Dilarang Dipakai Tamu Undangan Pernikahan Kaesang-Erina, Ini Makna Filosofis Motif Parang

Sabtu, 10 Desember 2022 - 09:35 WIB
loading...
A A A
Agnes juga menjelaskan bahwa parang itu sendiri berasal dari kata 'pereng' yang berarti tebing, polanya garis-garis diagonal 45 derajat. Sudut 45 derajat pun memiliki makna filosofis.

Adalah sudut sakral karena menunjukkan perjuangan seorang pemimpin dari dasar, bertirakat yang diibaratkan menaiki bukit menuju puncak gunung (manunggaling kawula Gusti), untuk kemudian membawa wahyunya turun demi kemakmuran rakyatnya.



"Parang tercipta dari perjalanan tirakat panjang Danang Sutawijaya di tebing pantai selatan sebelum akhirnya memulai babad alas Mentaok yang mengawali berdirinya kerajaan Mataram. Danang Sutawijaya kemudian bergelar Panembahan Senopati, penguasa pertama Kerajaan Mataram," jelas Agnes.

Dia melanjutkan, bentuk-bentuk yang terdapat pada motif parang menyimpan kode rahasia alam semesta yang sangat tinggi tingkatannya, hingga di zaman itu hanya orang yang waskita saja yang tahu maknanya.

Simbol-simbol tersembunyi dengan sangat rapatnya. Misalnya, diketahui kemudian bahwa di dalam motif parang tersembunyi simbol burung rajawali yang tidak bakal bisa terlihat oleh mata orang awam.

"Dari buku 'Batik-Filosofi, Motif & Kegunaan' yang disusun oleh Adi Kusrianto (2013), dijelaskan bagaimana objek rajawali didekonstruksi sedemikian rupa, menjadi bentuk dengan stilisasi tingkat tinggi," terang Agnes.

Ada bagian kepala burung yang didekonstruksi menjadi bagian motif yang disebut 'uceng' yang bermakna alam pikiran seorang raja atau pemimpin; bagian paruh yang beralih bentuk menjadi lidah api, menggambarkan kemampuan seorang raja yang memiliki 'sabdo dadi' (apapun yang diucapkan akan terjadi); bagian badan yang melukiskan kekuatan fisik, dan lain sebagainya.

"Ya, burung dijadikan simbol tahta tertinggi di banyak kebudayaan di belahan bumi manapun. Dan burung rajawali atau garuda adalah makhluk bumi yang bisa terbang mendekati langit atau surga. Burung rajawali juga merupakan simbol 'Wong Agung' atau manusia di atas rata-rata," tutur Agnes.

"Hal unik dan khas dari Parang justru karena mata awam tidak bisa melihat bentuk burung tersebut. Ini tentunya sejalan dengan falsafah Jawa yang mengedepankan aspek rasa dan kepantasan, yang mana keunggulan diri tidak boleh dipamerkan. Semakin tinggi kedudukan dan ilmu seseorang, semakin halus dan berkias bahasanya," katanya lagi.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1623 seconds (0.1#10.140)