Harmoni Kain Indonesia
A
A
A
Deretan busana eksplorasi dari keindahan kain negeri hadir mengisi panggung Jakarta Fashion and Food Festival (JFFF ) 2015, Senin (25/5) lalu. Tajuk “Kain Negeri” kembali dihadirkan yang merupakan kolaborasi penampilan desainer dari Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI).
Enam desainer dari IPMI yang tahun ini mengisi “Kain Negeri” adalah Carmanita, Danny Satriadi, Liliana Lim, Tri Handoko, Yongki Budisutisna, dan Yogie Pratama. Muncul pertama, koleksi dari Danny Satriadi dengan deretan busana bertajuk “Itsydaisee” yang merupakan penerjemahan dari bunga daisy yang dikembangkan ke dalam motif batik untuk Arkamaya.
“Arkamaya masih mengangkat batik Cirebonan. Di sini motif bunga daisy disederhanakan menjadi motif kawung dan truntum yang mengandung filosofi tentang panjang umur dan kesucian,” tutur Danny sebelum pergelaran. Dengan bahan dasar katun yang merupakan material yang dibuat untuk bahan dasar batik dan ATBM.
Tampilan batik juga diberikan sentuhan motif grafis, motif batik tersebut diimplementasikan ke dalam motif Cirebonan khas berupa burung dan bunga buketan sehingga membentuk gradasi warna yang unik dan menarik. Selain itu disisipkan beberapa teknik, digital printing , laser cut, baik dari acrlic maupun transfer paper yang merupakan pusat perhatian dari setiap potongannya.
Sementara, warna yang digunakan kali ini cukup beragam dengan dominasi palet persian blue dan briliant peach . Koleksi dari Tri Handoko selanjutnya hadir dengan 10 tampilan. Teknik jumputan pertama kalinya digunakan yang dikerjakan sendiri tanpa perajin dan dibuat dalam warna monokromatik hitam dan putih. Sebagian besar cutting muncul loose dan structure .
Kemudian, Liliana Lim lewat judul “Cadudasa” yang diambil dari bahasa Sanskerta memiliki arti cemerlang. Liliana mentransformasikan kain ikat Bali yang merupakan kriya tenun Indonesia hasil tenun bukan mesin dari helaian benang yang dipadu bersama lace warna lime green mencolok dan lace dark blue bertaut aplikasi beading . Liliana memberi delapan tampilan busana dengan yang pertama muncul berupa dress hitam tanpa lengan berdetail embllishment .
Lalu nampak atasan neon kuning dalam potongan crop top tanpa lengan yang dipadu bersama celana lebar 7/8. Ada pula maxi dress yang bermain grafis dengan aksen garis kerah “V” dipadu rok melebar. Di koleksi ini Liliana banyak menekankan permainan detail embllishment lewat batu-batu.
Adapun Yongki Budisutisna selanjutnya memberi tampilan permainan color blocking untuk eksplorasi kain Nusantara. Di antaranya juga mengambil desain pada permainan warna dan garis melengkung, seperti lengkungan kelopak bunga. Aksesori model hadir dengan ikat rambut bunga yang terkesan playful dan centil.
“Lewat kain negeri, saya ingin mengajak kaum muda untuk melirik kekayaan budaya Indonesia,” ucap Yongki. Terinspirasi keberagaman warna dan motif yang terdapat di berbagai jenis kain khas tradisional. Tema “Coalition” dari deretan busana Yongki merupakan penggabungan kain batik Cirebon, tenun Bali, dan songket dalam perpaduan dan harmoni warna cerah.
Selanjutnya, Charmanita untuk pergelaran kain negeri kali ini tampil lebih natural dengan warna-warna alam seperti cokelat. Charmanita memilih teknik Majalaya woven , tampil tema woven ini hingga benang-benang yang digunakan. Materialnya juga dikawinkan dengan bahan sulam dan vintage sulam India dan songket.
“Dalam pergelaran Kain Negeri ini, kami semua punya peran untuk mengangkat kekayaan Indonesia agar jangan punah dan dimakan oleh budaya lain yang masuk,” sebut Charmanita. Terakhir, desainer Yogie Pratama lewat eksplorasi songket Palembang, membuat koleksi yang bisa di-mixand match tapi ide yang modern.
Dyah ayu pamela
Enam desainer dari IPMI yang tahun ini mengisi “Kain Negeri” adalah Carmanita, Danny Satriadi, Liliana Lim, Tri Handoko, Yongki Budisutisna, dan Yogie Pratama. Muncul pertama, koleksi dari Danny Satriadi dengan deretan busana bertajuk “Itsydaisee” yang merupakan penerjemahan dari bunga daisy yang dikembangkan ke dalam motif batik untuk Arkamaya.
“Arkamaya masih mengangkat batik Cirebonan. Di sini motif bunga daisy disederhanakan menjadi motif kawung dan truntum yang mengandung filosofi tentang panjang umur dan kesucian,” tutur Danny sebelum pergelaran. Dengan bahan dasar katun yang merupakan material yang dibuat untuk bahan dasar batik dan ATBM.
Tampilan batik juga diberikan sentuhan motif grafis, motif batik tersebut diimplementasikan ke dalam motif Cirebonan khas berupa burung dan bunga buketan sehingga membentuk gradasi warna yang unik dan menarik. Selain itu disisipkan beberapa teknik, digital printing , laser cut, baik dari acrlic maupun transfer paper yang merupakan pusat perhatian dari setiap potongannya.
Sementara, warna yang digunakan kali ini cukup beragam dengan dominasi palet persian blue dan briliant peach . Koleksi dari Tri Handoko selanjutnya hadir dengan 10 tampilan. Teknik jumputan pertama kalinya digunakan yang dikerjakan sendiri tanpa perajin dan dibuat dalam warna monokromatik hitam dan putih. Sebagian besar cutting muncul loose dan structure .
Kemudian, Liliana Lim lewat judul “Cadudasa” yang diambil dari bahasa Sanskerta memiliki arti cemerlang. Liliana mentransformasikan kain ikat Bali yang merupakan kriya tenun Indonesia hasil tenun bukan mesin dari helaian benang yang dipadu bersama lace warna lime green mencolok dan lace dark blue bertaut aplikasi beading . Liliana memberi delapan tampilan busana dengan yang pertama muncul berupa dress hitam tanpa lengan berdetail embllishment .
Lalu nampak atasan neon kuning dalam potongan crop top tanpa lengan yang dipadu bersama celana lebar 7/8. Ada pula maxi dress yang bermain grafis dengan aksen garis kerah “V” dipadu rok melebar. Di koleksi ini Liliana banyak menekankan permainan detail embllishment lewat batu-batu.
Adapun Yongki Budisutisna selanjutnya memberi tampilan permainan color blocking untuk eksplorasi kain Nusantara. Di antaranya juga mengambil desain pada permainan warna dan garis melengkung, seperti lengkungan kelopak bunga. Aksesori model hadir dengan ikat rambut bunga yang terkesan playful dan centil.
“Lewat kain negeri, saya ingin mengajak kaum muda untuk melirik kekayaan budaya Indonesia,” ucap Yongki. Terinspirasi keberagaman warna dan motif yang terdapat di berbagai jenis kain khas tradisional. Tema “Coalition” dari deretan busana Yongki merupakan penggabungan kain batik Cirebon, tenun Bali, dan songket dalam perpaduan dan harmoni warna cerah.
Selanjutnya, Charmanita untuk pergelaran kain negeri kali ini tampil lebih natural dengan warna-warna alam seperti cokelat. Charmanita memilih teknik Majalaya woven , tampil tema woven ini hingga benang-benang yang digunakan. Materialnya juga dikawinkan dengan bahan sulam dan vintage sulam India dan songket.
“Dalam pergelaran Kain Negeri ini, kami semua punya peran untuk mengangkat kekayaan Indonesia agar jangan punah dan dimakan oleh budaya lain yang masuk,” sebut Charmanita. Terakhir, desainer Yogie Pratama lewat eksplorasi songket Palembang, membuat koleksi yang bisa di-mixand match tapi ide yang modern.
Dyah ayu pamela
(bbg)