Style Theory Ingin Ubah Gaya Konsumsi Produk
A
A
A
JAKARTA - Mendirikan Style Theory bersama Raena Lim, Chris memiliki misi lain selain memudahkan para wanita untuk menemukan fashion mereka.
Dua generasi muda asal Indonesia dan Singapura ini ingin menjadi pionir untuk masa depan dunia fashion. Alasan utama Chris dan Raena membangun Style Theory memang untuk menghadirkan solusi pintar agar wanita dapat mengikuti tren fashion.
Mereka sadar harus membuat sesuatu yang berdampak lebih besar untuk memperbaiki industri fashion dan gaya hidup pelanggan. Impian keduanya sederhana, yakni mengubah cara orang mengonsumsi suatu barang. Melalui Style Theory diharapkan akan ada banyak orang yang paham bahwa tidak perlu menjadi konsumtif untuk memiliki suatu produk.
“Anda dapat tampil fashionable tanpa mengeluarkan biaya lebih. Pada waktu yang bersamaan Anda juga dapat mendukung desainer dan pekerja lokal dengan membawa misi keberlangsungan,” ungkap Chris, bersemangat.
(Baca juga : Cara Mudah Tampil Stylist dan Trendy dengan Budget Miring) Chris dan rekannya tetap mengutamakan pemberian akses kepada pelanggan untuk dapat menggunakan pakaian keluaran brand dan yang berkualitas terbaik, sekaligus berperilaku lebih pintar serta mengerti hidup keberlangsungan.
“Kami berharap, melalui gaya hidup yang lebih berkelanjutan yang kami tawarkan, wanita bisa menjadi fashionable dan percaya diri tanpa pengeluaran berlebihan. Sementara tingkat polusi dunia dari fashion over -produksi dapat berkurang drastis,” kata Chris.
Chris dan timnya sudah berusaha keras untuk mewujudkan misi ini di seluruh wilayah Asia Tenggara. Awalnya dia memulai gerakan tersebut di Singapura, kemudian diadopsi cepat di Indonesia setelah diluncurkan pada November 2017.
Harapan mereka, di Indonesia Style Theory dapat tumbuh lebih besar dan meningkatkan konsumsi fashion . Tidak memiliki ilmu di bidang fashion tak membuat Chris ragu untuk terjun di bisnis ini. Ilmu komputer dan bisnis yang didapatkan di universitas ataupun kursus UX-lah yang membuat Chris bisa menjadi manajer produk pertama di perusahaannya.
“Pola pikir produk dan keterampilan teknis yang saya peroleh dari sekolah memungkinkan saya untuk melakukannya. Bekerja sama dengan teknisi kami untuk membangun produk yang baik bagi pelanggan,” ujar Chris. Senada dengan Chris, Raena juga tidak memiliki latar belakang fashion sebelum membuat Style Theory.
Namun, dua anak muda ini optimistis, justru hal tersebut dapat membantu mereka untuk memikirkan kembali mengenai industri ini serta menantang ketentuan dan batasan demi membangun pelayanan revolusioner yang diinginkan oleh pelanggan. (Ananda Nararya)
Dua generasi muda asal Indonesia dan Singapura ini ingin menjadi pionir untuk masa depan dunia fashion. Alasan utama Chris dan Raena membangun Style Theory memang untuk menghadirkan solusi pintar agar wanita dapat mengikuti tren fashion.
Mereka sadar harus membuat sesuatu yang berdampak lebih besar untuk memperbaiki industri fashion dan gaya hidup pelanggan. Impian keduanya sederhana, yakni mengubah cara orang mengonsumsi suatu barang. Melalui Style Theory diharapkan akan ada banyak orang yang paham bahwa tidak perlu menjadi konsumtif untuk memiliki suatu produk.
“Anda dapat tampil fashionable tanpa mengeluarkan biaya lebih. Pada waktu yang bersamaan Anda juga dapat mendukung desainer dan pekerja lokal dengan membawa misi keberlangsungan,” ungkap Chris, bersemangat.
(Baca juga : Cara Mudah Tampil Stylist dan Trendy dengan Budget Miring) Chris dan rekannya tetap mengutamakan pemberian akses kepada pelanggan untuk dapat menggunakan pakaian keluaran brand dan yang berkualitas terbaik, sekaligus berperilaku lebih pintar serta mengerti hidup keberlangsungan.
“Kami berharap, melalui gaya hidup yang lebih berkelanjutan yang kami tawarkan, wanita bisa menjadi fashionable dan percaya diri tanpa pengeluaran berlebihan. Sementara tingkat polusi dunia dari fashion over -produksi dapat berkurang drastis,” kata Chris.
Chris dan timnya sudah berusaha keras untuk mewujudkan misi ini di seluruh wilayah Asia Tenggara. Awalnya dia memulai gerakan tersebut di Singapura, kemudian diadopsi cepat di Indonesia setelah diluncurkan pada November 2017.
Harapan mereka, di Indonesia Style Theory dapat tumbuh lebih besar dan meningkatkan konsumsi fashion . Tidak memiliki ilmu di bidang fashion tak membuat Chris ragu untuk terjun di bisnis ini. Ilmu komputer dan bisnis yang didapatkan di universitas ataupun kursus UX-lah yang membuat Chris bisa menjadi manajer produk pertama di perusahaannya.
“Pola pikir produk dan keterampilan teknis yang saya peroleh dari sekolah memungkinkan saya untuk melakukannya. Bekerja sama dengan teknisi kami untuk membangun produk yang baik bagi pelanggan,” ujar Chris. Senada dengan Chris, Raena juga tidak memiliki latar belakang fashion sebelum membuat Style Theory.
Namun, dua anak muda ini optimistis, justru hal tersebut dapat membantu mereka untuk memikirkan kembali mengenai industri ini serta menantang ketentuan dan batasan demi membangun pelayanan revolusioner yang diinginkan oleh pelanggan. (Ananda Nararya)
(nfl)