Kolaborasi Tiga Desainer di Iven Batik For The World, Paris
A
A
A
OSCAR Lawalata bersama Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO dengan dukungan Bakti Budaya Djarum Foundation dan Bank Mandiri menggelar Batik For The World pada 6-12 Juni 2018 di UNESCO, Paris, Prancis.
Acara ini dibuka dengan kesatuan kain peradaban Indonesia di Hall Salle 1, kantor pusat UNESCO, Paris, oleh tiga desainer ternama Indonesia, Oscar Lawalata, Edward Hutabarat, dan Denny Wirawan. Sebanyak 24 model berjalan anggun dengan mengenakan busana karya desainer kebanggaan Indonesia ini. Mereka berhasil membuat penonton berdecak kagum.
Oscar membawa batik dari lima daerah di Jawa Timur, di antaranya Madura, Surabaya, Ponorogo, Trenggalek, dan Tuban dalam tampilan koleksi ready to wear . Edward Hutabarat memboyong batik dari daerah pesisiran Cirebon dan Pekalongan. Sementara Denny Wirawan akan mengusung keindahan dan keunikan Batik Kudus.
Batik sejatinya merupakan inspirasi terbesar bagi Oscar Lawalata. Berbagai macam metode pengolahan batik akan diaplikasikan pada pergelaran kali ini. Di antaranya bordir tangan, pewarnaan alam, dan berbagai olahan detail tangan lainnya ke dalam koleksi yang menjadi ciri khas Oscar Lawalata Culture.
Sebagai desainer Indonesia yang mengintegrasi kebudayaan tradisional dan gaya hidup modern, Oscar memiliki misi untuk mengangkat, melestarikan, serta memperkenalkan kembali identitas budaya batik kepada masyarakat Indonesia dan dunia.
Bagi Edward Hutabarat, batik bukan hanya kain bermotif kebanggaan bangsa Indonesia, melainkan kain peradaban warisan bangsa yang penuh dengan nilai sejarah tersendiri. Selama lebih dari 2 dekade mendalami batik, desainer yang disapa Edo ini mengolah kain batik sebagai bentuk peradaban Indonesia yang berjuang untuk terus bisa bertahan di tengah gempuran modernisasi.
“Ini merupakan kesempatan emas untuk berbicara di UNESCO untuk mengangkat satu dari kain peradaban Indonesia. Mereka dapat melihat secara langsung keindahan dan kemegahan kain peradaban Indonesia, hingga berdecak kagum membayangkan ketelatenan dan waktu lama yang dibutuhkan para perajin batik untuk menghasilkan satu kain batik yang sarat makna.
Sisi lain, ini juga bagian transfer sejarah kepada generasi Indonesia saat ini bahwa harus menghargai dan mengenal batik lebih dalam. Hargailah dan berbanggalah Indonesia memiliki batik,” ujar Edward Hutabarat. Untuk koleksi yang ditampilkan, Edward Hutabarat memboyong batik mega mendung dan sawung galing dari Cirebon dan Pekalongan.
Dengan memadukan motif garis yang menjadi identitasnya, Edward Hutabarat akan mempresentasikan batik dalam wedding gown, beach wear, resort look dengan tampilan longgar dan ringan. “Saya ingin menampilkan bagaimana batik bisa bersanding dengan berbagai barang branded lainnya, namun batik tetap menjadi pusat perhatian,” tambahnya.
Sementara Denny Wirawan menghadirkan inspirasi koleksi terbaru dari kain batik Kudus, warisan budaya dari pesisir Jawa Tengah yang berkembang sejalan dengan perkembangan kerajaan di Jawa.
Permainan tabrak corak khas Denny Wirawan dengan kain batik Kudus yang menampilkan motif flora dan fauna nan elok dengan penuh warna ceria, dipadu dengan embroidery akan menjadi inspirasi busana cocktail dan evening wear.
“Saya berkolaborasi dengan Bakti Budaya Djarum Foundation untuk mengangkat batik Kudus yang sempat populer pada tahun 20-an sampai 60-an sebagai kain batik yang paling halus motif dan pewarnaannya. Namun, kini hampir punah karena tidak adanya regenerasi pembatik.
Setelah batik Kudus tampil di Fashion Gallery New York Fashion Week dan akan hadir di Batik for The World di UNESCO ini bisa memperkuat motivasi para pembatik Kudus untuk terus semangat melestarikan motifnya dan batik Kudus semakin dikenal masyarakat,” ujar Denny Wirawan.
Acara ini dibuka dengan kesatuan kain peradaban Indonesia di Hall Salle 1, kantor pusat UNESCO, Paris, oleh tiga desainer ternama Indonesia, Oscar Lawalata, Edward Hutabarat, dan Denny Wirawan. Sebanyak 24 model berjalan anggun dengan mengenakan busana karya desainer kebanggaan Indonesia ini. Mereka berhasil membuat penonton berdecak kagum.
Oscar membawa batik dari lima daerah di Jawa Timur, di antaranya Madura, Surabaya, Ponorogo, Trenggalek, dan Tuban dalam tampilan koleksi ready to wear . Edward Hutabarat memboyong batik dari daerah pesisiran Cirebon dan Pekalongan. Sementara Denny Wirawan akan mengusung keindahan dan keunikan Batik Kudus.
Batik sejatinya merupakan inspirasi terbesar bagi Oscar Lawalata. Berbagai macam metode pengolahan batik akan diaplikasikan pada pergelaran kali ini. Di antaranya bordir tangan, pewarnaan alam, dan berbagai olahan detail tangan lainnya ke dalam koleksi yang menjadi ciri khas Oscar Lawalata Culture.
Sebagai desainer Indonesia yang mengintegrasi kebudayaan tradisional dan gaya hidup modern, Oscar memiliki misi untuk mengangkat, melestarikan, serta memperkenalkan kembali identitas budaya batik kepada masyarakat Indonesia dan dunia.
Bagi Edward Hutabarat, batik bukan hanya kain bermotif kebanggaan bangsa Indonesia, melainkan kain peradaban warisan bangsa yang penuh dengan nilai sejarah tersendiri. Selama lebih dari 2 dekade mendalami batik, desainer yang disapa Edo ini mengolah kain batik sebagai bentuk peradaban Indonesia yang berjuang untuk terus bisa bertahan di tengah gempuran modernisasi.
“Ini merupakan kesempatan emas untuk berbicara di UNESCO untuk mengangkat satu dari kain peradaban Indonesia. Mereka dapat melihat secara langsung keindahan dan kemegahan kain peradaban Indonesia, hingga berdecak kagum membayangkan ketelatenan dan waktu lama yang dibutuhkan para perajin batik untuk menghasilkan satu kain batik yang sarat makna.
Sisi lain, ini juga bagian transfer sejarah kepada generasi Indonesia saat ini bahwa harus menghargai dan mengenal batik lebih dalam. Hargailah dan berbanggalah Indonesia memiliki batik,” ujar Edward Hutabarat. Untuk koleksi yang ditampilkan, Edward Hutabarat memboyong batik mega mendung dan sawung galing dari Cirebon dan Pekalongan.
Dengan memadukan motif garis yang menjadi identitasnya, Edward Hutabarat akan mempresentasikan batik dalam wedding gown, beach wear, resort look dengan tampilan longgar dan ringan. “Saya ingin menampilkan bagaimana batik bisa bersanding dengan berbagai barang branded lainnya, namun batik tetap menjadi pusat perhatian,” tambahnya.
Sementara Denny Wirawan menghadirkan inspirasi koleksi terbaru dari kain batik Kudus, warisan budaya dari pesisir Jawa Tengah yang berkembang sejalan dengan perkembangan kerajaan di Jawa.
Permainan tabrak corak khas Denny Wirawan dengan kain batik Kudus yang menampilkan motif flora dan fauna nan elok dengan penuh warna ceria, dipadu dengan embroidery akan menjadi inspirasi busana cocktail dan evening wear.
“Saya berkolaborasi dengan Bakti Budaya Djarum Foundation untuk mengangkat batik Kudus yang sempat populer pada tahun 20-an sampai 60-an sebagai kain batik yang paling halus motif dan pewarnaannya. Namun, kini hampir punah karena tidak adanya regenerasi pembatik.
Setelah batik Kudus tampil di Fashion Gallery New York Fashion Week dan akan hadir di Batik for The World di UNESCO ini bisa memperkuat motivasi para pembatik Kudus untuk terus semangat melestarikan motifnya dan batik Kudus semakin dikenal masyarakat,” ujar Denny Wirawan.
(don)