Asyiknya Menikmati Matahari Terbit di Lereng Gunung Merapi
A
A
A
SLEMAN - Bunyi Adzan Subuh baru terdengar dari beberapa masjid dan mushola di Desa Ledok Sambi, Pakem Sleman. Suasana masih cukup gelap, namun mobil jeep yang dikelola oleh warga pelaku wisata di lereng Gunung Merapi sudah melaju menembus kegelapan.
Empat orang penumpang menahan dingin dari hembusan angin yang menerpa tubuh karena laju kendaraan. Mobil offroad melaju cukup kencang melibas aspal di Jalan Kaliurang hingga berbelok di arah Sabo Dam Kali Kuning menuju kawasan Bungker Kaliadem melalui Desa Kepuhharjo. Jalan aspal yang dilewati memudahkan pengemudi jeep bernama Nugroho untuk mempercepat laju kendaraannya.
Guncangan baru terasa, saat mobil berbelok memasuki jalan aspal yang sudah rusak karena diterjang awan panas erupsi pada 2010 lalu. Namun karena tamu yang dibawa ingin melihat Matahari Terbit di lereng Merapi, maka Nugroho tetap mencoba untuk membawa mobilnya tetap melaju. Nugroho tidak mau tamunya terlambat dan kehilangan kesempatan melihat Matahari terbit.
“Nanti sisi timur ada di sebelah kanan kita. Sebelah kanan ini adalah Kali Gendol, nanti untuk melihat Matahari arahnya ke sungai,” ujar Nugroho sambil mencoba untuk mengamankan kendaraannya dari jebakan berupa batu-batu yang berserakan di jalan yang dilalui.
Sesampainya di Bungker Kali Adem, sang tamu bernama Kundriyah yang datang bersama dengan anak perempuannya yang bernama Ghina dan kawannya, Linda, mencoba bergegas turun. Namun waktu memperlihatan saat terbitnya matahari masih beberapa saat lamanya. Masih ada waktu untuk menjankan Salat Subuh di mushola yang dibangun di sisi sebelah barat dari Bungker Kali Adem.
Dinginnya air khas pegunungan langsung menyegarkan tubuh yang telah dipaksa untuk bangun dan beraktivitas sejak pukul 03.30 WIB dini hari. Rasa kantuk yang masih mendera meski sudah harus diguncang laju kendaraan offroad, langsung sirna.
“Airnya dingin sekali. Tetapi kantuk langsung hilang, jadi bersemangat ingin melihat matahari terbit,” kata Kundriyah yang datang dari Jakarta bersama dengan belasan kawan kerjanya.
Sunrise merupakan salah satu event yang kini ditawarkan oleh komunitas offroad Lereng Merapi kepada wisatawan yang datang. Kondisi jalan yang rusak pasca digempur oleh awan panas pada 2010 lalu dan saat ini menjadi jalur kendaraan penambang pasir, menjadi sebuah wahana yang dimanfaatkan warga Sleman yang berada di Lereng Selatan Merapi untuk meraup rezeki.
Tercatat lebih dari 600 unit mobil offroad double gardan dikelola warga untuk kegiatan wisata aktif setiap harinya melayani paket wisata lava tour. Selain menikmati Matahari terbit, setelah puas menikmat pancaran hangat matahari di pagi hari tamu langsung dibawa oleh pengemudi jeep ke obyek Batu Alien. Sebuah batu besar yang dipercaya dimuntahkan oleh Merapi pada 2010 lalu dan berada di sisi jurang Kali Gendol menjadi tujuan tersebut.
Puas berfoto-foto, termasuk memanfaatkan panggung besi untuk berselfie, tamu langsung diajak ke museum. Sebuah rumah rusak karena diterjang awan panas milik Lurah Petung menjadi obyek kedua yang dikunjungi.
“Begitu parahnya erupsi yang terjadi. Rumah-rumah dan harta benda termasuk ternak hancur di hantam awan panas,” ujar Linda sambil melihat foto proses evakuasi yang di pampang di museum bikinan warga untuk obyek wisata tersebut.
Erupsi besar Gunung Merapi telah berlalu enam tahun lamanya. Peristiwa yang cukup menyita perhatian masyarakat dunia tersebut, kini meninggalkan cukup banyak bekas. Namun kemauan warga untuk bangkit dari keterpurukan bencana alam, justru menyulap sisa-sisa harta benda yang ada menjadi sebuah obyek wisata bagi masyarakat luar kota.
Dari sisa-sisa yang ada dan kini menjadi bagian dari cerita erupsi untuk wisata, masyarakat juga menjadikannya sebagai penanda dan pengingat baik untuk diri sendiri maupun anak cucu. Merapi memiliki sebuah siklus erupsi yang terus bergerak sehingga risiko bencananya harus disikapi dengan arif oleh semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah.
Dan ungkapan “Merapi Tak Pernah Ingkat Janji” kembali terbukti. Setelah erupsi sebagai bagian dari siklus perjalanannya, Merapi tetap memberikan manfaat yang cukup banyak bagi warga yang tinggal di lerengnya. Mulai dari hasil bumi baik material pasir dan batu hingga pertanian, wargapun tetap bisa menggantungkan kebutuhan hidupnya dari geliat pariwisata.
Empat orang penumpang menahan dingin dari hembusan angin yang menerpa tubuh karena laju kendaraan. Mobil offroad melaju cukup kencang melibas aspal di Jalan Kaliurang hingga berbelok di arah Sabo Dam Kali Kuning menuju kawasan Bungker Kaliadem melalui Desa Kepuhharjo. Jalan aspal yang dilewati memudahkan pengemudi jeep bernama Nugroho untuk mempercepat laju kendaraannya.
Guncangan baru terasa, saat mobil berbelok memasuki jalan aspal yang sudah rusak karena diterjang awan panas erupsi pada 2010 lalu. Namun karena tamu yang dibawa ingin melihat Matahari Terbit di lereng Merapi, maka Nugroho tetap mencoba untuk membawa mobilnya tetap melaju. Nugroho tidak mau tamunya terlambat dan kehilangan kesempatan melihat Matahari terbit.
“Nanti sisi timur ada di sebelah kanan kita. Sebelah kanan ini adalah Kali Gendol, nanti untuk melihat Matahari arahnya ke sungai,” ujar Nugroho sambil mencoba untuk mengamankan kendaraannya dari jebakan berupa batu-batu yang berserakan di jalan yang dilalui.
Sesampainya di Bungker Kali Adem, sang tamu bernama Kundriyah yang datang bersama dengan anak perempuannya yang bernama Ghina dan kawannya, Linda, mencoba bergegas turun. Namun waktu memperlihatan saat terbitnya matahari masih beberapa saat lamanya. Masih ada waktu untuk menjankan Salat Subuh di mushola yang dibangun di sisi sebelah barat dari Bungker Kali Adem.
Dinginnya air khas pegunungan langsung menyegarkan tubuh yang telah dipaksa untuk bangun dan beraktivitas sejak pukul 03.30 WIB dini hari. Rasa kantuk yang masih mendera meski sudah harus diguncang laju kendaraan offroad, langsung sirna.
“Airnya dingin sekali. Tetapi kantuk langsung hilang, jadi bersemangat ingin melihat matahari terbit,” kata Kundriyah yang datang dari Jakarta bersama dengan belasan kawan kerjanya.
Sunrise merupakan salah satu event yang kini ditawarkan oleh komunitas offroad Lereng Merapi kepada wisatawan yang datang. Kondisi jalan yang rusak pasca digempur oleh awan panas pada 2010 lalu dan saat ini menjadi jalur kendaraan penambang pasir, menjadi sebuah wahana yang dimanfaatkan warga Sleman yang berada di Lereng Selatan Merapi untuk meraup rezeki.
Tercatat lebih dari 600 unit mobil offroad double gardan dikelola warga untuk kegiatan wisata aktif setiap harinya melayani paket wisata lava tour. Selain menikmati Matahari terbit, setelah puas menikmat pancaran hangat matahari di pagi hari tamu langsung dibawa oleh pengemudi jeep ke obyek Batu Alien. Sebuah batu besar yang dipercaya dimuntahkan oleh Merapi pada 2010 lalu dan berada di sisi jurang Kali Gendol menjadi tujuan tersebut.
Puas berfoto-foto, termasuk memanfaatkan panggung besi untuk berselfie, tamu langsung diajak ke museum. Sebuah rumah rusak karena diterjang awan panas milik Lurah Petung menjadi obyek kedua yang dikunjungi.
“Begitu parahnya erupsi yang terjadi. Rumah-rumah dan harta benda termasuk ternak hancur di hantam awan panas,” ujar Linda sambil melihat foto proses evakuasi yang di pampang di museum bikinan warga untuk obyek wisata tersebut.
Erupsi besar Gunung Merapi telah berlalu enam tahun lamanya. Peristiwa yang cukup menyita perhatian masyarakat dunia tersebut, kini meninggalkan cukup banyak bekas. Namun kemauan warga untuk bangkit dari keterpurukan bencana alam, justru menyulap sisa-sisa harta benda yang ada menjadi sebuah obyek wisata bagi masyarakat luar kota.
Dari sisa-sisa yang ada dan kini menjadi bagian dari cerita erupsi untuk wisata, masyarakat juga menjadikannya sebagai penanda dan pengingat baik untuk diri sendiri maupun anak cucu. Merapi memiliki sebuah siklus erupsi yang terus bergerak sehingga risiko bencananya harus disikapi dengan arif oleh semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah.
Dan ungkapan “Merapi Tak Pernah Ingkat Janji” kembali terbukti. Setelah erupsi sebagai bagian dari siklus perjalanannya, Merapi tetap memberikan manfaat yang cukup banyak bagi warga yang tinggal di lerengnya. Mulai dari hasil bumi baik material pasir dan batu hingga pertanian, wargapun tetap bisa menggantungkan kebutuhan hidupnya dari geliat pariwisata.
(alv)