Patah Hati Bisa Sama Mengerikannya dengan Penyakit Jantung
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 3.000 orang di Inggris menderita takoesubo cardiomyopathy atau sindrom jatung patah yang disebabkan oleh kejadian traumatis seperti kehilangan. Selama serangan, otot jantung akan melemah ke titik sehinga tidak dapat berfungsi secara efektif.
Dilansir dari Independent, ilmuwan di University of Aberdeen menjelaskan dampak dari kondisi ini bersifat permanen sama seperti serangan jantung. Dalam penelitian ini, tim dokter melakukan pemeriksaan kepada 37 pasien takostubo dalam jangka waktu dua tahun dengan menggunakan pemindaian ultrasound dan MRI.
Hasilnya pun menunjukkan bahwa para responden memiliki kerusakan yang tidak dapat diobati pada jaringan otot jantung yang mengurangi elastisitas yang mencegah kontraksi pebug setiap detak jantung. Hasil penelitian ini dipresentasikan di American Heart Association Scientific Sessions di Anaheim, California.
"Takotsubo adalah penyakit yang menghancurkan, yang tiba-tiba dapat menyerang orang lain yang sehat," ujar Profesor Jeremy Pearson, Associate Medical Director di BHF.
Sementara penelitian lain yang dilakukan oleh Harvard Medical School menunjukkan bahwa lebih dari 90% penderita takostubo adalah wanita berusia antara 58 dan 75 tahun. Sayangnya hingga saat ini tidak ada perawatan jangka panjang untuk pasien lantaran petugas medis mengira pasien takostubo akan sembuh total.
"Kami pernah mengira dampak dari penyakit yang mengancam jiwa ini bersifat sementara, tetapi sekarang kami dapat melihat bahwa mereka dapat terus memengaruhi orang selama sisa hidup mereka. Penelitian baru ini menunjukkan ada efek jangka panjang pada kesehatan jantung dan menyarankan, agar kita merawat pasien dengan cara yang serupa dengan orang yang berisiko mengalami gagal jantung," kata dia.
Dilansir dari Independent, ilmuwan di University of Aberdeen menjelaskan dampak dari kondisi ini bersifat permanen sama seperti serangan jantung. Dalam penelitian ini, tim dokter melakukan pemeriksaan kepada 37 pasien takostubo dalam jangka waktu dua tahun dengan menggunakan pemindaian ultrasound dan MRI.
Hasilnya pun menunjukkan bahwa para responden memiliki kerusakan yang tidak dapat diobati pada jaringan otot jantung yang mengurangi elastisitas yang mencegah kontraksi pebug setiap detak jantung. Hasil penelitian ini dipresentasikan di American Heart Association Scientific Sessions di Anaheim, California.
"Takotsubo adalah penyakit yang menghancurkan, yang tiba-tiba dapat menyerang orang lain yang sehat," ujar Profesor Jeremy Pearson, Associate Medical Director di BHF.
Sementara penelitian lain yang dilakukan oleh Harvard Medical School menunjukkan bahwa lebih dari 90% penderita takostubo adalah wanita berusia antara 58 dan 75 tahun. Sayangnya hingga saat ini tidak ada perawatan jangka panjang untuk pasien lantaran petugas medis mengira pasien takostubo akan sembuh total.
"Kami pernah mengira dampak dari penyakit yang mengancam jiwa ini bersifat sementara, tetapi sekarang kami dapat melihat bahwa mereka dapat terus memengaruhi orang selama sisa hidup mereka. Penelitian baru ini menunjukkan ada efek jangka panjang pada kesehatan jantung dan menyarankan, agar kita merawat pasien dengan cara yang serupa dengan orang yang berisiko mengalami gagal jantung," kata dia.
(alv)