Pasutri yang Ingin Menunda Kehamilan Harus Mempertimbangkan Hal Ini
A
A
A
JAKARTA - Menunda kehamilan dan memiliki anak kerap dipilih oleh sejumlah pasangan suami istri. Banyak alasan yang mendasari mereka untuk melakukan hal tersebut, dan umumnya perihal pendidikan hingga pekerjaan menjadi salah satu faktornya.
Kendati itu merupakan sesuatu yang wajar, namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Terutama soal kesehatan.
Para ahli mengatakan bahwa menunda kehamilan bukanlah perkara yang mudah. Pasalnya, seiring bertambahnya usia, wanita mengalami penurunan jumlah dan kualitas sel telur. Aspek tersebut harus diperhitungkan setiap pasangan yang merencanakan menunda kehamilan.
"Seorang perempuan pasti mengalami penurunan jumlah dan kualitas sel telur, dan pada saat usia 35 tahun. Pada pasangan yang merencanakan menunda kehamilan, perlu memperhitungkan aspek ini. Kita tidak bisa memprediksi secara akurat kapan usia biologis seseorang sudah menua melebihi usia kronologisnya," kata dr. Yassin Yanuar Mohammad, SpOG(K), MSc, baru-baru ini.
Sementara, dr. Beeleonie, BMedSc, SpOG(K) menjelaskan bahwa kesempatan terbesar wanita untuk hamil ada pada enam bulan pertama pernikahan, yaitu sebesar 30 persen. Sedangkan, dalam satu bulan, sebanyak 1000 sel telur terbuang sia-sia jika tidak dibuahi sperma. Namun, berbeda halnya dengan sperma yang dapat beregenerasi setiap tiga bulan sekali.
Oleh karena itu, wanita dengan usia 35 tahun ke atas harus waspada. Kondisi akan semakin diperparah dengan gaya hidup tak sehat. Jumlah sel telur akan semakin menurun dengan kebiasaan merokok, mengonsumsi alkohol hingga kurangnya asupan nutrisi.
"Idealnya, wanita menghasilkan sel telur sebanyak 700 ribu seumur hidupnya. Jumlah ini tidak akan bertambah, melainkan berkurang hingga wanita mencapai menopause. Wanita usia 35 tahun ke atas harus lebih waspada. Menurunya jumlah sel telur juga semakin dipercepat dengan rokok, alkohol dan kurangnya nutrisi," jelas dr. Beeleonie.
Idealnya, sebelum melakukan penundaan kehamilan, pasangan suami istri melakukan konsultasi dan didampingi oleh spesialis obstetri dan ginekologi. "Maka itu, idealnya penundaan kehamilan haruslah ditempatkan dalam kerangka perencanaan keluarga, khususnya perencanaan reproduksi keluarga, dengan didampingi oleh spesialis obstetri dan ginekologi," tutup dr. Yassin.
Kendati itu merupakan sesuatu yang wajar, namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Terutama soal kesehatan.
Para ahli mengatakan bahwa menunda kehamilan bukanlah perkara yang mudah. Pasalnya, seiring bertambahnya usia, wanita mengalami penurunan jumlah dan kualitas sel telur. Aspek tersebut harus diperhitungkan setiap pasangan yang merencanakan menunda kehamilan.
"Seorang perempuan pasti mengalami penurunan jumlah dan kualitas sel telur, dan pada saat usia 35 tahun. Pada pasangan yang merencanakan menunda kehamilan, perlu memperhitungkan aspek ini. Kita tidak bisa memprediksi secara akurat kapan usia biologis seseorang sudah menua melebihi usia kronologisnya," kata dr. Yassin Yanuar Mohammad, SpOG(K), MSc, baru-baru ini.
Sementara, dr. Beeleonie, BMedSc, SpOG(K) menjelaskan bahwa kesempatan terbesar wanita untuk hamil ada pada enam bulan pertama pernikahan, yaitu sebesar 30 persen. Sedangkan, dalam satu bulan, sebanyak 1000 sel telur terbuang sia-sia jika tidak dibuahi sperma. Namun, berbeda halnya dengan sperma yang dapat beregenerasi setiap tiga bulan sekali.
Oleh karena itu, wanita dengan usia 35 tahun ke atas harus waspada. Kondisi akan semakin diperparah dengan gaya hidup tak sehat. Jumlah sel telur akan semakin menurun dengan kebiasaan merokok, mengonsumsi alkohol hingga kurangnya asupan nutrisi.
"Idealnya, wanita menghasilkan sel telur sebanyak 700 ribu seumur hidupnya. Jumlah ini tidak akan bertambah, melainkan berkurang hingga wanita mencapai menopause. Wanita usia 35 tahun ke atas harus lebih waspada. Menurunya jumlah sel telur juga semakin dipercepat dengan rokok, alkohol dan kurangnya nutrisi," jelas dr. Beeleonie.
Idealnya, sebelum melakukan penundaan kehamilan, pasangan suami istri melakukan konsultasi dan didampingi oleh spesialis obstetri dan ginekologi. "Maka itu, idealnya penundaan kehamilan haruslah ditempatkan dalam kerangka perencanaan keluarga, khususnya perencanaan reproduksi keluarga, dengan didampingi oleh spesialis obstetri dan ginekologi," tutup dr. Yassin.
(nug)