WHO Akan Masukkan Jomblo Dalam Kategori Disabilitas
A
A
A
JAKARTA - World Health Organization (WHO) akan meningkatkan standar tentang disabilitas. Kini, standar tersebut tak hanya berlaku untuk pasangan yang tidak bisa memiliki anak setelah setahun lebih, tapi juga mereka yang tidak bisa menemukan pasangan seksual untuk memiliki anak.
Dilansir dari Express, perubahan ini bertujuan agar semua orang bisa bereproduksi, termasuk kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT). Perubahan standar ini akan dimasukkan dalam International Classification of Diseases (ICD) edisi ke-10 yang berisi klasifkasi berbagai penyakit.
Nantinya, peraturan baru ini akan memberikan keuntungan bagi mereka yang masih sendiri atau jomblo. Pasalnya, mereka memiliki kesempatan yang sama seperti pasangan dengan program terapi kehamilan berbantu atau bayi tabung. Kendati demikian, keputusan WHO ini memicu banyak kritik.
"Omong kosong tak masuk akal ini tidak hanya mendefinisikan ulang masalah infertilitas tapi juga benar-benar mengabaikan proses biologis serta signifikansi hubungan alami antara pria dan wanita," papar Josephine Quintavalle dari Comment on Reproductive Ethics.
Penyusun standar WHO, dr David Adamson menjelaskan, bahwa disabilitas yang dimaksud dalam standar ini merupakan hal yang positif. Dengan begitu semua orang akan memiliki keluarga.
"Standar secara fundamental mengubah siapa yang harus dimasukkan dalam kelompok (disabilitas) dan siapa yang seharusnya memiliki akses ke pelayanan kesehatan. Hal ini menetapkan standar internasional," jelas dr David.
Dilansir dari Express, perubahan ini bertujuan agar semua orang bisa bereproduksi, termasuk kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT). Perubahan standar ini akan dimasukkan dalam International Classification of Diseases (ICD) edisi ke-10 yang berisi klasifkasi berbagai penyakit.
Nantinya, peraturan baru ini akan memberikan keuntungan bagi mereka yang masih sendiri atau jomblo. Pasalnya, mereka memiliki kesempatan yang sama seperti pasangan dengan program terapi kehamilan berbantu atau bayi tabung. Kendati demikian, keputusan WHO ini memicu banyak kritik.
"Omong kosong tak masuk akal ini tidak hanya mendefinisikan ulang masalah infertilitas tapi juga benar-benar mengabaikan proses biologis serta signifikansi hubungan alami antara pria dan wanita," papar Josephine Quintavalle dari Comment on Reproductive Ethics.
Penyusun standar WHO, dr David Adamson menjelaskan, bahwa disabilitas yang dimaksud dalam standar ini merupakan hal yang positif. Dengan begitu semua orang akan memiliki keluarga.
"Standar secara fundamental mengubah siapa yang harus dimasukkan dalam kelompok (disabilitas) dan siapa yang seharusnya memiliki akses ke pelayanan kesehatan. Hal ini menetapkan standar internasional," jelas dr David.
(nfl)