BWCF Kembali Digelar, Diharapkan Terbentuk Asosiasi Penulis
A
A
A
MAGELANG - Aktivitas literasi dan seni budaya yang bertajuk Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) ke-5 kembali dilangsungkan. Menandai dilangsungkan bertemunya berbagai penulis dari berbagai daerah dengan pidato budaya yang disampaikan Sutradara Film Garin Nugroho di Hotel Atria Magelang, Jawa Tengah, Rabu (5/10/2016).
Ketua Pelaksana BWCF ke-5 Yoke Darmawan mengatakan, acara ini merupakan agenda tahunan aktivitas literasi dan seni budaya dengan dua kegiatan yakni Writers Forum serta Pesta Seni Budaya. Adapun acara ini dilangsungkan bertujuan sebagai wahana edukasi juga ajang temu ilmuwan, penulis, pembaca untuk dapat mengembangkan kreativitas dan pengetahuan budaya. Selain itu, perayaan dari karya-karya kreatif anak bangsa yang diharap pada intinya memberi nafas kebudayaan bagi masyarakat dan industri pariwisata Indonesia bermuatan sejarah.
“Keunikan dari festival ini dibanding festival-festival lainnya adalah pada tema yang mengangkat kekayaan budaya dan sejarah Nusantara. Tahun ini BWCF mengambil tema, setelah 200 tahun Serat Centhini-Musyawarah Akbar Kitab-Kitab Klasik Nusantara,” kata Yoke.
Dalam BWCF kali ini dihadiri sekitar 300 peserta yang meliputi para sastrawan, sejarawan, arkeolog, budayawan, kalangan akademisi, pembuat film, pencinta sejarah, mahasiswa dan seniman pada umumnya termasuk para jurnalis budaya. Selain itu, para tokoh-tokoh komunitas seni-budaya yang sekaligus melibatkan masyarakat di Komunitas Lima Gunung.
Acara ini secara resmi dibuka Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. “BWCF ini merupakan bertemunya beberapa orang yang bisa mempengaruhi. Mereka menceritakan perjalanan sejarah yang di-review dan dipikirkan didepan. Hasil ini kemudian dijadikan satu dan menjadi aset yang kita miliki. Kemudian bisa diceritakan ulang kepada banyak orang,” kata Ganjar.
Menurutnya, BWCF membahas berbagai hal seperti membahas soal perjalanan rempah-rempah, sejarah silat di Indonesia dan saat ini membahas soal Centhini. “Mereka membahas spiritualitas Centhini atau tasawuf. Saya tidak memiliki kemampuan untuk itu, tapi ini menjadi ruang yang sangat luar biasa,” ujarnya.
Sementara itu, Deputi Hubungan Antar Wilayah dan Lembaga Badan Ekonomi Kreatif, Endah W Sulistianti mengatakan, yang menelurkan karya kreatif itu penulis. Selama ini, para pelaku kreatif (penulis) hampir tidak pernah bermusyawarah untuk melembagakan asosiasi maupun apapun bentuknya. “Dalam wadah itu, mereka nanti bisa memperjuangkan hak-hak dan tataran ekonomi kreatif,” katanya, kemarin.
Dalam BWCF tersebut, kata Endah, akan memetakan terlebih dahulu permasalahan dalam dunia penulisan dan penerbitan. Kemudian dari persoalan yang ada tersebut akan dibahas pula jalan keluarnya.
Pihaknya berharap, dalam pertemuan tersebut nantinya bisa terwadahi semacam terbentuk asosiasi penulis yang bertujuan untuk berjuang bersama-sama. “Dalam dua hari ini, mereka merumuskan kelembagaan seperti apa. Penulis ini, bukan hanya penulis buku, blogger, cerpen, semua penulis wadahnya buku,” ujarnya.
Ketua Pelaksana BWCF ke-5 Yoke Darmawan mengatakan, acara ini merupakan agenda tahunan aktivitas literasi dan seni budaya dengan dua kegiatan yakni Writers Forum serta Pesta Seni Budaya. Adapun acara ini dilangsungkan bertujuan sebagai wahana edukasi juga ajang temu ilmuwan, penulis, pembaca untuk dapat mengembangkan kreativitas dan pengetahuan budaya. Selain itu, perayaan dari karya-karya kreatif anak bangsa yang diharap pada intinya memberi nafas kebudayaan bagi masyarakat dan industri pariwisata Indonesia bermuatan sejarah.
“Keunikan dari festival ini dibanding festival-festival lainnya adalah pada tema yang mengangkat kekayaan budaya dan sejarah Nusantara. Tahun ini BWCF mengambil tema, setelah 200 tahun Serat Centhini-Musyawarah Akbar Kitab-Kitab Klasik Nusantara,” kata Yoke.
Dalam BWCF kali ini dihadiri sekitar 300 peserta yang meliputi para sastrawan, sejarawan, arkeolog, budayawan, kalangan akademisi, pembuat film, pencinta sejarah, mahasiswa dan seniman pada umumnya termasuk para jurnalis budaya. Selain itu, para tokoh-tokoh komunitas seni-budaya yang sekaligus melibatkan masyarakat di Komunitas Lima Gunung.
Acara ini secara resmi dibuka Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. “BWCF ini merupakan bertemunya beberapa orang yang bisa mempengaruhi. Mereka menceritakan perjalanan sejarah yang di-review dan dipikirkan didepan. Hasil ini kemudian dijadikan satu dan menjadi aset yang kita miliki. Kemudian bisa diceritakan ulang kepada banyak orang,” kata Ganjar.
Menurutnya, BWCF membahas berbagai hal seperti membahas soal perjalanan rempah-rempah, sejarah silat di Indonesia dan saat ini membahas soal Centhini. “Mereka membahas spiritualitas Centhini atau tasawuf. Saya tidak memiliki kemampuan untuk itu, tapi ini menjadi ruang yang sangat luar biasa,” ujarnya.
Sementara itu, Deputi Hubungan Antar Wilayah dan Lembaga Badan Ekonomi Kreatif, Endah W Sulistianti mengatakan, yang menelurkan karya kreatif itu penulis. Selama ini, para pelaku kreatif (penulis) hampir tidak pernah bermusyawarah untuk melembagakan asosiasi maupun apapun bentuknya. “Dalam wadah itu, mereka nanti bisa memperjuangkan hak-hak dan tataran ekonomi kreatif,” katanya, kemarin.
Dalam BWCF tersebut, kata Endah, akan memetakan terlebih dahulu permasalahan dalam dunia penulisan dan penerbitan. Kemudian dari persoalan yang ada tersebut akan dibahas pula jalan keluarnya.
Pihaknya berharap, dalam pertemuan tersebut nantinya bisa terwadahi semacam terbentuk asosiasi penulis yang bertujuan untuk berjuang bersama-sama. “Dalam dua hari ini, mereka merumuskan kelembagaan seperti apa. Penulis ini, bukan hanya penulis buku, blogger, cerpen, semua penulis wadahnya buku,” ujarnya.
(nfl)