Sulit Dicegah, Kanker pada Anak Perlu Deteksi Sejak Dini
A
A
A
JAKARTA - Komite Penanggulanan Kanker Nasional menyatakan bahwa kanker membunuh lebih banyak dari AIDS, malaria dan TBC. Tingkat kematiannya setara dengan gabungan ketiga penyakit tersebut. Data dari Kementerian Kesehatan menemukan bahwa prevalensi kanker pada anak adalah 2% dari semua kejadian kanker.
Namun penyakit ini menjadi penyebab kematian kedua pada anak-anak berusia antara 5—14 tahun. Sementara, Yayasan Kanker Anak Indonesia (YKAI) menemukan prevalensi anak-anak dengan kanker meningkat 7% setiap tahunnya. Leukemia merupakan kanker yang paling umum pada anak-anak, diikuti oleh retinoblastoma, osteosarcoma, neuroblastoma, dan maligna limfoma.
“Penting bagi orangtua untuk tahu apa yang harus diperhatikan, dengan sering-sering memeriksa keadaan seluruh tubuh anak, misalnya apakah ada benjolan. Ini bisa dilakukan dengan meraba saat memandikan anak. Hati-hati apabila anak sering panas dan pucat, ada bintik-bintik pada kulit ataupun pendarahan pada kulit," ujar ahli onkologi dari Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center (MRCCC) Siloam Hospitals Semanggi, Prof. Dr. dr. Moeslichan SpA (K) melalui keterangan pers yang diterima Sindonews.
"Waspadai juga nyeri tulang, anak-anak belum bisa mengkomunikasikan sakit ini, sehingga dapat dipantau dari berkurangnya aktivitas fisik dari yang biasa mereka lakukan. Bila ada satu atau lebih dari gejala ini muncul, maka segera tes darah dan telusuri lebih detail dan lengkap dari hasil test darah tersebut,” tambahnya.
Prof Moeslichan menjelaskan, gaya hidup bukan faktor pemicu kanker pada anak sehingga penyakit ini jauh lebih sulit dicegah. Mengingat kanker pada anak sulit dicegah dan gejala yang tidak mudah dikenali, karena itu orangtua harus melakukan deteksi dini secara berkala.
“Orangtua yang anaknya menderita kanker harus mencari informasi akurat dan detail dari dokter yang mendampingi anak. Terbukalah dalam mengungkapkan kegalauan dan mendiskusikannya dengan dokter sehingga mendapat pengarahan dan pemahaman lebih mendalam. Kemudian, jalani pengobatan atau terapi yang disarankan dokter pendamping dengan tertib,” kata dia.
Namun penyakit ini menjadi penyebab kematian kedua pada anak-anak berusia antara 5—14 tahun. Sementara, Yayasan Kanker Anak Indonesia (YKAI) menemukan prevalensi anak-anak dengan kanker meningkat 7% setiap tahunnya. Leukemia merupakan kanker yang paling umum pada anak-anak, diikuti oleh retinoblastoma, osteosarcoma, neuroblastoma, dan maligna limfoma.
“Penting bagi orangtua untuk tahu apa yang harus diperhatikan, dengan sering-sering memeriksa keadaan seluruh tubuh anak, misalnya apakah ada benjolan. Ini bisa dilakukan dengan meraba saat memandikan anak. Hati-hati apabila anak sering panas dan pucat, ada bintik-bintik pada kulit ataupun pendarahan pada kulit," ujar ahli onkologi dari Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center (MRCCC) Siloam Hospitals Semanggi, Prof. Dr. dr. Moeslichan SpA (K) melalui keterangan pers yang diterima Sindonews.
"Waspadai juga nyeri tulang, anak-anak belum bisa mengkomunikasikan sakit ini, sehingga dapat dipantau dari berkurangnya aktivitas fisik dari yang biasa mereka lakukan. Bila ada satu atau lebih dari gejala ini muncul, maka segera tes darah dan telusuri lebih detail dan lengkap dari hasil test darah tersebut,” tambahnya.
Prof Moeslichan menjelaskan, gaya hidup bukan faktor pemicu kanker pada anak sehingga penyakit ini jauh lebih sulit dicegah. Mengingat kanker pada anak sulit dicegah dan gejala yang tidak mudah dikenali, karena itu orangtua harus melakukan deteksi dini secara berkala.
“Orangtua yang anaknya menderita kanker harus mencari informasi akurat dan detail dari dokter yang mendampingi anak. Terbukalah dalam mengungkapkan kegalauan dan mendiskusikannya dengan dokter sehingga mendapat pengarahan dan pemahaman lebih mendalam. Kemudian, jalani pengobatan atau terapi yang disarankan dokter pendamping dengan tertib,” kata dia.
(alv)