Buku Aku adalah Peluru, Angkat Ketangguhan Dunia Militer
A
A
A
Akademisi yang juga pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie meluncurkan buku biografi yang dikemas dalam nuansa sastra berjudul Aku adalah Peluru (Mahabbah Connie Rahakundini Bakrie dalam Jejak Peradaban Maritim).
Lewat buku ini, Connie menyampaikan pemikiran tentang perempuan dalam ketangguhan dunia militer, seperti apa? Dalam buku setebal 181 halaman yang ditulis Bara Pattyradja ini, Connie menyinggung tentang sosok Ratu Kalinyamat yang dominasinya melampaui status dan penempatan perempuan di Indonesia pada masa lampau.
Connie menuturkan, Ratu Kalinyamat yang juga pahlawan laut adalah figur historis Nusantara yang memengaruhi tekad dan imajinasi, hingga memberi banyak inspirasi dalam kehidupan, terutama dalam dirinya. Connie mengungkapkan, ide penulisan buku ini tercetus beberapa waktu lalu.
Khususnya ketika dia mendengar tentang kisah Presiden Soekarno yang hendak dijatuhkan reputasinya oleh badan intelijen Uni Sovyet, KGB. “Bukannya menghindar, membantah, atau menolak pernyataan wartawan bayaran KGB untuk mempermalukannya. Malah BK (Bung Karno) melengkapi kisah sang wartawan yang belum lengkap tadi,” kata Connie kepada KORAN SINDO di sela peluncuran buku Aku adalah Peluru di Museum Kebangkitan Nasional, Jumat (22/2) malam.
Wanita kelahiran Bandung, 3 November 1964 ini mengatakan, terlibatnya Bara Pattyradja dalam penulisan buku Aku adalah Peluru bertujuan agar pemikiran mengenai kebangsaan, sejarah, militer, pertahanan, dan keamanan, bisa tersampaikan dengan lebih ringan dan mudah dipahami, utamanya oleh generasi muda.
“Tangan seorang sastrawan yang bisa menangkap dan menyampaikan tutur ringan tentang perihal berat seperti itu,” kata Connie. Oleh karenanya, lewat buku ini, dosen di Universitas Pertahanan ini mengajak pembaca untuk meresapi semangat nasionalisme dan semakin percaya diri untuk tampil dalam pergaulan di dunia internasional.
“Sejarah serta semangat kedigdayaan bangsa ini harus dibangkitkan dan dibangunkan,” demikian pesan Connie. Buku ini tak hanya berisi latar pemikiran Connie, tapi juga merangkum hampir setiap etape dalam hidupnya. “Banyak perempuan cerdas di negeri ini, tapi tidak banyak perempuan tangguh. Ibu Connie adalah sedikit perempuan tangguh itu,” kata Bara mendeskripsikan sosok Connie dalam buku ini.
Bara menerangkan, buku Aku adalah Peluru ditulis untuk menjawab problem literasi tentang pemikiran pertahanan negara, militer, dan bela negara yang dikemas dalam bentuk prosais yang cukup renyah. Buku ini disajikan dengan bahasa yang mudah dicerna oleh generasi milenial. Menurut Bara, arti kata mahabbah bisa dipahami sebagai bentuk kecintaan yang paling dalam.
Oleh karena itu, buku ini bisa diresapi sebagai bentuk kecintaan Connie terhadap peradaban maritim Indonesia. Lebih lanjut Bara mengungkapkan, buku Aku adalah Peluru bukan sekadar memoar atau biografi Connie, tetapi merupakan sebuah ikhtiar literer untuk menengok kembali perjalanan seorang perem puan tokoh intelektual Indonesia. “Bukan semata latar kehidupan personalnya, tapi juga pemikirannya yang cerdas tentang sejarah militer Indonesia, khususnya maritim,” kata Bara.
Lewat buku ini, Connie menyampaikan pemikiran tentang perempuan dalam ketangguhan dunia militer, seperti apa? Dalam buku setebal 181 halaman yang ditulis Bara Pattyradja ini, Connie menyinggung tentang sosok Ratu Kalinyamat yang dominasinya melampaui status dan penempatan perempuan di Indonesia pada masa lampau.
Connie menuturkan, Ratu Kalinyamat yang juga pahlawan laut adalah figur historis Nusantara yang memengaruhi tekad dan imajinasi, hingga memberi banyak inspirasi dalam kehidupan, terutama dalam dirinya. Connie mengungkapkan, ide penulisan buku ini tercetus beberapa waktu lalu.
Khususnya ketika dia mendengar tentang kisah Presiden Soekarno yang hendak dijatuhkan reputasinya oleh badan intelijen Uni Sovyet, KGB. “Bukannya menghindar, membantah, atau menolak pernyataan wartawan bayaran KGB untuk mempermalukannya. Malah BK (Bung Karno) melengkapi kisah sang wartawan yang belum lengkap tadi,” kata Connie kepada KORAN SINDO di sela peluncuran buku Aku adalah Peluru di Museum Kebangkitan Nasional, Jumat (22/2) malam.
Wanita kelahiran Bandung, 3 November 1964 ini mengatakan, terlibatnya Bara Pattyradja dalam penulisan buku Aku adalah Peluru bertujuan agar pemikiran mengenai kebangsaan, sejarah, militer, pertahanan, dan keamanan, bisa tersampaikan dengan lebih ringan dan mudah dipahami, utamanya oleh generasi muda.
“Tangan seorang sastrawan yang bisa menangkap dan menyampaikan tutur ringan tentang perihal berat seperti itu,” kata Connie. Oleh karenanya, lewat buku ini, dosen di Universitas Pertahanan ini mengajak pembaca untuk meresapi semangat nasionalisme dan semakin percaya diri untuk tampil dalam pergaulan di dunia internasional.
“Sejarah serta semangat kedigdayaan bangsa ini harus dibangkitkan dan dibangunkan,” demikian pesan Connie. Buku ini tak hanya berisi latar pemikiran Connie, tapi juga merangkum hampir setiap etape dalam hidupnya. “Banyak perempuan cerdas di negeri ini, tapi tidak banyak perempuan tangguh. Ibu Connie adalah sedikit perempuan tangguh itu,” kata Bara mendeskripsikan sosok Connie dalam buku ini.
Bara menerangkan, buku Aku adalah Peluru ditulis untuk menjawab problem literasi tentang pemikiran pertahanan negara, militer, dan bela negara yang dikemas dalam bentuk prosais yang cukup renyah. Buku ini disajikan dengan bahasa yang mudah dicerna oleh generasi milenial. Menurut Bara, arti kata mahabbah bisa dipahami sebagai bentuk kecintaan yang paling dalam.
Oleh karena itu, buku ini bisa diresapi sebagai bentuk kecintaan Connie terhadap peradaban maritim Indonesia. Lebih lanjut Bara mengungkapkan, buku Aku adalah Peluru bukan sekadar memoar atau biografi Connie, tetapi merupakan sebuah ikhtiar literer untuk menengok kembali perjalanan seorang perem puan tokoh intelektual Indonesia. “Bukan semata latar kehidupan personalnya, tapi juga pemikirannya yang cerdas tentang sejarah militer Indonesia, khususnya maritim,” kata Bara.
(don)