Cegah Kanker Serviks dengan Skrining Rutin dan Vaksin
A
A
A
Data Globocan 2018 menunjukkan bahwa kasus baru kanker serviks di Indonesia mencapai 32.469 kasus atau 17,2% dari kanker perempuan di Indonesia. Angka kematian akibat kanker serviks mencapai 18.279 per tahun.
Itu berarti ada 50 perempuan Indonesia meninggal setiap hari akibat kanker serviks. Ini meningkat drastis berdasarkan data Globocan 2012, yang menyatakan bahwa 26 perempuan Indonesia meninggal setiap hari akibat kanker serviks.
Menurut Dokter Spesialis Ginekologi Prof Dr dr Andrijono SpOG(K), data terbaru Globocan selaras dengan penelitian di Indonesia yang menemukan insiden kanker serviks 1 dari 1.000 perempuan. “Sekitar 80% pasien datang dalam stadium lanjut dan 94% pasien stadium lanjut meninggal dalam waktu dua tahun. Kalau dirata-ratakan, sekitar 40-60 perempuan meninggal dalam sehari,” tutur Prof Andri, Ketua Himpunan Ginekologi Onkologi Indonesia (HOGI).
Cakupan skrining di Indonesia baru 11%, dengan pap smear sekitar 7% dan IVA (inspeksi asam asetat) sekitar 4%. Salah satu penyebab rendahnya skrining yakni rasa malas atau enggan melakukan skrining rutin. Ini sangat berbeda dengan pengalaman Prof Andri di Belanda. “Di sana setiap perempuan usia produktif ditelepon setiap tahun untuk skrining rutin,” ungkapnya.
Skrining merupakan pencegahan sekunder kanker serviks. Ini penting untuk mendeteksi kanker serviks secara dini. Namun, menurut temuan di Australia, pap smear rutin selama 20 tahun tidak berhasil menurunkan insiden kanker serviks. “Akhirnya mereka berganti ke vaksin dan insiden kanker serviks turun 40%. Australia mencanangkan 2030 bebas kanker serviks,” papar Prof Andri. Australia telah memulai program vaksinasi HPV nasional sejak 2007.
“Di Amerika, kanker orofaring akibat rokok menurun, tetapi kanker orofaring akibat HPV meningkat. Bahkan, dite-mukan juga HPV pada kanker payudara, paru, dan kolorektal,” ucap Prof Andri. Gawatnya, telah ditemukan HPV beredar dalam darah.
“Tinggal tunggu saja kapan kan ker muncul. Virus tidak bisa dihilangkan, hanya bisa diusahakan dengan meningkatkan daya tahan tubuh untuk membasmi virusnya,” ucapnya. Terpenting adalah melindungi diri dari infeksi HPV sedini mungkin.
Pencegahan primer dengan vaksinasi. Jakarta telah memulai proyek percontohan vaksinasi HPV untuk siswi kelas 5 SD/se derajat. “Kita harapkan segera menjadi program nasional,” kata Prof Andri. Kanker serviks paling banyak menyerang perempuan usia produktif, masa di mana perempuan sedang berada di puncak kariernya dan mungkin sedang sangat menikmati peran sebagai seorang ibu.
“Perempuan hidup tidak hanya untuk dirinya sendiri. Begitu dia sakit, satu keluarga, bahkan senegara, ikut sakit,” ujar dr Venita MsC, Kepala Bidang Pelayanan Sosial Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Provinsi DKI Jakarta.
Itu berarti ada 50 perempuan Indonesia meninggal setiap hari akibat kanker serviks. Ini meningkat drastis berdasarkan data Globocan 2012, yang menyatakan bahwa 26 perempuan Indonesia meninggal setiap hari akibat kanker serviks.
Menurut Dokter Spesialis Ginekologi Prof Dr dr Andrijono SpOG(K), data terbaru Globocan selaras dengan penelitian di Indonesia yang menemukan insiden kanker serviks 1 dari 1.000 perempuan. “Sekitar 80% pasien datang dalam stadium lanjut dan 94% pasien stadium lanjut meninggal dalam waktu dua tahun. Kalau dirata-ratakan, sekitar 40-60 perempuan meninggal dalam sehari,” tutur Prof Andri, Ketua Himpunan Ginekologi Onkologi Indonesia (HOGI).
Cakupan skrining di Indonesia baru 11%, dengan pap smear sekitar 7% dan IVA (inspeksi asam asetat) sekitar 4%. Salah satu penyebab rendahnya skrining yakni rasa malas atau enggan melakukan skrining rutin. Ini sangat berbeda dengan pengalaman Prof Andri di Belanda. “Di sana setiap perempuan usia produktif ditelepon setiap tahun untuk skrining rutin,” ungkapnya.
Skrining merupakan pencegahan sekunder kanker serviks. Ini penting untuk mendeteksi kanker serviks secara dini. Namun, menurut temuan di Australia, pap smear rutin selama 20 tahun tidak berhasil menurunkan insiden kanker serviks. “Akhirnya mereka berganti ke vaksin dan insiden kanker serviks turun 40%. Australia mencanangkan 2030 bebas kanker serviks,” papar Prof Andri. Australia telah memulai program vaksinasi HPV nasional sejak 2007.
“Di Amerika, kanker orofaring akibat rokok menurun, tetapi kanker orofaring akibat HPV meningkat. Bahkan, dite-mukan juga HPV pada kanker payudara, paru, dan kolorektal,” ucap Prof Andri. Gawatnya, telah ditemukan HPV beredar dalam darah.
“Tinggal tunggu saja kapan kan ker muncul. Virus tidak bisa dihilangkan, hanya bisa diusahakan dengan meningkatkan daya tahan tubuh untuk membasmi virusnya,” ucapnya. Terpenting adalah melindungi diri dari infeksi HPV sedini mungkin.
Pencegahan primer dengan vaksinasi. Jakarta telah memulai proyek percontohan vaksinasi HPV untuk siswi kelas 5 SD/se derajat. “Kita harapkan segera menjadi program nasional,” kata Prof Andri. Kanker serviks paling banyak menyerang perempuan usia produktif, masa di mana perempuan sedang berada di puncak kariernya dan mungkin sedang sangat menikmati peran sebagai seorang ibu.
“Perempuan hidup tidak hanya untuk dirinya sendiri. Begitu dia sakit, satu keluarga, bahkan senegara, ikut sakit,” ujar dr Venita MsC, Kepala Bidang Pelayanan Sosial Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Provinsi DKI Jakarta.
(don)