Makanan Pedas Bikin Panjang Umur?
A
A
A
BEIJING - Makanan pedas ternyata memiliki kaitan dengan umur panjang. Klaim ini muncul dari sebuah kajian yang dilakukan di China. Dalam studi tersebut, peneliti meminta hampir 500.000 orang di China untuk menjelaskan seberapa sering mereka mengonsumsi makanan pedas.
Responden dalam kajian ini berusia 30—79 tahun. Para peneliti kemudian menindaklanjuti penelitian ini sekitar tujuh tahun kemudian, dan ternyata sebanyak 20.000 orang telah meninggal dunia.
Menurut penelitian yang diterbitkan pada 4 Agustus lalu, para peneliti menemukan bahwa orang-orang dalam studi yang makan makanan pedas satu atau dua kali dalam seminggu memiliki kemungkinan 10% untuk hidup lebih lama dibandingkan dengan mereka yang makan makanan pedas kurang dari sekali dalam seminggu.
Selain itu, penemuan tersebut juga menemukan bahwa orang-orang yang makan makanan pedas tiga kali atau lebih dalam seminggu memiliki 14% untuk hidup lebih lama dibandingkan dengan mereka yang makan makanan pedas kurang dari sekali seminggu.
Namun, penelitian ini adalah observasional sehingga terlalu dini untuk mengatakan apakah ada hubungan sebab akibat antara makan makanan pedas dan tingkat kematian. “Kami pasti membutuhkan lebih banyak data dari populasi lain,” ujar Lu Qi, seorang profesor di Harvard School of Public Health di Boston, Massachusetts.
Para peneliti mengaku tidak tahu persis mengapa konsumsi makanan pedas begitu dikaitkan dengan rendahnya tingkat kematian, tetapi penelitian sebelumnya yang dilakukan pada sel-sel dan hewan telah menghasilkan beberapa kemungkinan. Misalnya, konsumsi makanan pedas telah terbukti menurunkan peradangan, meningkatkan pemecahan lemak dalam tubuh, dan mengubah komposisi bakteri usus.
Dilansir Fox News, para peneliti masih belum tahu pasti apakah mengonsumsi makanan pedas dapat memiliki efek menguntungkan pada kesehatan atau kematian pada manusia. “Penelitian di masa depan diperlukan untuk menentukan apakah konsumsi makanan pedas memiliki potensi untuk meningkatkan kesehatan dan mengurangi angka kematian secara langsung, atau itu hanyalah penanda faktor diet dan gaya hidup lainnya,” papar Nita Forouhi, seorang epidemiologist nutrisi di University of Cambridge UK.
Responden dalam kajian ini berusia 30—79 tahun. Para peneliti kemudian menindaklanjuti penelitian ini sekitar tujuh tahun kemudian, dan ternyata sebanyak 20.000 orang telah meninggal dunia.
Menurut penelitian yang diterbitkan pada 4 Agustus lalu, para peneliti menemukan bahwa orang-orang dalam studi yang makan makanan pedas satu atau dua kali dalam seminggu memiliki kemungkinan 10% untuk hidup lebih lama dibandingkan dengan mereka yang makan makanan pedas kurang dari sekali dalam seminggu.
Selain itu, penemuan tersebut juga menemukan bahwa orang-orang yang makan makanan pedas tiga kali atau lebih dalam seminggu memiliki 14% untuk hidup lebih lama dibandingkan dengan mereka yang makan makanan pedas kurang dari sekali seminggu.
Namun, penelitian ini adalah observasional sehingga terlalu dini untuk mengatakan apakah ada hubungan sebab akibat antara makan makanan pedas dan tingkat kematian. “Kami pasti membutuhkan lebih banyak data dari populasi lain,” ujar Lu Qi, seorang profesor di Harvard School of Public Health di Boston, Massachusetts.
Para peneliti mengaku tidak tahu persis mengapa konsumsi makanan pedas begitu dikaitkan dengan rendahnya tingkat kematian, tetapi penelitian sebelumnya yang dilakukan pada sel-sel dan hewan telah menghasilkan beberapa kemungkinan. Misalnya, konsumsi makanan pedas telah terbukti menurunkan peradangan, meningkatkan pemecahan lemak dalam tubuh, dan mengubah komposisi bakteri usus.
Dilansir Fox News, para peneliti masih belum tahu pasti apakah mengonsumsi makanan pedas dapat memiliki efek menguntungkan pada kesehatan atau kematian pada manusia. “Penelitian di masa depan diperlukan untuk menentukan apakah konsumsi makanan pedas memiliki potensi untuk meningkatkan kesehatan dan mengurangi angka kematian secara langsung, atau itu hanyalah penanda faktor diet dan gaya hidup lainnya,” papar Nita Forouhi, seorang epidemiologist nutrisi di University of Cambridge UK.
(alv)