Kepri Go Digital Hebohkan Media Sosial
A
A
A
BATAM - Hastag #KepriGoDigital tiba-tiba merangsak ke papan atas daftar trending topic di Twitterland, Selasa 4 Oktober 2016 siang. Hampir setengah hari netizen memperbincangkan tema Go Digital Be The Best, yang diangkat dalam sebuah diskusi di Ballroom Pacific Palace Hotel, Batam, Kepri. Ada apa dengan Kepri? “Kami sedang berkumpul dengan para stakeholder dan industri pariwisata untuk menyongsong era digital,” kata Guntur Sakti, Kadispar Provinsi Kepri.
Rupanya Guntur Sakti sedang menindaklanjuti platform baru “Go Digital” yang sedang getol-getolnya dibangun oleh Menpar Arief Yahya. Konsep baru dalam marketing pariwisata itu sudah diluncurkan saat Rakornas Kemenpar yang digulirkan 15-16 September 2016 lalu, di Econvention, Ecopark, Ancol, Jakarta.
“Kami meyakini, program yang dilaunching Pak Menpar Arief Yahya itu harus segera disambut dengan percepatan implementasi di daerah. Dan Kepri menjadi Provinsi Nomor 1 yang langsung follow up sampai ke level industri,” ungkap dia.
Prinsip dalam digital adalah, more digital more personal, more digital more global, dan more digital more professional. Jika ingin menjadi global player, syarat utamanya adalah harus menggunakan global standart. Kepri yang menjadi pintu utama masuknya 20 persen wisatawan mancanegara (wisman) harus mengambil langkah cepat, karena trend ke depan memang sudah menuju ke digitalisasi.
“Saya ingat kata-kata Pak Menteri, dalam persaingan masa depan, bukan yang besar menggilas yang kecil, namun yang cepat mengalahkan yang lambat,” tegas Guntur.
Lima unsur Pentahelix, Academician, Business, Community, Government dan Media yang biasa disingkat dengan istilah ABCGM, langsung diajak berdiskusi. Semua unsur yang menjadi faktor penentu sukses pariwisata itu pun diajak terbuka untuk menatap perkembangan pariwisata dunia.
Guntur pun menghadirkan tiga narasumber yang bisa mempercepat pemahaman akan Go Digital yang dimaksud Kemenpar. Yakni Samsriyono Nugroho, Staf Khusus Menpar Bidang IT, Muh Noer Sadono, Staf Khusus Menpar Bidang Media, dan Claudia, Direktur Indonesia Travel Exchange (ITX) ke forum tersebut.
Sosialisasi Digital Tourism itu disambut serius oleh audience yang didominasi oleh industry, yang terdiri dari distributor: tour operator, tour agency, pemandu wisata atau tour guide. Juga para supplayer seperti hotel, resott, restoran, produsen dan penjual souvenir, dan lainnya. Beberapa juga dari UMKM, travel agent konvensional yang masih kecil dan bersemangat untuk maju.
Samsriyono yang mantan Dirut Lintas Arta itu menjelaskan gambaran umum tentang Go Digital yang dirancang untuk mengejar target 20 juta wisaman di 2019 mendatang. Dia juga menjelaskan tanpa digital, proyeksi itu seperti mimpi di siang bolong. Semua negara yang maju sector pariwisatanya, hampir pasti menggunakan teknologi untuk look atau search, book, dan pay ke dalam satu platform online.
“Karena itu kita buat Digital Market Place (DMP) yang nantinya bisa mewadahi paket-paket pariwisata yang dibuat oleh para pelaku industry,” ungkap Samsriyono, Stafsus Menpar Bidang IT itu.
Direktur ITX, Claudia, menjelaskan teknis soal DMP tersebut. Apakah kalau industry sudah punya website yang real up date atas paket-paketnya sudah bisa disebut digital? Pertanyaan itu dilontarkan Claudia, agar para pelaku industry tidak cepat puas dengan usahanya yang sudah menggunakan website, dan sudah mempromosikan websitenya di media online. Bagaimana dengan system bookingnya? Bagaimana pula dengan system pembayaran?
“Kalau bayarnya masih harus ke ATM dulu, maka itu belum digital. Kalau bookingnya masih telepon ke operator atau ke kantornya, itu juga belum bisa disebut digital. Yang dimaksudkan dengan digital itu, dari looking, booking, sampai payment harus dalam satu platform. Harus di satu website dan online. Sudah diurus dengan mesin dan akurat,” jelas Claudia.
Secara khusus, Claudia membagi kelas di forum itu menjadi dua. Pertama kelas supplayer, bagaimana mereka melakukan registrasi di ITX, syarat dan ketentuannya. Kedua, kelas distributor, bagaimana perusahaan tour operator dan tour agent membuat paket dengan bahan-bahan dari supplayer. Dia juga memaparkan soal security dalam system pembayaran, notifikasi sebelum proses pembayaran, hak dan kewajiban bagi industry yang hendak bergabung di ITX.
Lalu apa yang membuat forum itu menjadi heboh dan mengguncang jagat Twitter? Dengan hastag #KepriGoDigital itu. “Saya mendapat tugas sebagai Kadispar untuk menghidupkan official website kami. Pertama harus real up date news, secara periodic di upload destinasi baru, amenitas baru, akses baru, dan lainnya. Kedua, kami harus sudah bisa memastikan calender of event selama satu tahun penuh, lengkap dengan tanggal dan bulan, serta deskripsi singkat dengan event tersebut,” kata Kadispar Guntur Sakti.
Ketiga, lanjut Guntur, kami akan menghidupkan komunkasi via media sosial, sekaligus memasarkan produk terbaru, destinasi unggulan, amenitas baru dan akses yang perlu diketahui publik agar mereka merencanakan berwisata ke Kepri.
Semua industry juga harus memiliki tim medsos, sehingga bisa saling berkicau di negeri Twitterland, Facebook, Instagram, Youtube, Pinterest, WeChat , dan lainnya. “Nah, yang heboh dengan #KepriGoDigital itu adalah pendahuluan kami, sekedar test signal saja, bahwa Kepri sangat siap go digital!” tandasnya.
Rupanya Guntur Sakti sedang menindaklanjuti platform baru “Go Digital” yang sedang getol-getolnya dibangun oleh Menpar Arief Yahya. Konsep baru dalam marketing pariwisata itu sudah diluncurkan saat Rakornas Kemenpar yang digulirkan 15-16 September 2016 lalu, di Econvention, Ecopark, Ancol, Jakarta.
“Kami meyakini, program yang dilaunching Pak Menpar Arief Yahya itu harus segera disambut dengan percepatan implementasi di daerah. Dan Kepri menjadi Provinsi Nomor 1 yang langsung follow up sampai ke level industri,” ungkap dia.
Prinsip dalam digital adalah, more digital more personal, more digital more global, dan more digital more professional. Jika ingin menjadi global player, syarat utamanya adalah harus menggunakan global standart. Kepri yang menjadi pintu utama masuknya 20 persen wisatawan mancanegara (wisman) harus mengambil langkah cepat, karena trend ke depan memang sudah menuju ke digitalisasi.
“Saya ingat kata-kata Pak Menteri, dalam persaingan masa depan, bukan yang besar menggilas yang kecil, namun yang cepat mengalahkan yang lambat,” tegas Guntur.
Lima unsur Pentahelix, Academician, Business, Community, Government dan Media yang biasa disingkat dengan istilah ABCGM, langsung diajak berdiskusi. Semua unsur yang menjadi faktor penentu sukses pariwisata itu pun diajak terbuka untuk menatap perkembangan pariwisata dunia.
Guntur pun menghadirkan tiga narasumber yang bisa mempercepat pemahaman akan Go Digital yang dimaksud Kemenpar. Yakni Samsriyono Nugroho, Staf Khusus Menpar Bidang IT, Muh Noer Sadono, Staf Khusus Menpar Bidang Media, dan Claudia, Direktur Indonesia Travel Exchange (ITX) ke forum tersebut.
Sosialisasi Digital Tourism itu disambut serius oleh audience yang didominasi oleh industry, yang terdiri dari distributor: tour operator, tour agency, pemandu wisata atau tour guide. Juga para supplayer seperti hotel, resott, restoran, produsen dan penjual souvenir, dan lainnya. Beberapa juga dari UMKM, travel agent konvensional yang masih kecil dan bersemangat untuk maju.
Samsriyono yang mantan Dirut Lintas Arta itu menjelaskan gambaran umum tentang Go Digital yang dirancang untuk mengejar target 20 juta wisaman di 2019 mendatang. Dia juga menjelaskan tanpa digital, proyeksi itu seperti mimpi di siang bolong. Semua negara yang maju sector pariwisatanya, hampir pasti menggunakan teknologi untuk look atau search, book, dan pay ke dalam satu platform online.
“Karena itu kita buat Digital Market Place (DMP) yang nantinya bisa mewadahi paket-paket pariwisata yang dibuat oleh para pelaku industry,” ungkap Samsriyono, Stafsus Menpar Bidang IT itu.
Direktur ITX, Claudia, menjelaskan teknis soal DMP tersebut. Apakah kalau industry sudah punya website yang real up date atas paket-paketnya sudah bisa disebut digital? Pertanyaan itu dilontarkan Claudia, agar para pelaku industry tidak cepat puas dengan usahanya yang sudah menggunakan website, dan sudah mempromosikan websitenya di media online. Bagaimana dengan system bookingnya? Bagaimana pula dengan system pembayaran?
“Kalau bayarnya masih harus ke ATM dulu, maka itu belum digital. Kalau bookingnya masih telepon ke operator atau ke kantornya, itu juga belum bisa disebut digital. Yang dimaksudkan dengan digital itu, dari looking, booking, sampai payment harus dalam satu platform. Harus di satu website dan online. Sudah diurus dengan mesin dan akurat,” jelas Claudia.
Secara khusus, Claudia membagi kelas di forum itu menjadi dua. Pertama kelas supplayer, bagaimana mereka melakukan registrasi di ITX, syarat dan ketentuannya. Kedua, kelas distributor, bagaimana perusahaan tour operator dan tour agent membuat paket dengan bahan-bahan dari supplayer. Dia juga memaparkan soal security dalam system pembayaran, notifikasi sebelum proses pembayaran, hak dan kewajiban bagi industry yang hendak bergabung di ITX.
Lalu apa yang membuat forum itu menjadi heboh dan mengguncang jagat Twitter? Dengan hastag #KepriGoDigital itu. “Saya mendapat tugas sebagai Kadispar untuk menghidupkan official website kami. Pertama harus real up date news, secara periodic di upload destinasi baru, amenitas baru, akses baru, dan lainnya. Kedua, kami harus sudah bisa memastikan calender of event selama satu tahun penuh, lengkap dengan tanggal dan bulan, serta deskripsi singkat dengan event tersebut,” kata Kadispar Guntur Sakti.
Ketiga, lanjut Guntur, kami akan menghidupkan komunkasi via media sosial, sekaligus memasarkan produk terbaru, destinasi unggulan, amenitas baru dan akses yang perlu diketahui publik agar mereka merencanakan berwisata ke Kepri.
Semua industry juga harus memiliki tim medsos, sehingga bisa saling berkicau di negeri Twitterland, Facebook, Instagram, Youtube, Pinterest, WeChat , dan lainnya. “Nah, yang heboh dengan #KepriGoDigital itu adalah pendahuluan kami, sekedar test signal saja, bahwa Kepri sangat siap go digital!” tandasnya.
(nfl)