Perangi Mitos yang Berdampak Buruk bagi Kesehatan Anak

Jum'at, 19 Januari 2018 - 09:50 WIB
Perangi Mitos yang Berdampak Buruk bagi Kesehatan Anak
Perangi Mitos yang Berdampak Buruk bagi Kesehatan Anak
A A A
JAKARTA - Ada banyak berita hoax atau mitos di dunia kesehatan yang bila dicermati secara detail memiliki efek yang buruk pada masa depan, baik itu terhadap individu maupun masyarakat.

Mitos berasal dari banyak hal, dari pengalaman, hingga dari informasi yang salah dari sumber tertentu. Misalnya dalam kasus susu kental manis (SKM), banyak masyarakat yang masih percaya bahwa SKM bisa menggantikan ASI, atau memiliki tingkat nutrisi yang sama dengan susu. Lalu, ada mitos soal vaksin bisa menyebabkan autisme, yang sebenarnya adalah kesalahan yang fatal karena tidak terbukti dengan penelitian yang valid.

Generasi muda saat ini harus lebih bijak memahami berita mana yang benar atau sesuai dengan fakta. Sayangnya, di Indonesia banyak berita hoax yang menjadi acuan dalam mengambil keputusan, terlebih lagi pengambilan keputusan dalam membesarkan buah hati.

Banyak orang tua yang lupa bahwa anak merupakan calon pemimpin masa depan, anak adalah aset bangsa yang harus dilindungi, diberikan pendidikan yang cukup, dan dirawat dengan baik dan benar.

Deputi Menteri Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA dra Lenny Nurhayanti Rosalin MSc mengungkapkan cara memerangi hoax yang merugikan masyarakat, terutama kepada keluarga dan anak-anak adalah adanya dukungan dan peran dari semua elemen masyarakat.

Mulai dari pemerintah, lembaga nonprofit, perusahaan, hingga masyarakat itu sendiri yang “harus” mau diedukasi oleh para pakar praktisi.

“Selain itu, materi yang disampaikan harus sesuai dengan jenis usia, dan pendidikan masyarakat. Untuk mengubah mindset para orang tua, butuh bahasa yang pas agar pesan dapat diterima dengan baik dan benar,” ujar dra Lenny.

Ia juga menambahkan bahwa kasus gizi buruk masih menjadi PR besar pemerintah Indonesia. Stunting atau gizi buruk identik dengan daerah-daerah di pedalaman, tetapi banyak juga kasus yang terjadi di kota-kota besar, bahkan di Jakarta.

“Ada 87 juta anak Indonesia yang harus dilindungi, bukan hanya dalam kasus kekerasan pada anak, tapi juga melindungi mereka dari penyakit-penyakit terselubung dan berbahaya,” kata dra Lenny. Menurutnya, kini gadget menjadi perhatian besar KPPPA dalam isu pendidikan orang tua dan anak.

Gadget dinilai memengaruhi aktivitas anak, dan berpengaruh pada tumbuh kembang mereka, hingga berakibat pada kesehatan pada masa depan. “Kalau anak sudah pegang gadget, mereka jadi lupa dunia mereka. Gadget bisa membuat anak diam saat rewel. Tapi, itu tidak baik untuk kesehatan psikis dan tubuh mereka. Anak jadi jarang beraktivitas. Ditambah lagi asupan nutrisinya kurang diperhatikan,” ucapnya.

Ditambah isu susu kental manis (SKM) yang masih diberikan ke anak-anak itu, dra Lenny menilai bisa jadi anakanak memiliki usia yang lebih pendek pada masa depan, dan menderita obesitas yang merupakan kurang gizi terselubung.

Sementara itu, dr Reisa Broto Asmoro mengungkapkan adanya kasus-kasus dengan pola hidup yang salah dan diterapkan dalam membesarkan buah hati. Ia bercerita bahwa menemukan ada banyak keluarga dengan orang tua yang kegemukan, namun anak balita mengalami kurang gizi akut.

“Penyebabnya adalah ketidaktahuan orang tua dalam memberikan asupan yang seimbang, misalnya mereka masih percaya bahwa air tajin bisa menggantikan ASI atau susu. Hal tersebut sama sekali tidaklah benar,” sebut dr Reisa.

Ia menuturkan ada banyak orang tua yang malu untuk memeriksakan diri dan anak mereka ke puskesmas hanya karena anak mereka kurang gizi. Seharusnya mereka segera memeriksakan, tetapi lebih besar malu daripada mementingkan keselamatan anaknya. “Padahal, program pemerintah memberikan layanan gratis, tapi tidak digunakan dengan baik dan benar, hal itu sangat menyedihkan,” imbuhnya.

“KPPPA bahkan mengamati isu SKM yang berkembang di masyarakat dari beberapa tahun belakangan ini, dan melihat bahwa isu ini semakin tidak benar. Sebagai lembaga pemerintah, kami menegur dan memberikan sosialisasi yang baik kepada perusahaan terkait. Kami akan terus memberikan edukasi dan akan berkoordinasi dengan BPOM tentang produk yang ramah anak,” tutur dra Lenny. (Iman Firmansyah)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0311 seconds (0.1#10.140)