4 Film Sejarah Indonesia yang Dilarang Tayang, Nomor Terakhir Sempat Masuk Nominasi Oscar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Film sejarah Indonesia kebanyakan menggambarkan tentang perjuangan bangsa ini saat melawan penjajah ataupun revolusi yang terjadi di Tanah Air. Meski demikian, ada kalanya film bertema sejarah hanya mengambil setting di era sebelum dan setelah kemerdekaan, sementara kisahnya fiktif sehingga sangat menarik dengan segala dramatisasinya.
Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki sejarah yang panjang. Hal inilah yang membuat banyak produser dan sutradara tertarik untuk membuat film yang berkaitan dengan sejarah bangsa.
Namun, untuk membuat film seperti ini haruslah mempertimbangkan berbagai aspek seperti perizinan dan juga harus sesuai dengan versi pemerintah. Film yang tidak sesuai dengan dasar-dasar yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia akan dilarang untuk tayang, baik di bioskop maupun stasiun televisi, karena dikhawatirkan bakal menimbulkan kontroversi, bahkan perpecahan antarkalangan.
Berikut empat film sejarah Indonesia yang dilarang tayang oleh pemerintah.
1. Pagar Kawat Berduri (1961)
Film ini bercerita tentang perjuangan para pejuang sebelum masa kemerdekaan Indonesia yang ditahan di penjara Belanda. Para pejuang ini nekat menyuarakan revolusi dari dalam penjara.
Film ini mengisahkan Parman yang berusaha melarikan diri dari penjara dan berteman dengan Koenen, salah satu perwira Belanda yang berniat mencari informasi.
Film garapan Asrul Sani ini dilarang tayang oleh Partai Komunis Indonesia pada saat itu karena menampilkan keakraban pejuang Indonesia dengan perwira Belanda. Partai itu menganggap bahwa film Pagar Kawat Berduri mengajak masyarakat bersimpati pada Belanda.
Meski demikian, film ini berhasil diselamatkan oleh Soekarno yang saat itu menjabat presiden Indonesia, walau pada akhirnya tetap tidak jadi tayang di bioskop.
2. Max Havelaar (1976)
Film besutan Fons Rademakers ini mengadaptasi kisah novel berjudul Max Havelaar yang dikarang oleh Eduard Douwes Dekker atau dikenal sebagai Multatuli. Sejak awal pembuatannya, Max Havelaar telah menimbulkan kontroversi hingga memakan waktu tiga tahun untuk proses penyelesaiannya.
Sebelum dirilis, film ini juga sempat tertahan di Badan Sensor Film (BSF) selama 10 tahun. Begitu Max Havelaar bisa tayang selama beberapa hari pada 1976, film ini langsung dilarang pemutarannya oleh pemerintah Orde Baru.
3. Merdeka 17805 (2001)
Film ini dilarang tayang bukan karena jalan ceritanya, melainkan gara-gara menampilkan adegan yang tidak bisa diterima oleh masyarakat Indonesia.
Adegan yang dimaksud memperlihatkan seorang wanita Jawa tua yang mencium kaki tentara Jepang sambil menceritakan salah satu bait dari Ramalan Jayabaya, tentang bangsa berkulit kuning yang akan membebaskan masyarakat Jawa dari penderitaan panjang.
Selain itu, Merdeka 17805 dilarang tayang di Indonesia karena alasan politik. Namun, film ini justru sukses di Jepang. Merdeka 17805 dibintangi oleh aktor Jepang dan Indonesia di antaranya Lola Amaria, Muhammad Iqbal, dan Aulia Achsan.
4. The Act of Killing (2012)
Berbeda dari ketiga film sebelumnya, The Act of Killing merupakan sebuah film dokumenter yang menceritakan sejarah setelah kemerdekaan Indonesia.
Film hasil kolaborasi antara sineas Denmark, Inggris, dan Norwegia ini menampilkan kisah tentang PKI. Bukan tentang kekejaman PKI, namun lebih menyorot para pelaku pembunuhan anti-PKI yang terjadi selama 1965-1966.
The Act of Killing disambut baik oleh penonton dunia, hingga masuk dalam nominasi Best Documentary Feature Oscar 2014. Sayang, tema yang cukup sensitif ini sulit diterima oleh pemerintah Indonesia sehingga dilarang tayang di Tanah Air.
Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki sejarah yang panjang. Hal inilah yang membuat banyak produser dan sutradara tertarik untuk membuat film yang berkaitan dengan sejarah bangsa.
Namun, untuk membuat film seperti ini haruslah mempertimbangkan berbagai aspek seperti perizinan dan juga harus sesuai dengan versi pemerintah. Film yang tidak sesuai dengan dasar-dasar yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia akan dilarang untuk tayang, baik di bioskop maupun stasiun televisi, karena dikhawatirkan bakal menimbulkan kontroversi, bahkan perpecahan antarkalangan.
Berikut empat film sejarah Indonesia yang dilarang tayang oleh pemerintah.
1. Pagar Kawat Berduri (1961)
Film ini bercerita tentang perjuangan para pejuang sebelum masa kemerdekaan Indonesia yang ditahan di penjara Belanda. Para pejuang ini nekat menyuarakan revolusi dari dalam penjara.
Film ini mengisahkan Parman yang berusaha melarikan diri dari penjara dan berteman dengan Koenen, salah satu perwira Belanda yang berniat mencari informasi.
Film garapan Asrul Sani ini dilarang tayang oleh Partai Komunis Indonesia pada saat itu karena menampilkan keakraban pejuang Indonesia dengan perwira Belanda. Partai itu menganggap bahwa film Pagar Kawat Berduri mengajak masyarakat bersimpati pada Belanda.
Meski demikian, film ini berhasil diselamatkan oleh Soekarno yang saat itu menjabat presiden Indonesia, walau pada akhirnya tetap tidak jadi tayang di bioskop.
2. Max Havelaar (1976)
Film besutan Fons Rademakers ini mengadaptasi kisah novel berjudul Max Havelaar yang dikarang oleh Eduard Douwes Dekker atau dikenal sebagai Multatuli. Sejak awal pembuatannya, Max Havelaar telah menimbulkan kontroversi hingga memakan waktu tiga tahun untuk proses penyelesaiannya.
Sebelum dirilis, film ini juga sempat tertahan di Badan Sensor Film (BSF) selama 10 tahun. Begitu Max Havelaar bisa tayang selama beberapa hari pada 1976, film ini langsung dilarang pemutarannya oleh pemerintah Orde Baru.
3. Merdeka 17805 (2001)
Film ini dilarang tayang bukan karena jalan ceritanya, melainkan gara-gara menampilkan adegan yang tidak bisa diterima oleh masyarakat Indonesia.
Adegan yang dimaksud memperlihatkan seorang wanita Jawa tua yang mencium kaki tentara Jepang sambil menceritakan salah satu bait dari Ramalan Jayabaya, tentang bangsa berkulit kuning yang akan membebaskan masyarakat Jawa dari penderitaan panjang.
Selain itu, Merdeka 17805 dilarang tayang di Indonesia karena alasan politik. Namun, film ini justru sukses di Jepang. Merdeka 17805 dibintangi oleh aktor Jepang dan Indonesia di antaranya Lola Amaria, Muhammad Iqbal, dan Aulia Achsan.
4. The Act of Killing (2012)
Berbeda dari ketiga film sebelumnya, The Act of Killing merupakan sebuah film dokumenter yang menceritakan sejarah setelah kemerdekaan Indonesia.
Film hasil kolaborasi antara sineas Denmark, Inggris, dan Norwegia ini menampilkan kisah tentang PKI. Bukan tentang kekejaman PKI, namun lebih menyorot para pelaku pembunuhan anti-PKI yang terjadi selama 1965-1966.
The Act of Killing disambut baik oleh penonton dunia, hingga masuk dalam nominasi Best Documentary Feature Oscar 2014. Sayang, tema yang cukup sensitif ini sulit diterima oleh pemerintah Indonesia sehingga dilarang tayang di Tanah Air.
(tsa)