Gede dan Salak Jadi Favorit Hangout Pendaki Urban
A
A
A
BOGOR - Setiap akhir pekan, dua gunung yang masuk dalam kawasan dua taman nasional, yakni Gede Pangrango dan Salak Halimun, selalu dipadati para pendaki urban.
Karena itu, dua gunung tersebut saat ini menjadi favorit hangout pendaki milenial. Tak hanya pendaki urban, banyak juga penggemar olahraga lari gunung atau trail runner atau mountain runner pun ikut meramaikan jalur pendakian di dua gunung yang ketinggiannya relatif rendah itu.
Selain dekat dengan ibu kota sehingga mudah dijangkau, kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan Taman Nasional Gunung Gede (TNGGP) Pangrango pun dua tahun terakhir ini menjadi destinasi favorit para pendaki urban yang memiliki segudang kesibukan. Mereka menyalurkan minatnya dengan cara pendakian singkat ke Puncak tanpa camping (bermalam mendirikan tenda).
“Karena waktu kami sangat sedikit, kami bisa santai hanya saat hari libur. Itu pun hanya satu atau dua hari. Ketika di medsos ada komunitas pendakian tanpa harus nge-camp, saat itu juga saya gabung. Ternyata seru dan mengasyikkan juga,” kata Ary, 32, warga Jakarta Selatan saat ditemui di pos pendakian Gunung Salak via Cimelati belum lama ini.
Hal senada diungkapkan Wanty Dyandra, 27, guru asal ibu kota Jakarta yang sudah banyak melakukan pendakian gunung di Indonesia, saat masih berstatus mahasiswa. Namun, setelah bekerja, tak banyak waktu untuk menyalurkan minat atau hobinya tersebut.
“Makanya, saya bergabung di komunitas Gunung Salak yang memang rutin menggelar pendakian singkat tanpa harus bermalam di Puncak. Saat di gunung, kami cukup menikmati perjalanan dan Puncak dengan memperbanyak foto,” ujarnya.
Tidak demikian dengan Dian Rosdiana, 26, karyawan swasta asal Kota Bogor, dan Gisella, 22, mahasiswa asal Depok. Keduanya mengaku rutin kedua kawasan taman nasional ini karena sematamata hanya ingin memperbanyak pengalaman dan mendokumentasi pendakian.
“Itu pun kami bisa melakukan pendakian hanya saat akhir pekan dan tetap bermalam di Puncak atau di pos menjelang Puncak Gunung Gede maupun Salak,“ kata Rosdiana.
Sementara itu, berdasarkan informasi dihimpun menyebutkan, saking tingginya peminat alam bebas dadakan belakangan ini membuat petugas kawasan kerepotan sehingga memperketat syarat masuk kawasan TNGGP.
Hampir setiap akhir pekan kawasan TNGGP penuh dengan para pendaki atau sedikitnya 750 orang memadati jalur pendakian Gede Pangrango. Untuk mengantisipasi hal tak diinginkan dan terjadinya kerusakan ekosistem, TNGGP membatasi pendakian Gunung Gede Pangrango dengan kuota per hari 750 yang dibagi melalui tiga pintu masuk.
Untuk pendakian jalur Cibodas, Cianjur, sebanyak 300 orang; via Gunung Putri, Bogor, 250 orang; dan Selabintana, Sukabumi, 200 orang.
“Untuk akhir pekan beberapa tahun belakangan ini pendakian Gunung Gede Pangrango selalu penuh. Makanya, kami perketat masuknya dengan cara memberlakukan booking online dan pemeriksaan kesehatan,” kata Qurani Kristina, Kepala Bidang PTN Wilayah I Cianjur Balai Besar TNGGP.
Selain itu, dalam menerbitkan izin pihaknya mensyaratkan pendaki untuk masuk TNGGP minimal tiga orang per kelompok dengan lama satu malam dua hari.
“Sebelum masuk, mereka harus tetap mengurus Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (Simaksi). Setelah memperoleh izin, setiap pendaki wajib membawa perlengkapan pendakian yang memadai seperti jaket, baju, hangat, sarung tangan, jas hujan, ponco, sepatu, dan lain-lain,” ungkapnya.
Sementara itu, Abah pemilik vila di kawasan kaki Gunung Salak di jalur Cimelati, Sukabumi, mengaku hampir setiap hari ada saja para pendaki mayoritas remaja dan anak muda melakukan pendakian melalui jalur Cimelati.
“Bahkan, tempat saya ini sudah menjadi basecamp wajib jika pengunjung TNGHS mau ke Puncak Salak I, pasti istirahat sebelum dan sesudah pendakiannya di sini,” ujarnya.
Meski jalur pendakian Gunung Salak I via Cimelati ini relatif terjal dan kurang aman bagi pendaki pemula, tak sedikit yang memasuki kawasan TNGHS melaluinya. Padahal jalur resmi masuk kawasan TNGHS saat ini hanya satu pintu, yakni melalui Cidahu, Sukabumi.
Karena itu, dua gunung tersebut saat ini menjadi favorit hangout pendaki milenial. Tak hanya pendaki urban, banyak juga penggemar olahraga lari gunung atau trail runner atau mountain runner pun ikut meramaikan jalur pendakian di dua gunung yang ketinggiannya relatif rendah itu.
Selain dekat dengan ibu kota sehingga mudah dijangkau, kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan Taman Nasional Gunung Gede (TNGGP) Pangrango pun dua tahun terakhir ini menjadi destinasi favorit para pendaki urban yang memiliki segudang kesibukan. Mereka menyalurkan minatnya dengan cara pendakian singkat ke Puncak tanpa camping (bermalam mendirikan tenda).
“Karena waktu kami sangat sedikit, kami bisa santai hanya saat hari libur. Itu pun hanya satu atau dua hari. Ketika di medsos ada komunitas pendakian tanpa harus nge-camp, saat itu juga saya gabung. Ternyata seru dan mengasyikkan juga,” kata Ary, 32, warga Jakarta Selatan saat ditemui di pos pendakian Gunung Salak via Cimelati belum lama ini.
Hal senada diungkapkan Wanty Dyandra, 27, guru asal ibu kota Jakarta yang sudah banyak melakukan pendakian gunung di Indonesia, saat masih berstatus mahasiswa. Namun, setelah bekerja, tak banyak waktu untuk menyalurkan minat atau hobinya tersebut.
“Makanya, saya bergabung di komunitas Gunung Salak yang memang rutin menggelar pendakian singkat tanpa harus bermalam di Puncak. Saat di gunung, kami cukup menikmati perjalanan dan Puncak dengan memperbanyak foto,” ujarnya.
Tidak demikian dengan Dian Rosdiana, 26, karyawan swasta asal Kota Bogor, dan Gisella, 22, mahasiswa asal Depok. Keduanya mengaku rutin kedua kawasan taman nasional ini karena sematamata hanya ingin memperbanyak pengalaman dan mendokumentasi pendakian.
“Itu pun kami bisa melakukan pendakian hanya saat akhir pekan dan tetap bermalam di Puncak atau di pos menjelang Puncak Gunung Gede maupun Salak,“ kata Rosdiana.
Sementara itu, berdasarkan informasi dihimpun menyebutkan, saking tingginya peminat alam bebas dadakan belakangan ini membuat petugas kawasan kerepotan sehingga memperketat syarat masuk kawasan TNGGP.
Hampir setiap akhir pekan kawasan TNGGP penuh dengan para pendaki atau sedikitnya 750 orang memadati jalur pendakian Gede Pangrango. Untuk mengantisipasi hal tak diinginkan dan terjadinya kerusakan ekosistem, TNGGP membatasi pendakian Gunung Gede Pangrango dengan kuota per hari 750 yang dibagi melalui tiga pintu masuk.
Untuk pendakian jalur Cibodas, Cianjur, sebanyak 300 orang; via Gunung Putri, Bogor, 250 orang; dan Selabintana, Sukabumi, 200 orang.
“Untuk akhir pekan beberapa tahun belakangan ini pendakian Gunung Gede Pangrango selalu penuh. Makanya, kami perketat masuknya dengan cara memberlakukan booking online dan pemeriksaan kesehatan,” kata Qurani Kristina, Kepala Bidang PTN Wilayah I Cianjur Balai Besar TNGGP.
Selain itu, dalam menerbitkan izin pihaknya mensyaratkan pendaki untuk masuk TNGGP minimal tiga orang per kelompok dengan lama satu malam dua hari.
“Sebelum masuk, mereka harus tetap mengurus Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (Simaksi). Setelah memperoleh izin, setiap pendaki wajib membawa perlengkapan pendakian yang memadai seperti jaket, baju, hangat, sarung tangan, jas hujan, ponco, sepatu, dan lain-lain,” ungkapnya.
Sementara itu, Abah pemilik vila di kawasan kaki Gunung Salak di jalur Cimelati, Sukabumi, mengaku hampir setiap hari ada saja para pendaki mayoritas remaja dan anak muda melakukan pendakian melalui jalur Cimelati.
“Bahkan, tempat saya ini sudah menjadi basecamp wajib jika pengunjung TNGHS mau ke Puncak Salak I, pasti istirahat sebelum dan sesudah pendakiannya di sini,” ujarnya.
Meski jalur pendakian Gunung Salak I via Cimelati ini relatif terjal dan kurang aman bagi pendaki pemula, tak sedikit yang memasuki kawasan TNGHS melaluinya. Padahal jalur resmi masuk kawasan TNGHS saat ini hanya satu pintu, yakni melalui Cidahu, Sukabumi.
(don)