Sepuluh Menit Dampaknya Sepanjang Masa

Minggu, 25 Maret 2018 - 12:02 WIB
Sepuluh Menit Dampaknya Sepanjang Masa
Sepuluh Menit Dampaknya Sepanjang Masa
A A A
JAKARTA - Pengalaman pada masa kanak-kanak melatarbelakangi passion Emmanuella Mila saat ini. Bagaimana tidak, kenangan tentang dongeng yang selalu dikisahkan sang ayah saat ia kecil masih membekas diingatan hingga mendorong Mila untuk melakukan hal serupa kepada anaknya dan anak-anak Indonesia pada umumnya. Wanita 36 tahun ini menerapkan dongeng sebagai metode pembelajaran bagi anak-anak.

Mendongeng bisa menjadi aktivitas yang dipilih orang tua untuk meng habiskan waktu dengan anak. Banyak manfaat yang diperoleh, salah satunya waktu berkualitas antara anak-orang tua yang akan selalu diingat oleh si kecil. Mila masih ingat bagaimana ayah dulu gemar mendongeng untuknya.

Kisah-kisah yang diceritakan hingga suara sang ayah masih selalu terngiang sampai saat ini. Dia baru menyadari, betapa kedekatan anak dengan orang tua dapat tercipta dan amat mem bekas hanya karena dongeng. Tidak heran, Mila pun ingin anaknya dan anak-anak Indonesia merasakan indahnya mendengarkan dongeng dari orang tua di rumah atau pun di sekolah.

Melalui Rumah Dongeng Pelangi, keinginan itu diwujudkan sejak 2010. Kini, Mila rutin mendongeng untuk banyak anak di berbagai tempat sekaligus menularkan konsep mendongeng sebagai metode pembelajaran bagi anak kepada guru dan orang tua. Seperti apa itu? Inilah kisah Mila selengkapnya.

Bagaimana kegiatan mendongeng Anda menjadi sebuah komunitas bernama Rumah Dongeng Pelangi?
Iya, itu karena memang saya ingin menularkan apa yang saya rasakan dulu kepada anak saya. Kemudian saya coba mendongeng kepada anak-anak tetangga dan akhir ya ke preschool yang berlokasi di sekitar rumah. Ternyata respons mereka sangat baik karena saat itu pada 2000-an belum banyak yang suka mendongeng. Beberapa sekolah lantas meminta saya untuk mendongeng lagi.

Sampai ada yang punya kegiatan story telling setiap hari. Saya pun meluaskan jangkauan, suka muter rutin ke panti asuhan. Masih sendiri saja bersama suami dan anak, sebulan sekali jalan-jalan kepanti asuhan buat mendongeng. Setelah berjalan lama dan terus-menerus, ternyata aktivitas bulanan saya ini banyak yang memperhatikan dan banyak yang mau ikutan juga.

Walaupun mereka tidak bisa mendongeng, beberapa orang tetap turut serta memba wakan berbagai macam keperluan untuk anak-anak panti. Dari situ saya mulai berpikir, ini dibuat komunitas saja supaya gerakan mendongeng bisa lebih luas.

Mereka yang gabung kebanyakan teman-teman saya, teman kuliah, dan teman di rumah. Semakin lama yang gabung temannya teman, bahkan orang lain yang kami tidak kenal pun mau ikut mendongeng atau paling tidak gabung ke komunitas kami.

Apa tujuan Anda keliling untuk men dongeng sampai ada komunitas Rumah Dongeng Pelangi?
Tujuan saya mendongeng karena kesadaran orang tua masih minim tentang pentingnya bercerita kepada anak. Padahal, manfaatnya banyak sekali. Sangat terasa pada diri saya dan anak saya.

Anak saya jadi lebih baik komunikasinya, banyak kosakata yang dia tahu saat dia baru bisa berbicara. Kalau saya bertanya kepada orang tua lain, mereka masih mengandalkan gadget untuk beraktivitas bersama anak. Saya semakin yakin dan tambah bersemangat untuk memperkenalkan aktivitas mendongeng kepada keluarga juga masyarakat.

Bagaimana perkembangan Rumah Dongeng Pelangi saat ini?
Relawan kami sudah ada 50 lebih orang. Setiap tahun dua kali diadakan pembukaan relawan baru. Beruntung, makin ke sini makin banyak yang ikut. Kebanyakan mereka dari kalangan anak muda, usia produktif, maha iswa, dan para eksekutif muda. Pokoknya mereka pegawai kantoran untuk mengisi akhir pekan di sini.

Base kami masih di Jakarta dan Bekasi untuk mendongeng rutin seminggu sekali ke wilayah Jabodetabek. Mendongeng ke luar kota biasanya ada karena kami diundang, belum punya cabang. Kalau ada yang mau bekerja sama, silakan, kami sangat terbuka. Namun, harus disadari komunitas ini berbasis sosial, jadi tidak ada yang bayar.

Apakah Rumah Dongeng Pelangi punya taman bacaan sendiri?
Kalau kami tidak punya taman bacaan, tapi binaan kami di PAUD punya taman bacaan. Kami punya program namanya Panggung Boneka untuk Seribu Anak Indonesia. Jadi, kami mendampingi PAUD pra sejahtera di wilayah Jakarta dan Bekasi, mengajarkan metode mendongeng untuk masuk kedalam pengajarannya. Kami memfasilitasi taman bacaan di PAUD tersebut, menyuplai buku serta metode mendongeng.

Apa program lain di Rumah Dongeng Pelangi?
Dalam program Panggung Boneka untuk Seribu Anak Indonesia ini kami mendampingi guru PAUD selama enam bulan secara intensif, lalu kami lepas, tapi tetap memonitor agar di PAUD-nya ada jam men dongeng setiap hari. Sudah ada 10 PAUD yang menjalankan program ini di kampung kawasan padat penduduk.

Program lain ada Dongeng Charity. Kami datang ke panti asuhan, sekolah kolong, juga ke Rumah Kanker. Kami datang ke tempat yang banyak anak dengan kualitas mendongeng yang masih sedikit atau malah belum ada. Selain mendongeng, kami juga menghibur, nyanyi-nyanyi, dan membuat kerajinan.

Penjaga atau pembimbing di sana juga kami latih mendongeng. Program lain ialah Dongeng Piknik, memberi dongeng di luar ruangan sehingga ada suasana baru yang anak-anak rasakan. Pernah kami lakukan di Pasir Mukti, di taman-taman di Jakarta. Anak-anak pun senang bisa merasakan alam.

Kami juga punya program Satu Kakak Satu Adik. Kami memilih anak-anak di panti asuhan yang belum beruntung untuk berkegiatan seperti anak lain. Seperti menonton bioskop, kakak relawan jadi kakak asuh, mengajak adiknya seharian untuk jalan-jalan dan pergi menonton.

Apakah Anda juga serius memaksimalkan cara mendongeng Anda atau memang dari dulu sudah ada bakat sebagai pendongeng?
Iya, memang keahlian saya ini. Terus diasah seiring dengan berkembangnya Rumah Dongeng Pelangi. Saya suka menulis, senang membaca dengan suara keras atau lantang, jadi memang sudah terbiasa.

Namun, tetap diseriusi dan terus belajar. Karena saya se ring mendongeng, jadi saya ikut pelatihan dan workshop. Sambil berjalan, komunitas ini ngedongeng juga buat anak-anak. Semakin terasah terus seiring dengan banyaknya tempat yang saya sambangi sehingga saya juga memberanikan diri untuk membuat pelatihan sendiri. Ya learning by doing dan semakin terbiasa juga.

Bagaimana Anda melihat hubungan orang tua masa kini dengan anaknya?
Pekerjaan rumah setiap orang tua me mang melawan gadget karena secara tidak langsung anak meniru orangtuanya yang selalu asyik dengan gadget. Banyak orang tua yang tidak mau repot, akhirnya menyerahkan gadget kepada anak.

Memang lebih anteng, padahal dampaknya bila anak sampai kecanduan gadget, kadang sosialisasi dengan teman tidak baik, kosa kata lebih sedikit, juga kedekatan dengan orang tua tidak ada.

Maka itu, saya suka menantang 10 menit untuk punya waktu berkualitas, hanya orang tua dan anak, tanpa gadget.

Apa yang dilakukan? Ya tentu bisa mendongeng, tapi suka banyak yang bingung. Men dongeng jangan selalu dengan cerita fiksi atau cerita di buku. Namun, orang tua bercerita mengenai aktivitas yang sudah dilakukan seharian atau mengobrol dengan anak.

Itu pun kegiatan bercerita yang bisa mendekatkan orang tua dengan anak. Kami sekarang sedang gencar mengampanyekan mendongeng secara offline, bekerja sama dengan dokter anak di salah satu rumah sakit. Jadi, kami mendatangi ibu-ibu PKK di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan. Mereka diminta untuk mendongeng 10 menit, lalu harus dilaporkan melalui video.

Mereka adalah para ibu ke las me nengah seperti yang bekerja sebagai buruh cuci, berdagang, dan ibu rumah tangga yang suaminya pengemudi ojek online. Ibu yang lebih banyak di rumah bersama anak tidak menjamin kedekatan dan memberikan aktivitas yang baik kepada anak.

Itu sebenarnya penelitian dari dokter anak, saya hanya sebagai praktisi mendongengnya. Para dokter ingin mem buktikan secara ilmiah dan langsung, bagaimana jika anak dibiasakan mendengarkan cerita dari orang tuanya. Dampak positif apa yang dirasakan.

Wadah Sosial bagi Anak Muda
Apa yang dilakukan Mila sekarang ternyata merupakan bagian dari kegemar annya di masa kecil. Hobi membaca menjadikan ibu satu anak ini seorang pendongeng dan sempat pula berprofesi sebagai penulis skrip.

Membaca, bercerita, dan menulis ada lah satu kesatuan. Terbiasa d engan kegiatan merangkai kata membuat Mila secara tidak sadar seperti memiliki bakat dalam hal bercerita.

“Kalau dipikir-pikir ya seperti itu. Membuat komunitas juga seperti hobi saya sejak sekolah. Suka mengumpulkan orang, mengajak orang untuk buat pementasan. Semua saya yang atur. Sama seperti apa yang saya lakukan sekarang dengan Rumah Dongeng Pelangi. Makanya saya sangat enjoy karena inilah bidang yang biasa saya kerjakan,” ucapnya.

Komunitas yang didirikan Mila akhirnya bukan hanya diperuntukkan bagi anak-anak dan orang tua agar gemar membacakan dongeng, Melainkan juga sebagai wadah berekspresi generasi muda untuk melakukan kegiatan sosial.

Relawan Rumah Dongeng Pelangi memang didominasi anak muda. Mereka menjalankan program komunitas ini dengan tulus dan penuh sukacita.

“Itu yang membuat saya bahagia. Komunitas ini bisa membuat anak muda memiliki pengalaman sosial. Mereka juga senang kalau saya ajak ke Rumah Kanker atau ke yayasan khusus anak tunagrahita,” cerita Mila.

Harapan Mila selanjutnya adalah ingin keliling Indonesia untuk mendongeng. Namun bukan sekadar mendongeng di satu tempat, melainkan bisa menyampaikan metode mendongeng kepada para pembina disana.

“Kalau hanya dikirim untuk men dongeng ke Papua atau ke Sulawesi, misalnya, setelah mendongeng ya selesai sampai di situ. Saya ingin pendekatan yang lebih dari itu agar anak-anak bisa terus mendengarkan cerita,” pungkasnya. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6710 seconds (0.1#10.140)