Kain Tenunan Koffo Asal Sangihe Akan Direvitalisasi
A
A
A
SANGIHE - Pemerintah Kabupaten Sangihe menyatakan dukungan sepenuhnya kepada Cindy Wowor selaku pendiri Cofo untuk merevitalisasi kembali kain tenunan Koffo yang sempat punah.
Revitalisasi dilakukan melalui pengembangan dan pelestarian dengan menggunakan bahan kapas dan modern lainnya dengan mempertahankan ragam hias asli Koffo serta modifikasi baru yang dikembangkan sebagaimana asli pada masa lalu.
"Pemerintah Kabupaten Sangihe memberikan support dan dukungan sepenuhnya kepada Cindy Wowor untuk melakukan revitalisasi kembali kain tenunan Koffo. Apalagi kain tenunan Koffo sudah merupakan salah satu dari 33 kain tradisional yang telah diakui Pemerintah sebagai Kekayaan Warisan Budaya Tak Benda dan penetapannya melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Budaya RI," kata Bupati Sangihe Jabes Gaghana, Selasa (22/11/2017).
Dukungan ini melengkapi kiprah kain tenunan Koffo setelah sebelumnya mendapat lampu hijau dari Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey untuk merevitalisasi kain tenun koffo asal Kabupaten Sangihe yang hampir punah itu.
"Berkenaan dengan hal itu, saya mintakan kepada Dinas Parawisata, Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Dinas Pertanian untuk kiranya dapat membuat program tahun 2018 agar mendukung upaya-upaya revitalisasi kembali dan kalau bisa juga ada program menjadikan salah satu desa di Kabupaten Sangihe sebagai sentra produksi tenunan kain Koffo," papar Jabes.
Sentra produksi kain tenunan Koffo di Kabupaten Kepulauan Sangihe nantinya akan dioptimalkan untuk meningkatkan kembali budaya tenunan kain Koffo dari masyarakat serta dapat juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat disamping itu juga desa tersebut akan menjadi salah satu destinasi parawisata di daerah.
Menanggapi dukungan itu, Cindy Wowor menjelaskan rencana Cofo untuk mendirikan sentra produksi tenunan kain koffo di Sangihe.
“Terkait dengan rencana Pemkab Sangihe untuk membuka sentra produksi tenunan kain koffo, itu juga sudah menjadi program dari Cofo. Rencananya pada tahun depan kami akan mendirikan Sentra Produksi Tenunan Kain Koffo yang rencananya di Desa Lenganeng Kecamatan Tabukan Utara," tutur Cindy.
Sementara itu, Kabag Humas Pemprov Sulut Roy Saroinsong, menjelaskan mungkin banyak yang tidak mengetahui bahwa di Provinsi Sulut dahulu ada kain tenun koffo yang telah dikenal dan dikembangkan sejak tahun 1519. Tenunan kain Koffo dibuat atau dikerjakan putra-putri raja di Sangihe Talaud yang sarangsen maka kahiwu dan bahan bakunya diambil dari serat pohon pisang abaka atau orang Sangihe Talaud menyebutnya hote/rote dan orang Manado menyebut pisang manila atau kofi sangi untuk Minahasa.
Kain koffo ini dapat dilihat di museum Nasional Jakarta, museum Textile Jakarta, museum Kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara bahkan di Museum Nasional Swiss.
“Ragam hias tenun Koffo Sangihe Talaud dibentuk menurut contoh anyaman dan dengan menggunakan teknik tenun pewarna alami dari desa-desa setempat dan menghasilkan motif dekoratif berdasarkan bentuk serta simbol tradisional,” ujarnya.
Hasil tenunan kain Koffo dipakai oleh orang Sangihe Talaud baik laki-laki dan perempuan dengan motif yang mirip damask kembang berwarna tunggal.Diatas salana barinya,celana yang panjangnya sampai ketumit,laki-laki memakai baju terusan pajang lurus semacam baju toro yang disebut laku manandu, semakin baju itu menyeret ditanah maka semakin bergengsi pakaiannya.sedangkan pentup kepala yang dipakai adalah paporong atau kain Koffo dengan lajur hias tenun kecil serta dengan melipat lipat ikat kepala sehingga terlihat anggun dan berwibawa.
Selama berabad-abad kegiatan tenun Koffo Sangihe Talaud dan akhirnya terhenti pada tahun 1970. Hal ini diakibatkan dengan munculnya kapas dan perdagangan textil dari luar negeri yang begitu besar.
“Padahal dahulunya kain tenun ini pernah menjadi primadona etnik sangihe talaud untuk keperluan sehari-hari dan keagamaan bahkan diperjualbelikan didaerah sekitarnya,” kata dia.
Revitalisasi dilakukan melalui pengembangan dan pelestarian dengan menggunakan bahan kapas dan modern lainnya dengan mempertahankan ragam hias asli Koffo serta modifikasi baru yang dikembangkan sebagaimana asli pada masa lalu.
"Pemerintah Kabupaten Sangihe memberikan support dan dukungan sepenuhnya kepada Cindy Wowor untuk melakukan revitalisasi kembali kain tenunan Koffo. Apalagi kain tenunan Koffo sudah merupakan salah satu dari 33 kain tradisional yang telah diakui Pemerintah sebagai Kekayaan Warisan Budaya Tak Benda dan penetapannya melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Budaya RI," kata Bupati Sangihe Jabes Gaghana, Selasa (22/11/2017).
Dukungan ini melengkapi kiprah kain tenunan Koffo setelah sebelumnya mendapat lampu hijau dari Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey untuk merevitalisasi kain tenun koffo asal Kabupaten Sangihe yang hampir punah itu.
"Berkenaan dengan hal itu, saya mintakan kepada Dinas Parawisata, Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Dinas Pertanian untuk kiranya dapat membuat program tahun 2018 agar mendukung upaya-upaya revitalisasi kembali dan kalau bisa juga ada program menjadikan salah satu desa di Kabupaten Sangihe sebagai sentra produksi tenunan kain Koffo," papar Jabes.
Sentra produksi kain tenunan Koffo di Kabupaten Kepulauan Sangihe nantinya akan dioptimalkan untuk meningkatkan kembali budaya tenunan kain Koffo dari masyarakat serta dapat juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat disamping itu juga desa tersebut akan menjadi salah satu destinasi parawisata di daerah.
Menanggapi dukungan itu, Cindy Wowor menjelaskan rencana Cofo untuk mendirikan sentra produksi tenunan kain koffo di Sangihe.
“Terkait dengan rencana Pemkab Sangihe untuk membuka sentra produksi tenunan kain koffo, itu juga sudah menjadi program dari Cofo. Rencananya pada tahun depan kami akan mendirikan Sentra Produksi Tenunan Kain Koffo yang rencananya di Desa Lenganeng Kecamatan Tabukan Utara," tutur Cindy.
Sementara itu, Kabag Humas Pemprov Sulut Roy Saroinsong, menjelaskan mungkin banyak yang tidak mengetahui bahwa di Provinsi Sulut dahulu ada kain tenun koffo yang telah dikenal dan dikembangkan sejak tahun 1519. Tenunan kain Koffo dibuat atau dikerjakan putra-putri raja di Sangihe Talaud yang sarangsen maka kahiwu dan bahan bakunya diambil dari serat pohon pisang abaka atau orang Sangihe Talaud menyebutnya hote/rote dan orang Manado menyebut pisang manila atau kofi sangi untuk Minahasa.
Kain koffo ini dapat dilihat di museum Nasional Jakarta, museum Textile Jakarta, museum Kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara bahkan di Museum Nasional Swiss.
“Ragam hias tenun Koffo Sangihe Talaud dibentuk menurut contoh anyaman dan dengan menggunakan teknik tenun pewarna alami dari desa-desa setempat dan menghasilkan motif dekoratif berdasarkan bentuk serta simbol tradisional,” ujarnya.
Hasil tenunan kain Koffo dipakai oleh orang Sangihe Talaud baik laki-laki dan perempuan dengan motif yang mirip damask kembang berwarna tunggal.Diatas salana barinya,celana yang panjangnya sampai ketumit,laki-laki memakai baju terusan pajang lurus semacam baju toro yang disebut laku manandu, semakin baju itu menyeret ditanah maka semakin bergengsi pakaiannya.sedangkan pentup kepala yang dipakai adalah paporong atau kain Koffo dengan lajur hias tenun kecil serta dengan melipat lipat ikat kepala sehingga terlihat anggun dan berwibawa.
Selama berabad-abad kegiatan tenun Koffo Sangihe Talaud dan akhirnya terhenti pada tahun 1970. Hal ini diakibatkan dengan munculnya kapas dan perdagangan textil dari luar negeri yang begitu besar.
“Padahal dahulunya kain tenun ini pernah menjadi primadona etnik sangihe talaud untuk keperluan sehari-hari dan keagamaan bahkan diperjualbelikan didaerah sekitarnya,” kata dia.
(alv)