Bullying Sebabkan Otak Mengerut dan Tingkatkan Kecemasan
A
A
A
JAKARTA - Bullying atau perundungan memiliki dampak jangka panjang terhadap perkembangan mental dan fisik korbannya. Tak hanya merasa terus menerus rendah diri dan kehilangan kepercayaan diri, bullying yang diterima secara terus menerus bisa memperkerut otak dan meningkatkan risiko kecemasan.
Risiko pengerutan otak itu biasa terjadi pada seseorang yang menjadi korban perundungan kronis. Menurut para peneliti, perubahan itu bisa mempengaruhi perilaku seseorang, termasuk pemprosesan emosi, motivasi, pembelajaran dan perhatian dalam kehidupannya nanti.
Para psikolog di King’s College London melakukan kajian dampak bullying terhadap otak dengan menganalisa pemindaian otak lebih dari 682 remaja dari seluruh Eropa. Dikutip dari Daily Mail, tim yang dipimpin Dr Erin Burke Quinlan itu menggunakan kuesioner untuk menaksir kesehatan mental para partisipan yang berusia antara 14—19 tahun.
Dari penelitian tersebut didapatkan, lebih dari 30 remaja mengalami bullying kronis. Pindai otak mereka kemudian dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami perundungan. Hasilnya, ukuran otak mereka mengecil dan mereka mengalami risiko kecemasan lebih tinggi ketika berusia 19 tahun.
Bagian otak yang terpengaruh oleh bullying itu disebut caudate dan putamen. Caudate memainkan peranan penting dalam bagaimana otak belajar, menyimpan memori dan menggunakannya untuk mempengaruhi aksi serta pengambilan keputusan di masa depan.
Putamen terlibat dalam gerakan dan pembelajaran. Perubahan aktivitas putamen dikaitkan dengan penampilan kognitif yang buruk. Kajian sebelumnya menemukan kaitan antara bullying dengan masalah kesehatan mental, tapi kajian ini menyoroti penyebabnya.
“Yang penting, penemuan ini unik untuk melihat secara dekat para korban dan bukan tipe stress atau depresi lain. Bersama, hasil ini, seperti yang kami ketahui, adalah yang pertama yang mengidentifikasi mekanisme memungkinkan di mana viktimisasi di masa remaja berdampak pada perkembangan kecemasan pada diri orang dewasa muda,” papar para penulis kajian tersebut.
Menurut para penulis, orang-orang yang mengalami perundungan, 2—3 kali lebih besar mengalami gangguan kecemasan. Riset sebelumnya telah menemukan kaitan antara bullying dan risiko masalah kesehatan mental yang lebih tinggi saat masa anak-anak, seperti depresi dan peningkatan risiko bunuh diri.
“Meski tidak dianggap relevan terhadap kecemasan, pentingnya perubahan struktur putamen dan caudate terhadap perkembangan kecemasan sepertinya terletak pada kontribusi mereka terhadap perilaku terkait seperti sensitivitas imbalan, motivasi, pengondisian, perhatian dan pemprosesan emosi,” ujar Dr Burke Quinlan.
Risiko pengerutan otak itu biasa terjadi pada seseorang yang menjadi korban perundungan kronis. Menurut para peneliti, perubahan itu bisa mempengaruhi perilaku seseorang, termasuk pemprosesan emosi, motivasi, pembelajaran dan perhatian dalam kehidupannya nanti.
Para psikolog di King’s College London melakukan kajian dampak bullying terhadap otak dengan menganalisa pemindaian otak lebih dari 682 remaja dari seluruh Eropa. Dikutip dari Daily Mail, tim yang dipimpin Dr Erin Burke Quinlan itu menggunakan kuesioner untuk menaksir kesehatan mental para partisipan yang berusia antara 14—19 tahun.
Dari penelitian tersebut didapatkan, lebih dari 30 remaja mengalami bullying kronis. Pindai otak mereka kemudian dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami perundungan. Hasilnya, ukuran otak mereka mengecil dan mereka mengalami risiko kecemasan lebih tinggi ketika berusia 19 tahun.
Bagian otak yang terpengaruh oleh bullying itu disebut caudate dan putamen. Caudate memainkan peranan penting dalam bagaimana otak belajar, menyimpan memori dan menggunakannya untuk mempengaruhi aksi serta pengambilan keputusan di masa depan.
Putamen terlibat dalam gerakan dan pembelajaran. Perubahan aktivitas putamen dikaitkan dengan penampilan kognitif yang buruk. Kajian sebelumnya menemukan kaitan antara bullying dengan masalah kesehatan mental, tapi kajian ini menyoroti penyebabnya.
“Yang penting, penemuan ini unik untuk melihat secara dekat para korban dan bukan tipe stress atau depresi lain. Bersama, hasil ini, seperti yang kami ketahui, adalah yang pertama yang mengidentifikasi mekanisme memungkinkan di mana viktimisasi di masa remaja berdampak pada perkembangan kecemasan pada diri orang dewasa muda,” papar para penulis kajian tersebut.
Menurut para penulis, orang-orang yang mengalami perundungan, 2—3 kali lebih besar mengalami gangguan kecemasan. Riset sebelumnya telah menemukan kaitan antara bullying dan risiko masalah kesehatan mental yang lebih tinggi saat masa anak-anak, seperti depresi dan peningkatan risiko bunuh diri.
“Meski tidak dianggap relevan terhadap kecemasan, pentingnya perubahan struktur putamen dan caudate terhadap perkembangan kecemasan sepertinya terletak pada kontribusi mereka terhadap perilaku terkait seperti sensitivitas imbalan, motivasi, pengondisian, perhatian dan pemprosesan emosi,” ujar Dr Burke Quinlan.
(alv)