Ronny Gani, Animator: Menemukan Bakat Terpendam
A
A
A
FILM Avengers: Infinity War menjadi favorit tontonan dalam sebulan terakhir. Siapa sangka, di balik film tersebut, ada anak bangsa yang turut serta menjadi animatornya.
Dialah Ronny Gani, pria asal Indonesia, yang sukses menembus ranah animasi internasional dan dipercaya Marvel untuk menggarap Avengers: Infinity War. Kiprah Ronny ini tentu memperpanjang daftar kreator lokal yang berprestasi. Seperti apa sepak terjang lelaki 35 tahun itu di dunia animasi internasional? Bagaimana sesungguhnya profesi animator menurut pandangannya? Inilah penuturan Ronny kepada KORAN SINDO.
Di Indonesia sedang booming film Avengers: Infinity War. Ternyata di balik film tersebut, ada Anda. Bisa diceritakan pekerjaan apa yang Anda lakukan dalam film box office itu?
Saya terlibat sebagai senior animator dalam proyek Avengers: Infinity War. Peran animator dalam sebuah film ibarat seorang aktor, tapi di belakang layar. Animator memberikan acting atau performance kepada karakter-karakter digital yang dibuat di komputer melalui pergerakan atau motion yang realistik sehingga karakter-karakter tadi menjadi hidup di layar dan di mata penonton.
Bagaimana Anda bisa tergabung dalam perusahaan Marvel dan sejak kapan?
Sebenarnya saya tidak bekerja di Marvel secara lang sung. Saya bekerja di Industrial Light & Magic (ILM), sebuah perusahaan yang spesialisasinya me ngerjakan visual effect (VFX) untuk film berskala besar, termasuk Avengers: Infinity War.
Anda memang penggemar komik atau suka action figure ? Dan, sejak kapan merasa memiliki bakat menggambar?
Memang dari dulu saya suka baca komik, mulai komik asal Amerika Serikat sampai ke manga. Saya juga dari dulu gemar menggambar, tapi tak pernah sekalipun terpikir untuk berkarier di bidang seni. Terlebih saat semua keluarga dan relasi saya tidak ada satu pun yang berprofesi sebagai seniman atau orang kreatif sehingga ide untuk berprofesi di bidang kreatif sangat jauh dari pikiran saya.
Jadi hanya hobi, tetapi pada akhirnya menjadi animator sungguhan. Benarkah Anda jadi merasa salah pilih jurusan kuliah?
Itu semua proses yang saya syukuri, termasuk salah ambil jurusan. Awalnya saya kuliah di Arsitektur UI. Tapi, di masa-masa terakhir kuliah, saya menyadari kalau passion dan talent saya bukan di bidang ini. Pada saat bersamaan, saya mulai mengenal 3D software yang dipakai untuk mengerjakan tugas-tugas desain arsitektur.
Sejak itu saya mengetahui bahwa software tersebut lebih banyak digunakan di bidang animasi dan visual effect untuk industri film. Karena dorongan artistik saya cukup tinggi, saya memutuskan mendalami bidang tersebut. Saya mulai mempelajari dan mengembangkan skill saya secara autodidak, karena akses belajar formal di dalam negeri waktu itu belum memadai, dan untuk ke luar negeri tidak ada di pilihan saya.
Setelah lulus kuliah, pada 2004 saya bekerja sambil terus belajar tentang CGI (computer graphicimagery). Setelah enam bulan akhirnya saya mendapat pekerjaan sebagai animator di Infinite Frame works, Batam. Setelah bekerja setahun di Batam, saya lanjut ke perusahaan animasi lokal di Singapura. Tidak lama kemudian saya mendapat kesempatan pindah lagi ke Lucasfilm/ILM yang juga ada di Singapura.
Awalnya saya bekerja di serial TV Star Wars: The Clone Wars, di mana pada tahun keempat saya baru berkesempatan mengerjakan proyek layar lebar, yaitu film Avengers yang pertama. Sejak itulah saya mulai mengerjakan dan terlibat dalam film-film berskala besar sampai sekarang. Film-film yang saya ikut terlibat sejak itu adalah Avengers: Age of Ultron, Ready Player One, Pacific Rim, Noah, Transformers: Age of Extinction, Ant-Man, The Great Wall, Warcraft, Strange Magic, Monster Hunt 2,dan yang terakhir rilis Ready Player One.
Apa kesan Anda bekerja di perusahaan besar dunia?
ILM adalah perusahaan yang sangat besar dan memiliki reputasi amat baik secara internasional. Saya sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari tim yang terlibat dalam film-film skala besar di level internasional.
Tantangan bekerja di sana?
Tantangannya adalah, kita sebagai digital artist harus bersaing dengan ribuan orang lain yang juga pu nya mimpi untuk masuk dan bekerja di perusahaan ILM atau sejenisnya. Setelah kita sudah di terima, kita juga harus menjaga performance kreatif kita dan terus mengembangkan diri dengan knowledge baru, baik secara teknikal maupun artistik.
Adakah perbedaan yang dirasakan karena Anda bukan orang Amerika dan perasaan apa yang Anda alami saat harus bekerja dengan orang dari berbagai negara?
Dalam lingkup luas, kolega saya orang-orang yang sangat menyenangkan. Mungkin karena kita memiliki karakter yang mirip, sesama orang kreatif. Kami selalu merasakan latar belakang seseorang tak ada bedanya dalam hal bekerja dan berinteraksi, semua sama.
Apa suka duka menjadi animator?
Meskipun saya menjalani ini secara profesional, saya tidak pernah merasa seperti bekerja karena melakukan sesuatu yang sesuai dengan passion saya.
Bagaimana Anda melihat perkembangan animasi di Indonesia dan apa yang harus diperbaiki?
Saya kurang tahu secara detail karena tidak terlibat langsung di dalamnya. Tetapi, saya rasa perkembangannya sudah jauh lebih baik dibanding saat saya memulai terjun di bidang ini, 10 tahun lalu. Semakin banyak perusahaan animasi dan interest masyarakat umum pun lebih tinggi saat ini.
Apa pesan Anda untuk animator muda di Indonesia?
Selalu berusaha mengembangkan diri, baik dari segi technical skill maupun soft skill (komunikasi, profesionalisme, networking,dan lain-lain).
Apa kiat sukses Anda, atau apa yang bisa membuat Anda mampu berada di titik ini?
Determinasi untuk mencapai goal/tujuan tertentu. Kalau satu cara gagal, coba cara lain, dan jangan berhenti sampai menemukan cara yang berhasil.
Apakah pekerjaan sebagai animator sekarang menjanjikan dan sudah menjadi favorit generasi muda?
Pasti. Industri animasi, baik lokal maupun internasional, mampu menyediakan karier yang relatif stabil. Bidang ini sangat cocok untuk orangorang yang karakternya kreatif.
Bengkel Animasi untuk Animator Muda
Jalan Ronny untuk menjadi seorang animator seperti sekarang dilaluinya dengan usaha sendiri.
Ia percaya diri dengan bakatnya yang besar dan yakin pada kemampuannya. Meski belajar berdasarkan informasi seadanya, sarjana arsitektur ini tetap mampu bersaing dengan animator profesional lain. Merujuk pada pengalamannya dulu saat ingin memulai karier, Ronny menilai, sarana belajar animasi di Indonesia masih kurang memadai.
Karena itu, ia berinisiatif mendirikan sekolah animasi. Ini merupakan bagian dari impian dan ambisi Ronny yang lain. Sejak 2014, Ronny mendirikan Beng kelanimasi.com,sebuah kursus online yang mengajarkan tentang animasi karakter untuk animator-animator muda Indonesia, baik yang baru ingin memulai maupun yang sudah bekerja.
“Awalnya saya mulai sendiri, tapi sekarang sudah dibantu oleh tim pengajar yang terdiri dari para animation supervisor yang masih aktif bekerja di industri animasi Indonesia,” kata pria berkacamata itu. Kursus di Bengkel Animasi dibuat online agar dapat diakses oleh siapa saja dan dari mana saja di Indonesia.
Bagi pengajar, metode ini juga tentu bisa memudahkan mereka serta lebih leluasa untuk mengajar di kota masing-masing. Ronny menjelaskan, kursus membuat animasi secara online ini tidak main-main. Bukan hanya berguna untuk pemula, namun kurikulum pun mengikuti stan dar kebutuhan animasi di lapangan.
Apa saja yang sedang diperlukan oleh industri film, Bengkel Animasi siap mengajarkan ilmu tersebut. “Tim pengajar kami memiliki pengalaman panjang di industri animasi Tanah Air.
Mereka rata-rata sudah ada di posisi sebagai animation supervisor atau head of animation department sehingga peserta akan dibekali ilmu dan practical tips dari orang-orang yang memang ahli serta sudah terbukti andal di bidangnya,” kata Ronny, bangga.
Selain menjadi sarana untuk belajar animasi, Bengkel Animasi juga bertujuan mempersiapkan animator-animator yang siap diserap oleh industri animasi Indonesia sehingga dampaknya dapat dirasakan pihak praktisi ataupun perusahaan.
Bengkel Animasi giat pula menggelar seminar dan workshop ke berbagai kota di Indonesia untuk membagikan ilmu serta pengalaman. Sekaligus meningkatkan minat masyarakat secara umum terhadap industri animasi. (Ananda Nararya)
Dialah Ronny Gani, pria asal Indonesia, yang sukses menembus ranah animasi internasional dan dipercaya Marvel untuk menggarap Avengers: Infinity War. Kiprah Ronny ini tentu memperpanjang daftar kreator lokal yang berprestasi. Seperti apa sepak terjang lelaki 35 tahun itu di dunia animasi internasional? Bagaimana sesungguhnya profesi animator menurut pandangannya? Inilah penuturan Ronny kepada KORAN SINDO.
Di Indonesia sedang booming film Avengers: Infinity War. Ternyata di balik film tersebut, ada Anda. Bisa diceritakan pekerjaan apa yang Anda lakukan dalam film box office itu?
Saya terlibat sebagai senior animator dalam proyek Avengers: Infinity War. Peran animator dalam sebuah film ibarat seorang aktor, tapi di belakang layar. Animator memberikan acting atau performance kepada karakter-karakter digital yang dibuat di komputer melalui pergerakan atau motion yang realistik sehingga karakter-karakter tadi menjadi hidup di layar dan di mata penonton.
Bagaimana Anda bisa tergabung dalam perusahaan Marvel dan sejak kapan?
Sebenarnya saya tidak bekerja di Marvel secara lang sung. Saya bekerja di Industrial Light & Magic (ILM), sebuah perusahaan yang spesialisasinya me ngerjakan visual effect (VFX) untuk film berskala besar, termasuk Avengers: Infinity War.
Anda memang penggemar komik atau suka action figure ? Dan, sejak kapan merasa memiliki bakat menggambar?
Memang dari dulu saya suka baca komik, mulai komik asal Amerika Serikat sampai ke manga. Saya juga dari dulu gemar menggambar, tapi tak pernah sekalipun terpikir untuk berkarier di bidang seni. Terlebih saat semua keluarga dan relasi saya tidak ada satu pun yang berprofesi sebagai seniman atau orang kreatif sehingga ide untuk berprofesi di bidang kreatif sangat jauh dari pikiran saya.
Jadi hanya hobi, tetapi pada akhirnya menjadi animator sungguhan. Benarkah Anda jadi merasa salah pilih jurusan kuliah?
Itu semua proses yang saya syukuri, termasuk salah ambil jurusan. Awalnya saya kuliah di Arsitektur UI. Tapi, di masa-masa terakhir kuliah, saya menyadari kalau passion dan talent saya bukan di bidang ini. Pada saat bersamaan, saya mulai mengenal 3D software yang dipakai untuk mengerjakan tugas-tugas desain arsitektur.
Sejak itu saya mengetahui bahwa software tersebut lebih banyak digunakan di bidang animasi dan visual effect untuk industri film. Karena dorongan artistik saya cukup tinggi, saya memutuskan mendalami bidang tersebut. Saya mulai mempelajari dan mengembangkan skill saya secara autodidak, karena akses belajar formal di dalam negeri waktu itu belum memadai, dan untuk ke luar negeri tidak ada di pilihan saya.
Setelah lulus kuliah, pada 2004 saya bekerja sambil terus belajar tentang CGI (computer graphicimagery). Setelah enam bulan akhirnya saya mendapat pekerjaan sebagai animator di Infinite Frame works, Batam. Setelah bekerja setahun di Batam, saya lanjut ke perusahaan animasi lokal di Singapura. Tidak lama kemudian saya mendapat kesempatan pindah lagi ke Lucasfilm/ILM yang juga ada di Singapura.
Awalnya saya bekerja di serial TV Star Wars: The Clone Wars, di mana pada tahun keempat saya baru berkesempatan mengerjakan proyek layar lebar, yaitu film Avengers yang pertama. Sejak itulah saya mulai mengerjakan dan terlibat dalam film-film berskala besar sampai sekarang. Film-film yang saya ikut terlibat sejak itu adalah Avengers: Age of Ultron, Ready Player One, Pacific Rim, Noah, Transformers: Age of Extinction, Ant-Man, The Great Wall, Warcraft, Strange Magic, Monster Hunt 2,dan yang terakhir rilis Ready Player One.
Apa kesan Anda bekerja di perusahaan besar dunia?
ILM adalah perusahaan yang sangat besar dan memiliki reputasi amat baik secara internasional. Saya sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari tim yang terlibat dalam film-film skala besar di level internasional.
Tantangan bekerja di sana?
Tantangannya adalah, kita sebagai digital artist harus bersaing dengan ribuan orang lain yang juga pu nya mimpi untuk masuk dan bekerja di perusahaan ILM atau sejenisnya. Setelah kita sudah di terima, kita juga harus menjaga performance kreatif kita dan terus mengembangkan diri dengan knowledge baru, baik secara teknikal maupun artistik.
Adakah perbedaan yang dirasakan karena Anda bukan orang Amerika dan perasaan apa yang Anda alami saat harus bekerja dengan orang dari berbagai negara?
Dalam lingkup luas, kolega saya orang-orang yang sangat menyenangkan. Mungkin karena kita memiliki karakter yang mirip, sesama orang kreatif. Kami selalu merasakan latar belakang seseorang tak ada bedanya dalam hal bekerja dan berinteraksi, semua sama.
Apa suka duka menjadi animator?
Meskipun saya menjalani ini secara profesional, saya tidak pernah merasa seperti bekerja karena melakukan sesuatu yang sesuai dengan passion saya.
Bagaimana Anda melihat perkembangan animasi di Indonesia dan apa yang harus diperbaiki?
Saya kurang tahu secara detail karena tidak terlibat langsung di dalamnya. Tetapi, saya rasa perkembangannya sudah jauh lebih baik dibanding saat saya memulai terjun di bidang ini, 10 tahun lalu. Semakin banyak perusahaan animasi dan interest masyarakat umum pun lebih tinggi saat ini.
Apa pesan Anda untuk animator muda di Indonesia?
Selalu berusaha mengembangkan diri, baik dari segi technical skill maupun soft skill (komunikasi, profesionalisme, networking,dan lain-lain).
Apa kiat sukses Anda, atau apa yang bisa membuat Anda mampu berada di titik ini?
Determinasi untuk mencapai goal/tujuan tertentu. Kalau satu cara gagal, coba cara lain, dan jangan berhenti sampai menemukan cara yang berhasil.
Apakah pekerjaan sebagai animator sekarang menjanjikan dan sudah menjadi favorit generasi muda?
Pasti. Industri animasi, baik lokal maupun internasional, mampu menyediakan karier yang relatif stabil. Bidang ini sangat cocok untuk orangorang yang karakternya kreatif.
Bengkel Animasi untuk Animator Muda
Jalan Ronny untuk menjadi seorang animator seperti sekarang dilaluinya dengan usaha sendiri.
Ia percaya diri dengan bakatnya yang besar dan yakin pada kemampuannya. Meski belajar berdasarkan informasi seadanya, sarjana arsitektur ini tetap mampu bersaing dengan animator profesional lain. Merujuk pada pengalamannya dulu saat ingin memulai karier, Ronny menilai, sarana belajar animasi di Indonesia masih kurang memadai.
Karena itu, ia berinisiatif mendirikan sekolah animasi. Ini merupakan bagian dari impian dan ambisi Ronny yang lain. Sejak 2014, Ronny mendirikan Beng kelanimasi.com,sebuah kursus online yang mengajarkan tentang animasi karakter untuk animator-animator muda Indonesia, baik yang baru ingin memulai maupun yang sudah bekerja.
“Awalnya saya mulai sendiri, tapi sekarang sudah dibantu oleh tim pengajar yang terdiri dari para animation supervisor yang masih aktif bekerja di industri animasi Indonesia,” kata pria berkacamata itu. Kursus di Bengkel Animasi dibuat online agar dapat diakses oleh siapa saja dan dari mana saja di Indonesia.
Bagi pengajar, metode ini juga tentu bisa memudahkan mereka serta lebih leluasa untuk mengajar di kota masing-masing. Ronny menjelaskan, kursus membuat animasi secara online ini tidak main-main. Bukan hanya berguna untuk pemula, namun kurikulum pun mengikuti stan dar kebutuhan animasi di lapangan.
Apa saja yang sedang diperlukan oleh industri film, Bengkel Animasi siap mengajarkan ilmu tersebut. “Tim pengajar kami memiliki pengalaman panjang di industri animasi Tanah Air.
Mereka rata-rata sudah ada di posisi sebagai animation supervisor atau head of animation department sehingga peserta akan dibekali ilmu dan practical tips dari orang-orang yang memang ahli serta sudah terbukti andal di bidangnya,” kata Ronny, bangga.
Selain menjadi sarana untuk belajar animasi, Bengkel Animasi juga bertujuan mempersiapkan animator-animator yang siap diserap oleh industri animasi Indonesia sehingga dampaknya dapat dirasakan pihak praktisi ataupun perusahaan.
Bengkel Animasi giat pula menggelar seminar dan workshop ke berbagai kota di Indonesia untuk membagikan ilmu serta pengalaman. Sekaligus meningkatkan minat masyarakat secara umum terhadap industri animasi. (Ananda Nararya)
(nfl)