Terapi Target Lebih Tepat Sasaran Dibanding Pengobatan
A
A
A
Sebelumnya pengobatan kanker terbatas pada pengobatan konvensional dengan efek samping yang cukup berat. Kini pasien bisa berharap pada terapi target yang lebih tepat sasaran.
Ya, berbicara soal pengobatan kanker sudah lebih dahulu terdengar menakutkan di telinga pasien kanker. Sehingga tidak sedikit pasien yang akhirnya beralih ke pengobatan alternatif meski hasilnya belum teruji secara ilmiah.
Pengobatan kanker yang kita kenal terbatas pada pengobatan konvensional seperti kemoterapi, pembedahan dan radioterapi.
Metode ini bukan hanya mematikan sel kanker namun juga sel tubuh yang sehat. Belum lagi efek samping yang sering dikeluhkan oleh pasien sebut saja mual, muntah, berat badan turun, nafsu makan berkurang, hingga rambut yang rontok.
Namun dalam beberapa tahun terakhir sudah ada metode pengobatan yang lebih lebih tepat sasaran sehingga lebih efektif dengan efek samping yang juga lebih minimal. Salah satunya Terapi Target (targeted therapy) yang merupakan pengobatan personalisasi bagi penderita kanker.
Dikatakan Dr. dr. Cosphiadi Irawan, Sp.PD, KHOM, Dokter Spesialis Hematologi & Onkologi, banyak yang beranggapan terapi target merupakan pengobatan pendamping kemoterapi. Padahal, terapi target merupakan kemajuan pengobatan untuk melengkapi apa yang tidak ditawarkan oleh kemoterapi dalam menghadapi sel kanker.
Dalam beberapa kasus jelas dengan atau tanpa kombinasi dengan kemoterapi memberikan peningkatan respon pengobatan yang bermakna, yang berarti dapat meningkatkan kualitas hidup pasien kanker.
“Bahkan pada beberapa pasien lain yang tepat dapat memperpanjang harapan hidup pasien,” tuturnya dalam acara media sharing session bersama Cancer Information and Support Center (CISC).
Kanker kolorektal sebagai salah satu jenis kanker yang paling sering ditemui, merupakan kanker yang tumbuh pada usus besar (kolon) atau rektum.
Seiring berkembangnya penemuan dalam penanganan kanker kolorektal seperti pemberian terapi target, dapat meningkatkan harapan hidup pasien kanker kolorektal hidup lebih panjang. Bahkan pada pasien tertentu kanker bisa disembuhkan.
Dr. Fajar Firsyada, Sp.B-KBD, Dokter Spesialis Bedah & Ahli Kanker Saluran Cerna (Digestive) menjelaskan, menurut GLOBOCAN 2018, kasus kanker kolorektal di Indonesia saat ini menempati urutan keempat setelah kanker payudara, serviks dan paru.
Dengan jumlah kasus baru mencapai 30.017. Selain kemajuan dalam pengobatan kanker kolorektal dengan terapi target, saat ini juga dimungkinkan untuk melakukan pemeriksaan biomarker yang bertujuan untuk melihat apakah seorang pasien bisa mendapatkan manfaat terapi target.
Pemeriksaan biomarker ini sangat menguntungkan pasien karena dapat menghindarkan dari pemakaian obat yang tidak tepat dan biaya yang tidak perlu, dan paling utama efek samping yang minimal.
“Dengan memberikan pemahaman yang tepat mengenai penatalaksanaan kanker di Indonesia, khususnya terapi target diharapkan masyarakat dapat mengetahui kemajuan pengobatan dan meningkatkan harapan untuk penderita kanker kolorektal,” terang dr. Fajar.
Aryanthi Baramuli Putri, dalam sambutannya selaku Ketua Umum CISC mengatakan, “CISC merupakan wadah bagi para pasien kanker dan keluarganya untuk saling berbagi, saling mendukung, dan mendapatkan informasi yang tepat tentang kanker,” kata Aryanthi.
Salah satu programnya adalah edukasi seperti acara ini yang sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan masyarakat.
Beban kanker sejak pasien divonis kanker antara lain adalah turunnya tingkat produktivitas, penderitaan secara fisik, psikis, kebangkrutan maupun kematian.
“Kami mengapresiasi sudah adanya JKN yang menjamin pengobatan kanker baik dari pembedahan, kemoterapi maupun target terapi dan radioterapi,” katanya mengakhiri pembicaraan.
Ya, berbicara soal pengobatan kanker sudah lebih dahulu terdengar menakutkan di telinga pasien kanker. Sehingga tidak sedikit pasien yang akhirnya beralih ke pengobatan alternatif meski hasilnya belum teruji secara ilmiah.
Pengobatan kanker yang kita kenal terbatas pada pengobatan konvensional seperti kemoterapi, pembedahan dan radioterapi.
Metode ini bukan hanya mematikan sel kanker namun juga sel tubuh yang sehat. Belum lagi efek samping yang sering dikeluhkan oleh pasien sebut saja mual, muntah, berat badan turun, nafsu makan berkurang, hingga rambut yang rontok.
Namun dalam beberapa tahun terakhir sudah ada metode pengobatan yang lebih lebih tepat sasaran sehingga lebih efektif dengan efek samping yang juga lebih minimal. Salah satunya Terapi Target (targeted therapy) yang merupakan pengobatan personalisasi bagi penderita kanker.
Dikatakan Dr. dr. Cosphiadi Irawan, Sp.PD, KHOM, Dokter Spesialis Hematologi & Onkologi, banyak yang beranggapan terapi target merupakan pengobatan pendamping kemoterapi. Padahal, terapi target merupakan kemajuan pengobatan untuk melengkapi apa yang tidak ditawarkan oleh kemoterapi dalam menghadapi sel kanker.
Dalam beberapa kasus jelas dengan atau tanpa kombinasi dengan kemoterapi memberikan peningkatan respon pengobatan yang bermakna, yang berarti dapat meningkatkan kualitas hidup pasien kanker.
“Bahkan pada beberapa pasien lain yang tepat dapat memperpanjang harapan hidup pasien,” tuturnya dalam acara media sharing session bersama Cancer Information and Support Center (CISC).
Kanker kolorektal sebagai salah satu jenis kanker yang paling sering ditemui, merupakan kanker yang tumbuh pada usus besar (kolon) atau rektum.
Seiring berkembangnya penemuan dalam penanganan kanker kolorektal seperti pemberian terapi target, dapat meningkatkan harapan hidup pasien kanker kolorektal hidup lebih panjang. Bahkan pada pasien tertentu kanker bisa disembuhkan.
Dr. Fajar Firsyada, Sp.B-KBD, Dokter Spesialis Bedah & Ahli Kanker Saluran Cerna (Digestive) menjelaskan, menurut GLOBOCAN 2018, kasus kanker kolorektal di Indonesia saat ini menempati urutan keempat setelah kanker payudara, serviks dan paru.
Dengan jumlah kasus baru mencapai 30.017. Selain kemajuan dalam pengobatan kanker kolorektal dengan terapi target, saat ini juga dimungkinkan untuk melakukan pemeriksaan biomarker yang bertujuan untuk melihat apakah seorang pasien bisa mendapatkan manfaat terapi target.
Pemeriksaan biomarker ini sangat menguntungkan pasien karena dapat menghindarkan dari pemakaian obat yang tidak tepat dan biaya yang tidak perlu, dan paling utama efek samping yang minimal.
“Dengan memberikan pemahaman yang tepat mengenai penatalaksanaan kanker di Indonesia, khususnya terapi target diharapkan masyarakat dapat mengetahui kemajuan pengobatan dan meningkatkan harapan untuk penderita kanker kolorektal,” terang dr. Fajar.
Aryanthi Baramuli Putri, dalam sambutannya selaku Ketua Umum CISC mengatakan, “CISC merupakan wadah bagi para pasien kanker dan keluarganya untuk saling berbagi, saling mendukung, dan mendapatkan informasi yang tepat tentang kanker,” kata Aryanthi.
Salah satu programnya adalah edukasi seperti acara ini yang sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan masyarakat.
Beban kanker sejak pasien divonis kanker antara lain adalah turunnya tingkat produktivitas, penderitaan secara fisik, psikis, kebangkrutan maupun kematian.
“Kami mengapresiasi sudah adanya JKN yang menjamin pengobatan kanker baik dari pembedahan, kemoterapi maupun target terapi dan radioterapi,” katanya mengakhiri pembicaraan.
(don)