Autobiografi untuk Alam Semesta

Minggu, 31 Desember 2017 - 15:45 WIB
Autobiografi untuk Alam...
Autobiografi untuk Alam Semesta
A A A
SAYA lahir pada 8 Januari 1942, tepat 300 tahun sesudah kematian Galileo. Begitulah Stephen Hawking membuka kisah tentang dirinya. Pembukaan yang terkesan sedikit narsistis dan menyimpan kebanggaan tersendiri akan makna hubungan itu. Galileo merupakan pengusung kosmologi modern pertama dan Hawking mendedikasikan diri sebagai seorang ahli kosmologi termutakhir abad ke-20.

Buku Sejarah Singkat Waktu berhasil mengukuhkan posisi tersebut. Jika buku paling larisnya itu memperbincangkan teori waktu, relativitas, lubang hitam hingga asal mula alam semesta, bukunya kini, Sejarah Singkat Saya, dapat diibaratkan sebagai kisah di balik layar penemuan-penemuan itu.

Di awal, Hawking bertutur mengenai keluarganya. Mulai dari ayah yang seorang ahli kedokteran dan ibu sekretaris, terjadi kisah picisan sewaktu mereka bertemu dan berjodoh pada masa Perang Dunia. Mereka dianugerahi tiga anak kandung dan satu anak angkat. Latar belakang tersebut cukup memengaruhi hidup Hawking. Ia menjadi penggemar matematika dan fisika, tetapi lemah di biologi.

Sesuai dengan harapan sang ayah, Hawking menempuh gelar sarjana di bidang ilmu alam di Oxford University. Kita membayangkan si jenius Haw king mulai kasmaran dengan rumus dan teori-teori fisika. Hawking tidak melakukannya. Ia malah ikut klub perahu. Hidupnya santai tapi brilian. Hawking belajar sekadar untuk bisa mendapatkan beasiswa berhubung keluarganya mengalami kesulitan uang. Harapannya tergapai. Hawking berhasil meneruskan kuliah di Cambridge University. Kisah Hawking semakin bernada fisika sewaktu ia berkuliah di sana.

Bab-bab tentang gelombang gravitasi, ledakan besar, lubang hitam menggambarkan garis besar proses penemuan teori-teorinya. Penentuan Hawking memilih asal mula alam semesta sebagai penelitiannya berawal dari sana. "Saya datang ke Cambridge untuk meneliti kosmologi dan kosmologilah yang mau saya garap." (Hal. 60).

Sebagai ahli teori, Hawking tidak melakukan banyak percobaan. Waktunya lebih banyak dihabiskan dengan pertemuan-pertemuan antarilmuwan atau mengikuti kelas-kelas yang berhubungan dengan teori kosmologi. Kendati begitu, pengisahan diselingi perihal dirinya yang mengidap penyakit saraf motorik atau ALS (Amyotrophic lateral sclerosis) dan menikah dengan Jane Wilde.

Pembaca mungkin mengharapkan cerita romantis malam pertama Hawking dan istrinya atau kisah kelahiran anak pertama mereka. Namun Hawking bukan sastrawan semacam Ernest Hemingway yang walaupun berkisah tentang perceraian dari istri pertama, buku semiautobiografinya The Moveable Feast banyak dibumbui kemesraan Hemingway dengan sang istri, baik dalam kebahagiaan maupun kesengsaraan.

Selesai Hawking berkisah pendek tentang pernikahannya, buru-buru disambung dengan kisah tentang beasiswa dan kelas musim panas di Cornell University. Baru selesai menyebut kelahiran anak pertama, dia lanjutkan dengan pertemuan sains di Seattle.

Hawking lebih memilih memenuhi berpuluh-puluh halaman autobiografinya untuk menceritakan segala percakapan tentang alam semesta. Lantas penemuan-penemuan itu dibukukan dengan judul Sejarah Singkat Waktu. Sekelebat kita dapat berpikir Hawking lebih mencintai pekerjaan daripada keluarga. Jane dan Hawking punya tiga anak.

Hawking harus melakukan perjalanan ke berbagai tempat. Ditambah penyakit yang memperparah keadaan, Hawking membikin Jane frustrasi. Bab Pernikahan menggambarkan goyahnya hubungan Hawking dengan Jane yang ditulis dengan singkat dan padat. Bahkan perceraian antara Hawking dan Jane ditulis sebatas, "Akhirnya saya tak tahan lagi dan pada 1990 saya pindah ke flat lain bersama salah seorang perawat saya, Elaine Mason." (Hal. 117).

Namun kita kembali ke halaman 4 sewaktu Hawking menghubungkan tanggal kelahirannya dengan tanggal kematian Galileo. Hawking secara tersirat mengarahkan buku ini bukan sebagai catatan pribadi yang dirasa tidak terlalu berarti dalam sejarah ilmu alam, melainkan sebagai bagian dari seri "sejarah singkat" yang lain, yaitu dirinya dengan alam semesta. Ini dipertegas di akhir tulisan, "Saya bahagia bila bisa menambahkan sesuatu terhadap pemahaman kita atas alam semesta."

Ajeng Damara Erfatia,
Peminat kajian sains dan pegiat di Oceh Buku, Jakarta.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1052 seconds (0.1#10.140)