Ketika Joel Flory Beralih Profesi dari Fotografer Jadi Founder
A
A
A
Sejak Awal mendirikan VSCO, Joel Flory tidak ingin sama dengan sosial media yang sudah ada. Terbukti, sejak awal berdiri dengan pengguna yang masih sedikit,aplikasinya sudah mendulang profit. Seperti apa?
Senin (20/8) silam adalah World Photography Day atau Hari Fotografi Dunia. CEO Apple Tim Cook, merayakannya sambil mencuit di Twitter menggunakan tagar #ShotOniPhone. Cuitannya tentang John Bozinov, yakni fotografer yang berfokus pada wildlifedan fotografi portrait.
Cara Bozinov merekam alam liar Antartika lewat karya fotonya membuat orang tidak percaya bahwa hal tersebut hanya dijepret melalui sebuah iPhone. Tapi, ternyata memang Bozinov punya rahasia. Rahasia yang membuat foto-fotonya terlihat jauh lebih realistis, lebih menawan, lebih cantik, dan seperti diambil oleh DSLR professional dengan tim yang professional pula. Rahasia itu adalah aplikasi VSCO.
Aplikasi yang diklaim sangat mudah digunakan dan sudah bertahun-tahun menjadi bagian dari linimasa Instagram. Inilah salah satu aplikasi editingfoto yang terpopuler di dunia. VSCO kepanjangan dari Visual Supply Company. Didirikan oleh Greg Lutze dan Joel Flory pada 2011.
Sejak berdiri, VSCO meluas menjadi sebuah komunitas dan pusat dari orang-orang kreatif untuk mendapatkan perangkat editing foto. Ya, VSCO juga menjadi platform dimana penggunanya bisa berbagai karya mereka. Di VSCO fiturnya disebut jurnal. Dampak VSCO sekarang semakin terasa, ketika internet penuh dengan upaya untuk menciptakan foto yang indah secara online.
Dari Awal Sudah Profitable
VSCO, seperti banyak startupteknologi yang mendunia lainnya, berkantor di San Francisco Bay Area. Namun, cara perusahaan tersebut menjalankan bisnisnya sangat berbeda. Mereka tidak menganut teori bahwa cara untuk tumbuh adalah menawarkan layanan gratis dengan harapan membangun audiens yang begitu besar, untuk kemudian perusahaan lain akan membayar signifikan jumlah uang untuk menjangkau orang-orang tersebut lewat iklan. Flory, adalah mantan fotografer professional. Fokusnya sejak awal adalah membangun bisnis kreatif yang memang menguntungkan.
Sejak mendirikan VSCO bersama Greg Lutze pada 2011, ia menjelaskan bahwa VSCO sudah mendapatkan protif. Caranya, dengan menjual presetatau penyetelan editingagar pengguna VSCO mendapatkan hasil editing yang diinginkan. Pada 2014 dan 2015, melalui dua putaran investasi, mereka memang mendapatkan USD70 juta sebagai suntikan modal untuk berkembang.
Jumlah karyawan mereka telah meningkat menjadi hampir 100. Tapi, Flory berpegang teguh bahwa VSCO tidak mengejar pertumbuhan pengguna. Tapi, yang ia jual adalah gagasan, kreativitas, dan layanan dari VSCO melalui layanan model berlangganan. Dan pelanggan berbayar VSCO sendiri tumbuh sangat cepat.
”Kami percaya bahwa kami memiliki sesuatu yang berharga, di mana orang-orang siap mebayar demi mendapatkannya,” ungkap Flory. Model bisnis tersebut, disebutnya lebih baik dibandingkan memberi aplikasi gratis namun menjual “penggunanya” kepada pengiklan.
Flory juga menyebut bahwa yang membedakan VSCO dibandingkan perusahaan teknologi lainnhya, adalah VSCO tidak berupaya menjadi sebuah platform saja. Melainkan menjadi sebuah peran penting dalam sebuah komunitas yang berkembang. ”VSCO diharapkan membantu individu untuk mengeksplorasi kreativitas mereka dalam kegiatan yang kecil (niche), dibandingkan di medium umum seperti Twitter atau Facebook,” ungkapnya.
“Tapi sekaligus juga memberikan pengalaman positif, di mana user hanya bisa berkomunikasi satu dan lainnya. Sehingga tidak ada saling mengejek atau menghina,” ungkap Flory.
Untuk saat ini, segmen usia antara 13 dan 17 tahun adalah pengguna VSCO yang paling cepat pertumbuhannya. Mereka ini adalah para digital natives atau anak-anak yang tumbuh dengan sosial media hampir sepanjang hidupnya.
Menurut Flory, mereka sudah Lelah dengan kebisingan dan konflik dari platform yang lain, dan menganggap VSCO sebagai “tempat aman” untuk mengekspresikan diri.
Senin (20/8) silam adalah World Photography Day atau Hari Fotografi Dunia. CEO Apple Tim Cook, merayakannya sambil mencuit di Twitter menggunakan tagar #ShotOniPhone. Cuitannya tentang John Bozinov, yakni fotografer yang berfokus pada wildlifedan fotografi portrait.
Cara Bozinov merekam alam liar Antartika lewat karya fotonya membuat orang tidak percaya bahwa hal tersebut hanya dijepret melalui sebuah iPhone. Tapi, ternyata memang Bozinov punya rahasia. Rahasia yang membuat foto-fotonya terlihat jauh lebih realistis, lebih menawan, lebih cantik, dan seperti diambil oleh DSLR professional dengan tim yang professional pula. Rahasia itu adalah aplikasi VSCO.
Aplikasi yang diklaim sangat mudah digunakan dan sudah bertahun-tahun menjadi bagian dari linimasa Instagram. Inilah salah satu aplikasi editingfoto yang terpopuler di dunia. VSCO kepanjangan dari Visual Supply Company. Didirikan oleh Greg Lutze dan Joel Flory pada 2011.
Sejak berdiri, VSCO meluas menjadi sebuah komunitas dan pusat dari orang-orang kreatif untuk mendapatkan perangkat editing foto. Ya, VSCO juga menjadi platform dimana penggunanya bisa berbagai karya mereka. Di VSCO fiturnya disebut jurnal. Dampak VSCO sekarang semakin terasa, ketika internet penuh dengan upaya untuk menciptakan foto yang indah secara online.
Dari Awal Sudah Profitable
VSCO, seperti banyak startupteknologi yang mendunia lainnya, berkantor di San Francisco Bay Area. Namun, cara perusahaan tersebut menjalankan bisnisnya sangat berbeda. Mereka tidak menganut teori bahwa cara untuk tumbuh adalah menawarkan layanan gratis dengan harapan membangun audiens yang begitu besar, untuk kemudian perusahaan lain akan membayar signifikan jumlah uang untuk menjangkau orang-orang tersebut lewat iklan. Flory, adalah mantan fotografer professional. Fokusnya sejak awal adalah membangun bisnis kreatif yang memang menguntungkan.
Sejak mendirikan VSCO bersama Greg Lutze pada 2011, ia menjelaskan bahwa VSCO sudah mendapatkan protif. Caranya, dengan menjual presetatau penyetelan editingagar pengguna VSCO mendapatkan hasil editing yang diinginkan. Pada 2014 dan 2015, melalui dua putaran investasi, mereka memang mendapatkan USD70 juta sebagai suntikan modal untuk berkembang.
Jumlah karyawan mereka telah meningkat menjadi hampir 100. Tapi, Flory berpegang teguh bahwa VSCO tidak mengejar pertumbuhan pengguna. Tapi, yang ia jual adalah gagasan, kreativitas, dan layanan dari VSCO melalui layanan model berlangganan. Dan pelanggan berbayar VSCO sendiri tumbuh sangat cepat.
”Kami percaya bahwa kami memiliki sesuatu yang berharga, di mana orang-orang siap mebayar demi mendapatkannya,” ungkap Flory. Model bisnis tersebut, disebutnya lebih baik dibandingkan memberi aplikasi gratis namun menjual “penggunanya” kepada pengiklan.
Flory juga menyebut bahwa yang membedakan VSCO dibandingkan perusahaan teknologi lainnhya, adalah VSCO tidak berupaya menjadi sebuah platform saja. Melainkan menjadi sebuah peran penting dalam sebuah komunitas yang berkembang. ”VSCO diharapkan membantu individu untuk mengeksplorasi kreativitas mereka dalam kegiatan yang kecil (niche), dibandingkan di medium umum seperti Twitter atau Facebook,” ungkapnya.
“Tapi sekaligus juga memberikan pengalaman positif, di mana user hanya bisa berkomunikasi satu dan lainnya. Sehingga tidak ada saling mengejek atau menghina,” ungkap Flory.
Untuk saat ini, segmen usia antara 13 dan 17 tahun adalah pengguna VSCO yang paling cepat pertumbuhannya. Mereka ini adalah para digital natives atau anak-anak yang tumbuh dengan sosial media hampir sepanjang hidupnya.
Menurut Flory, mereka sudah Lelah dengan kebisingan dan konflik dari platform yang lain, dan menganggap VSCO sebagai “tempat aman” untuk mengekspresikan diri.
(don)