Teknik Key Hole Surgery Solusi Baru untuk Kanker Usus Besar
A
A
A
Teknik key hole surgery menjadi terobosan inovatif penanganan kanker usus besar tanpa membuat sayatan besar. Luka bekas operasi pun hampir tak terlihat. Perubahan pola makan orang Indonesia yang lebih tinggi lemak serta rendah serat menjadi salah satu penyebab peningkatan pasien kanker usus besar di usia muda.
Selain itu, mengonsumsi minuman beralkohol, merokok, obesitas, kurang olahraga, menderita familial adenomatous polyposis (FAP) dan memiliki keluarga dengan riwayat menderita kanker usus besar juga dapat meningkatkan faktor risiko seseorang menderita penyakit mematikan ini.
Hal tersebut dikemukakan oleh dr Eko Priatno SpB(K)BD dari Bethsaida Hospitals dalam acara “Solusi Menghadapi 2 Penyakit Mematikan” yang diadakan Bethsaida Hospitals. Namun, dr Eko menyayangkan kebanyakan orang baru mengetahui diagnosis kanker jenis ini saat muncul gejala. Masalahnya, kanker kolorektal stadium awal sering tidak menimbulkan gejala sehingga kebanyakan pasien baru mendapatkan diagnosis setelah mencapai stadium lanjut.
“Diagnosis yang cepat dan penatalaksanaan (terapi) yang tepat sangat dibutuhkan. Dengan deteksi klinis pada pola buang air besar, pemeriksaan kolonoskopi untuk melihat massa pada mukosa kolon, kemudian dilakukan biopsi untuk memastikan kanker atau bukan,” katanya di rumah sakit yang berada di wilayah Gading Serpong itu.
Ia melanjutkan, bila hasil biopsi adalah kanker, maka dilanjutkan dengan CT scan abdomen dan thorax untuk menentukan staging (seberapa jauh kanker sudah menyebar). Kanker usus besar pengobatannya bersifat multidisiplin, artinya melibatkan berbagai ahli bedah onkologi dan radioterapi.
Pembedahan adalah solusi terbaik dan terbukti menurunkan angka kekambuhan serta meningkatkan angka harapan hidup pasien kanker usus besar bila pasien datang pada stadium awal. Adapun keyhole surgery merupakan terobosan inovatif untuk penanganan kanker usus besar secara minimal invasive.
Keuntungan dari teknik keyhole surgery tersebut adalah secara kosmetik lebih baik, yaitu dengan sayatan yang minimal, proses pemulihan yang lebih singkat daripada teknik konvensional, nyeri minimal, serta waktu rawat yang singkat. “Pasien dapat lebih cepat kembali bekerja dan luka bekas operasi hampir tidak terlihat,” beber dr Eko.
Sementara, GM Business Development Bethsaida Hospitals Budi Haryono menuturkan, rumah sakit tersebut memiliki Digestive Center yang berfokus pada kelainan yang berhubungan dengan sistem pencernaan, mulai dari penyakit akut hingga penyakit menahun seperti masalah liver, perut, usus besar, usus kecil, kantong empedu, atau pankreas.
Pada kesempatan itu, dr Eko menjelaskan tentang teknik operasi intersphincteric resection yang membuat pasien tetap memiliki anus meski tumor terletak di dekat anus. Melalui teknik operasi ini, dimungkinkan pengangkatan kanker di dekat anus dengan tetap mempertahankan anus dan pasien tetap bisa buang air besar lewat anus.
Pada pasien yang telah menjalani operasi pengangkatan kanker usus besar, harus dilakukan please rutin untuk mendeteksi secara dini ada tidaknya kekambuhan kanker sehingga bisa diobati sedini mungkin.
Pemeriksaan rutin sesuai jadwal setelah operasi sangatlah penting untuk memonitor kekambuhan kanker secara dini sehingga bisa ditangani sedini mungkin. Kontrol ke dokter bedah setiap tiga bulan sekali selama dua tahun pertama, kemudian tiap enam bulan sampai total lima tahun, harus dilakukan rutin oleh pasien.
Di samping berbagai pemeriksaan yang juga disarankan seperti pemeriksaan laboratorium, CT scan abdomen-pelvic-thorax, dan kolonoskopi satu tahun setelah operasi. Adapun PET-CT tidak direkomendasikan secara rutin.
Perlu diketahui, tidak semua pasien kanker usus besar harus dikemoterapi/diradioterapi. Perlu tidaknya kemoterapi sangat tergantung dari stadium kanker. Diperlukan kemoterapi bila kanker stadium III dengan kondisi khusus (high risk), termasuk stadium III dan IV.
Radioterapi untuk kanker usus besar hanya dilakukan pada kanker yang berlokasi di rektum-anus (usus besar bagian akhir), terutama stadium lokal lanjut (stadium III+). Umumnya dilakukan radiasi terlebih dahulu sebelum operasi.
Selain itu, mengonsumsi minuman beralkohol, merokok, obesitas, kurang olahraga, menderita familial adenomatous polyposis (FAP) dan memiliki keluarga dengan riwayat menderita kanker usus besar juga dapat meningkatkan faktor risiko seseorang menderita penyakit mematikan ini.
Hal tersebut dikemukakan oleh dr Eko Priatno SpB(K)BD dari Bethsaida Hospitals dalam acara “Solusi Menghadapi 2 Penyakit Mematikan” yang diadakan Bethsaida Hospitals. Namun, dr Eko menyayangkan kebanyakan orang baru mengetahui diagnosis kanker jenis ini saat muncul gejala. Masalahnya, kanker kolorektal stadium awal sering tidak menimbulkan gejala sehingga kebanyakan pasien baru mendapatkan diagnosis setelah mencapai stadium lanjut.
“Diagnosis yang cepat dan penatalaksanaan (terapi) yang tepat sangat dibutuhkan. Dengan deteksi klinis pada pola buang air besar, pemeriksaan kolonoskopi untuk melihat massa pada mukosa kolon, kemudian dilakukan biopsi untuk memastikan kanker atau bukan,” katanya di rumah sakit yang berada di wilayah Gading Serpong itu.
Ia melanjutkan, bila hasil biopsi adalah kanker, maka dilanjutkan dengan CT scan abdomen dan thorax untuk menentukan staging (seberapa jauh kanker sudah menyebar). Kanker usus besar pengobatannya bersifat multidisiplin, artinya melibatkan berbagai ahli bedah onkologi dan radioterapi.
Pembedahan adalah solusi terbaik dan terbukti menurunkan angka kekambuhan serta meningkatkan angka harapan hidup pasien kanker usus besar bila pasien datang pada stadium awal. Adapun keyhole surgery merupakan terobosan inovatif untuk penanganan kanker usus besar secara minimal invasive.
Keuntungan dari teknik keyhole surgery tersebut adalah secara kosmetik lebih baik, yaitu dengan sayatan yang minimal, proses pemulihan yang lebih singkat daripada teknik konvensional, nyeri minimal, serta waktu rawat yang singkat. “Pasien dapat lebih cepat kembali bekerja dan luka bekas operasi hampir tidak terlihat,” beber dr Eko.
Sementara, GM Business Development Bethsaida Hospitals Budi Haryono menuturkan, rumah sakit tersebut memiliki Digestive Center yang berfokus pada kelainan yang berhubungan dengan sistem pencernaan, mulai dari penyakit akut hingga penyakit menahun seperti masalah liver, perut, usus besar, usus kecil, kantong empedu, atau pankreas.
Pada kesempatan itu, dr Eko menjelaskan tentang teknik operasi intersphincteric resection yang membuat pasien tetap memiliki anus meski tumor terletak di dekat anus. Melalui teknik operasi ini, dimungkinkan pengangkatan kanker di dekat anus dengan tetap mempertahankan anus dan pasien tetap bisa buang air besar lewat anus.
Pada pasien yang telah menjalani operasi pengangkatan kanker usus besar, harus dilakukan please rutin untuk mendeteksi secara dini ada tidaknya kekambuhan kanker sehingga bisa diobati sedini mungkin.
Pemeriksaan rutin sesuai jadwal setelah operasi sangatlah penting untuk memonitor kekambuhan kanker secara dini sehingga bisa ditangani sedini mungkin. Kontrol ke dokter bedah setiap tiga bulan sekali selama dua tahun pertama, kemudian tiap enam bulan sampai total lima tahun, harus dilakukan rutin oleh pasien.
Di samping berbagai pemeriksaan yang juga disarankan seperti pemeriksaan laboratorium, CT scan abdomen-pelvic-thorax, dan kolonoskopi satu tahun setelah operasi. Adapun PET-CT tidak direkomendasikan secara rutin.
Perlu diketahui, tidak semua pasien kanker usus besar harus dikemoterapi/diradioterapi. Perlu tidaknya kemoterapi sangat tergantung dari stadium kanker. Diperlukan kemoterapi bila kanker stadium III dengan kondisi khusus (high risk), termasuk stadium III dan IV.
Radioterapi untuk kanker usus besar hanya dilakukan pada kanker yang berlokasi di rektum-anus (usus besar bagian akhir), terutama stadium lokal lanjut (stadium III+). Umumnya dilakukan radiasi terlebih dahulu sebelum operasi.
(don)