Kemewahan Batik Pekalongan

Minggu, 31 Mei 2015 - 11:09 WIB
Kemewahan Batik Pekalongan
Kemewahan Batik Pekalongan
A A A
Perhelatan Jakarta Fashion and Food Festival (JFFF ) 2015 ditutup oleh persembahan koleksi dari desainer Didi Budiardjo, Kamis (28/5) lalu. Bertajuk “Uri-Uri” yang dalam bahasa Jawa diartikan sebagai merawat dan melestarikan budaya.

Deretan busana yang berjumlah 43 tampilan ini tercipta berkat kolaborasi dengan Pemerintah dan Dekranasda Kota Pekalongan. “Image batik tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang kuno tetapi sudah menjadi bagian lifestyle,” sebut Dwi Ari Putranto, perwakilan dari Wali Kota Pekalongan.

Menurut Dwi, kolaborasi merupakan satu bentuk dukungan Pemkot Pekalongan untuk JFFF 2015, sekaligus mempromosikan Kota Pekalongan sebagai kota batik untuk dapat memberikan dampak positif bagi Kota Pekalongan, kota kecil di pantai utara Jawa yang kini telah masuk sebagai jejaring kota kreatif dunia dalam bidang kerajinan dan kesenian dari rakyat, apresiasi yang diberikan UNESCO pada Desember 2014.

Hasil kolaborasi juga merupakan bagian dari 25 tahun Didi Budiardjo berkarya di industri mode. Dalam pergelaran kali ini Didi menghadirkan Resort Collection 2015-2016 bernuansa kota pesisiran, Pekalongan. “Batik Pekalongan bagi saya begitu adaptable . Dan koleksi ini sekaligus menggambarkan kecintaan saya pada budaya Indonesia, khususnya batik sebagai mahakarya,” tutur Didi.

Backsound suara jangkrik dan gamelan Jawa bercampur kolaborasi harmoni modern, lalu permainan musik orkestra menjadi pemula pergelaran. Muncul satu tampilan seorang model yang tampil anggun berjalan perlahan dengan dress ball gown . Pergelaran busana terasa istimewa berkat iringan orkestra dari Wong Aksan serta alunan vokal Maruli Tampubolon.

Kemudian muncul tampilan busana yang begitu mengindahkan sisi kewanitaan. Selain tampilan anggun di berbagai potongan bentuk dress , ada pula paduan kasual seperti coat oversize, kemeja putih, dan outwear dengan embllishment bulu-bulu hitam. Ada dress dengan batik yang tampil dengan renda, berikut padanan celana lebar.

Juga tampilan crop top manik-manik berwarna kuning keemasan dengan rok lebar. Termasuk yang berwujud potongan busana kimono. Didi juga bermain teknik lipatan dan fokus potongan di pinggang, tapi ada juga yang tampilan busananya loose . Ada makna yang terkandung di setiap motif batik.

Terutama diutarakan Didi, dirinya begitu cinta terhadap semua motif batik klasik dengan berbagai arti serta filosofi sebagai hal yang menarik dari batik Jawa. Ini memang bukan pertama kalinya Didi mengolah batik, Namun, pada 43 set busana yang dikerjakan selama 3 bulan tersebut, baginya merupakan pekerjaan luar biasa karena semuanya merupakan batik tulis yang dikerjakan dengan rentang waktu ratusan ribu jam oleh perajin.

“Saya ingin masyarakat mengapresiasi batik lebih lagi. Itu karena membuat batik itu rumit dan butuh waktu. Masyarakat bisa mengapresiasinya dengan membeli batik dan perajin batik butuh agar ada perputaran roda ekonomi,” ucap Didi.

Dyah ayu pamela
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9976 seconds (0.1#10.140)