography (DSA) Terbanyak.
Bahkan, menurut beberapa informasi terapi cuci otak Dokter Terawan ini sudah diterapkan di Jerman dengan nama paten 'Terawan Theory'.
(tsa)