Lagu Don't Look Back In Anger Punya Arti Baru Pascabom Manchester
A
A
A
LONDON - Lagu lawas milik band brit pop, Oasis, berjudul Don’t Look Back in Anger, kembali bergema pascaserangan bom Manchester, Inggris, Senin (22/5/2017). Lagu itu menjadi simbol atas keberanian dan persatuan Manchester dalam menghadapi tragedi yang menewaskan 22 orang itu.
Bagi mantan gitaris Oasis, Noel Gallagher, Don’t Look Back in Anger kini memiliki arti baru dan menjadi lebih penting dari sebelumnya. Lagu itu berasal dari album Oasis, (What’s the Story) Morning Glory?, yang dirilis pada 1995 silam.
Menurut Noel, lagu itu tidak punya banyak arti bagi Oasis ketika kali pertama direkam. Tapi, kini lagu itu punya arti baru dalam kenangan bagi mereka yang tewas ketika bom itu meledak usai konser Ariana Grande di Manchester Arena.
“Saat itu, lagu itu adalah lagu lain di album kedua kami. Jujur saja, begitu tahun berlalu, lagu itu sekarang menjadi lebih penting ketimbang sebelumnya. Kalian tahu, bahkan ada tayangan di internet bagaimana orang-orang sekarang menyanyikannya di Manchester dengan lilin dan semua itu dan kalian tahu, ini seperti, hebat untuk berpikir bahwa sedikit generasi saat ini yang terikat pada pentingnya lagi itu. Dulunya punya saya dan kemudian bergulir ke generasi lain dan sekarang lagu itu menjadi hymne untuk sesuatu atau lainnya,” tutur Noel.
Noel menyatakan, dia merasa tersanjung karena lagu itu penting bagi fans loyalnya lebih dari 20 tahun setelah dirilis.
“Ini membuat saya merasa—bangga, kata yang saya cari mungkin? Saya tidak duduk di sana dan berpikir bahwa saya menulis itu. Saya kira itu datang dari tempat lain. Saya kira itu adalah lagu yang ada di sana dan kalau saya tidak menulisnya, mungkin Bono yang akan menulisnya. Itu seperti lagu hebat, One dan Let It Be dan ya, saya baru saja membandingkan diri saya dengan Paul McCartney. Mereka ada di sana. Kalau mereka jatuh dari langit dan mendarat di pangkuan kalian, maka beruntunglah kalian,” ujar Noel kepada Joh Kennedy di Radio X.
Menggemanya kembali Don’t Look Back in Anger juga membuat lagu itu masuk chart iTunes lagi. Lagu itu kini duduk di chart no. 66, chart ini dipuncaki lagu One Last Time milik Ariana Grande.
Wanita yang mulain menyanyikan lagu itu di akhir hening cipta, Lydia Bernsmeier-Rullow mengatakan, kebencian tidak menang. Kepada ITV News, dia mengaku tidak mengira akan ada banyak orang yang mengikutinya bernyanyi.
“Ini seperti lagu kebangsaan Manchester dan saya mulai menyanyikannya karena saya kira itu akan menjadi pemecah yang baik pada keheningan. Beberapa orang di belakang saya ikut bernyanyi—saya harap orang lain pun ikut. Semua orang mulain bernyanyi di sekitar saya dan itu sangat indah. Memang boleh marah, boleh merasakan kemarahan, tapi jangan habiskan seluruh hidup kalian melihatnya. Kemarahan dan kebencian tidak akan pernah menang—cinta selalu menang,” papar dia.
Don’t Look Back in Anger dirilis sebagai sebuah single pada 19 Februari 1996. Meskipun menjadi single keempat dari album kedua Oasis, (What’s The Story) Morning Glory?, lagu itu menjadi lagu hit No 1 dan single terlaris ke-10 pada tahun itu.
Bagi mantan gitaris Oasis, Noel Gallagher, Don’t Look Back in Anger kini memiliki arti baru dan menjadi lebih penting dari sebelumnya. Lagu itu berasal dari album Oasis, (What’s the Story) Morning Glory?, yang dirilis pada 1995 silam.
Menurut Noel, lagu itu tidak punya banyak arti bagi Oasis ketika kali pertama direkam. Tapi, kini lagu itu punya arti baru dalam kenangan bagi mereka yang tewas ketika bom itu meledak usai konser Ariana Grande di Manchester Arena.
“Saat itu, lagu itu adalah lagu lain di album kedua kami. Jujur saja, begitu tahun berlalu, lagu itu sekarang menjadi lebih penting ketimbang sebelumnya. Kalian tahu, bahkan ada tayangan di internet bagaimana orang-orang sekarang menyanyikannya di Manchester dengan lilin dan semua itu dan kalian tahu, ini seperti, hebat untuk berpikir bahwa sedikit generasi saat ini yang terikat pada pentingnya lagi itu. Dulunya punya saya dan kemudian bergulir ke generasi lain dan sekarang lagu itu menjadi hymne untuk sesuatu atau lainnya,” tutur Noel.
Noel menyatakan, dia merasa tersanjung karena lagu itu penting bagi fans loyalnya lebih dari 20 tahun setelah dirilis.
“Ini membuat saya merasa—bangga, kata yang saya cari mungkin? Saya tidak duduk di sana dan berpikir bahwa saya menulis itu. Saya kira itu datang dari tempat lain. Saya kira itu adalah lagu yang ada di sana dan kalau saya tidak menulisnya, mungkin Bono yang akan menulisnya. Itu seperti lagu hebat, One dan Let It Be dan ya, saya baru saja membandingkan diri saya dengan Paul McCartney. Mereka ada di sana. Kalau mereka jatuh dari langit dan mendarat di pangkuan kalian, maka beruntunglah kalian,” ujar Noel kepada Joh Kennedy di Radio X.
Menggemanya kembali Don’t Look Back in Anger juga membuat lagu itu masuk chart iTunes lagi. Lagu itu kini duduk di chart no. 66, chart ini dipuncaki lagu One Last Time milik Ariana Grande.
Wanita yang mulain menyanyikan lagu itu di akhir hening cipta, Lydia Bernsmeier-Rullow mengatakan, kebencian tidak menang. Kepada ITV News, dia mengaku tidak mengira akan ada banyak orang yang mengikutinya bernyanyi.
“Ini seperti lagu kebangsaan Manchester dan saya mulai menyanyikannya karena saya kira itu akan menjadi pemecah yang baik pada keheningan. Beberapa orang di belakang saya ikut bernyanyi—saya harap orang lain pun ikut. Semua orang mulain bernyanyi di sekitar saya dan itu sangat indah. Memang boleh marah, boleh merasakan kemarahan, tapi jangan habiskan seluruh hidup kalian melihatnya. Kemarahan dan kebencian tidak akan pernah menang—cinta selalu menang,” papar dia.
Don’t Look Back in Anger dirilis sebagai sebuah single pada 19 Februari 1996. Meskipun menjadi single keempat dari album kedua Oasis, (What’s The Story) Morning Glory?, lagu itu menjadi lagu hit No 1 dan single terlaris ke-10 pada tahun itu.
(alv)