Menikmati Lezatnya Selat Warung Mbak Lies dengan Nuansa Klasik
A
A
A
SOLO - Berkunjung ke Kota Solo bagi penikmat kuliner rasanya belum lengkap jika tidak merasakan lezatnya menu selat di Warung Selat Mbak Lies yang berada di Serengan Nomor 42 RT 03 RW 02, Solo. Nuansa klasik yang ditonjolkan, memberikan suasana yang berbeda dalam menikmatinya.
Sejak membuka warung pada tahun 1987 hingga sekarang, Wulandari Kusmadyaningrum selaku pemilik usaha, tetap mempertahankan kualitas dan rasa selat yang dibuatnya. Menjaga citarasa diantaranya dengan menggunakan sayur yang selalu segar setiap hari.
“Setiap 1—2 jam bolak balik rebus sayur. Bukan satu kali rebus untuk sehari,” ungkap Lies, sapaan akrab Wulandari Kusmadyaningrum.
Kualitas sayur yang dipakai juga tidak sembarangan. Mereka menggunakan sayuran lokal. Diantaranya buncis dari Boyolali, wortel dan selada dari Bandung. Meski harganya lebih mahal dibanding sayur impor, tapi sayur lokal rasanya lebih enak, tanpa pengawet, dan lebih fresh karena baru saja dipanen.
Hal itu sangat berpengaruh dengan rasa selat saat disajikan. Bahkan masakan juga tidak cepat basi, dan bisa untuk oleh oleh bagi konsumen dari luar kota. Sayur sayuran yang dibutuhkan dengan mudah didapatkan di Pasar Gede, Solo.
Tak hanya dari kesegaran sayurnya yang membuat selat Mbak Lies ini lezat disantap. Salah satu rahasia awetnya kelezatan selat ini dari dulu sampai sekarang adalah cara memasaknya. “Aktivitas memasak sampai sekarang tetap pakai anglo untuk yang besar besar karena berpengaruh pada rasa,” kata dia.
Namun, dia juga menggunakan kompor gas untuk memasak yang ringan-ringan. Aktivitas mengupas bahan bahan untuk dimasak, justru dilakukan di depan warung. Termasuk buah-buahan juga dipajang di depan warung. Hal itu untuk menunjukkan bahwa bahan bahan yang dipakai selalu segar.
Kemahiran membuat selat didapatkan Lies dengan cara otodidak. Ketika mulai merintis usaha tahun 1987 silam setelah lulus SMA, warungnya hanya ada dua meja dan yang membeli adalah anak-anak TK. Menunya kala itu juga masih ganti-ganti setiap hari. Mulai dari selat, stup makaroni, ketan, ledre, bakmi dan semuanya dibungkus serta es.
“Lama-lama capek ganti-ganti menu. Kemudian saya menetapkan menjual selat,” kata dia.
Sejak usia lima tahun, dirinya telah mengenal selat dan sebagi menu makanan empat sehat lima sempurna. Sebab di dalamnya terdapat sayur, daging, telur, dan susu dengan wujud mayones. Bahkan selat juga digunakan untuk makanan diet. Varian selat yang disediakan adalah selat lidah, selat bestik, selat galantin kuah segar, dan selat galantine kuah saos.
Satu porsi besar selat dibanderol Rp19.000 untuk selat biasa. Sedangkan untuk selat lidah, harganya Rp21.000 per porsi. Selat cocoknya dimakan dalam kondisi dingin meski saat hujan atau banjir. Namun konsumen yang menginginkan dihidangkan dalam kondisi hangat juga tetap dilayani. Selain selat, warung ini juga menyediakan menu lainnya sebagai pendamping. Seperti timlo, sup manten, sup matahari, dan gado gado.
Warung dibuka mulai pukul 08.00—18.00 WIB. Pembeli yang datang banyak dari luar kota. Pembelinya pun bukan hanya dari kalangan orang biasa. Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo (Rudy) sampai kini masih sering datang. Selain itu, sederet artis kondang juga pernah menyambangi tempat ini, seperti Ruben Onsu, Maudy Koesnaedi, dan Katon Bagaskara. Mantan Wakil Presiden (Wapres) Tri Sutrisno juga pernah datang. Sementara, ketika masih menjabat sebagai Wali Kota Solo, Presiden Joko Widodo sering kali jajan di tempat ini.
Meski berada di Solo, salah satu pusat budaya Tanah Jawa, tapi, warung Selat Mbak Lies ini punya kesan gaya Barat yang kuat. Pegawai warung mengenakan seragam yang khas gaya Eropa dan Jawa. Seragam dengan gaya Eropa karena selat sebenarnya berasal dari Eropa, yakni salad, tapi orang Jawa kemudian menyebutnya selat. Ketika ada pejabat yang hendak datang dan memberitahu dulu, seragam yang dipakai adalah kebaya sebagai bentuk penghormatan.
“Tapi kebanyakan tidak memberitahu dulu. Tiba-tiba datang,” ucapnya.
Desain warung juga penuh dengan hiasan barang-barang unik, dan kebanyakan adalah keramik. Desain ditata sendiri, dan agar awet tidak jatuh disenggol, barang barang itu disemen, dilem, atau disekrup. Selain itu juga terdapat beberapa lukisan yang mengisahkan perjalanan hidup sang pemilik, hingga denah warung. Barang barang keramik menjadi pilihan sebagian hiasan karena sejak kecil dirinya sangat menyukai. Untuk piring yang dipakai menyajikan selat, ternyata juga tidak sembarang. Piring selat yang digunakan berasal dari Perancis.
“Kalau pecah kacanya tidak menyebar kemana mana,” bebernya.
Piring-piring dari Perancis dikumpulkan sejak puluhan tahun lalu. Bagi orang yang tidak tahu, mungkin akan dikira piring biasa untuk hadiah. Meski ramai, sampai kini warung selat Mbak Lies tidak buka cabang di tempat lain. Sebab dirinya ingin tetap turun langsung bersama karyawan melayani konsumen. Warung buka setiap hari, dan hanya libur saat hari H Lebaran. Warung biasanya sangat ramai oleh pembeli ketika hari Sabtu, Minggu, dan hari hari besar.
Sejak membuka warung pada tahun 1987 hingga sekarang, Wulandari Kusmadyaningrum selaku pemilik usaha, tetap mempertahankan kualitas dan rasa selat yang dibuatnya. Menjaga citarasa diantaranya dengan menggunakan sayur yang selalu segar setiap hari.
“Setiap 1—2 jam bolak balik rebus sayur. Bukan satu kali rebus untuk sehari,” ungkap Lies, sapaan akrab Wulandari Kusmadyaningrum.
Kualitas sayur yang dipakai juga tidak sembarangan. Mereka menggunakan sayuran lokal. Diantaranya buncis dari Boyolali, wortel dan selada dari Bandung. Meski harganya lebih mahal dibanding sayur impor, tapi sayur lokal rasanya lebih enak, tanpa pengawet, dan lebih fresh karena baru saja dipanen.
Hal itu sangat berpengaruh dengan rasa selat saat disajikan. Bahkan masakan juga tidak cepat basi, dan bisa untuk oleh oleh bagi konsumen dari luar kota. Sayur sayuran yang dibutuhkan dengan mudah didapatkan di Pasar Gede, Solo.
Tak hanya dari kesegaran sayurnya yang membuat selat Mbak Lies ini lezat disantap. Salah satu rahasia awetnya kelezatan selat ini dari dulu sampai sekarang adalah cara memasaknya. “Aktivitas memasak sampai sekarang tetap pakai anglo untuk yang besar besar karena berpengaruh pada rasa,” kata dia.
Namun, dia juga menggunakan kompor gas untuk memasak yang ringan-ringan. Aktivitas mengupas bahan bahan untuk dimasak, justru dilakukan di depan warung. Termasuk buah-buahan juga dipajang di depan warung. Hal itu untuk menunjukkan bahwa bahan bahan yang dipakai selalu segar.
Kemahiran membuat selat didapatkan Lies dengan cara otodidak. Ketika mulai merintis usaha tahun 1987 silam setelah lulus SMA, warungnya hanya ada dua meja dan yang membeli adalah anak-anak TK. Menunya kala itu juga masih ganti-ganti setiap hari. Mulai dari selat, stup makaroni, ketan, ledre, bakmi dan semuanya dibungkus serta es.
“Lama-lama capek ganti-ganti menu. Kemudian saya menetapkan menjual selat,” kata dia.
Sejak usia lima tahun, dirinya telah mengenal selat dan sebagi menu makanan empat sehat lima sempurna. Sebab di dalamnya terdapat sayur, daging, telur, dan susu dengan wujud mayones. Bahkan selat juga digunakan untuk makanan diet. Varian selat yang disediakan adalah selat lidah, selat bestik, selat galantin kuah segar, dan selat galantine kuah saos.
Satu porsi besar selat dibanderol Rp19.000 untuk selat biasa. Sedangkan untuk selat lidah, harganya Rp21.000 per porsi. Selat cocoknya dimakan dalam kondisi dingin meski saat hujan atau banjir. Namun konsumen yang menginginkan dihidangkan dalam kondisi hangat juga tetap dilayani. Selain selat, warung ini juga menyediakan menu lainnya sebagai pendamping. Seperti timlo, sup manten, sup matahari, dan gado gado.
Warung dibuka mulai pukul 08.00—18.00 WIB. Pembeli yang datang banyak dari luar kota. Pembelinya pun bukan hanya dari kalangan orang biasa. Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo (Rudy) sampai kini masih sering datang. Selain itu, sederet artis kondang juga pernah menyambangi tempat ini, seperti Ruben Onsu, Maudy Koesnaedi, dan Katon Bagaskara. Mantan Wakil Presiden (Wapres) Tri Sutrisno juga pernah datang. Sementara, ketika masih menjabat sebagai Wali Kota Solo, Presiden Joko Widodo sering kali jajan di tempat ini.
Meski berada di Solo, salah satu pusat budaya Tanah Jawa, tapi, warung Selat Mbak Lies ini punya kesan gaya Barat yang kuat. Pegawai warung mengenakan seragam yang khas gaya Eropa dan Jawa. Seragam dengan gaya Eropa karena selat sebenarnya berasal dari Eropa, yakni salad, tapi orang Jawa kemudian menyebutnya selat. Ketika ada pejabat yang hendak datang dan memberitahu dulu, seragam yang dipakai adalah kebaya sebagai bentuk penghormatan.
“Tapi kebanyakan tidak memberitahu dulu. Tiba-tiba datang,” ucapnya.
Desain warung juga penuh dengan hiasan barang-barang unik, dan kebanyakan adalah keramik. Desain ditata sendiri, dan agar awet tidak jatuh disenggol, barang barang itu disemen, dilem, atau disekrup. Selain itu juga terdapat beberapa lukisan yang mengisahkan perjalanan hidup sang pemilik, hingga denah warung. Barang barang keramik menjadi pilihan sebagian hiasan karena sejak kecil dirinya sangat menyukai. Untuk piring yang dipakai menyajikan selat, ternyata juga tidak sembarang. Piring selat yang digunakan berasal dari Perancis.
“Kalau pecah kacanya tidak menyebar kemana mana,” bebernya.
Piring-piring dari Perancis dikumpulkan sejak puluhan tahun lalu. Bagi orang yang tidak tahu, mungkin akan dikira piring biasa untuk hadiah. Meski ramai, sampai kini warung selat Mbak Lies tidak buka cabang di tempat lain. Sebab dirinya ingin tetap turun langsung bersama karyawan melayani konsumen. Warung buka setiap hari, dan hanya libur saat hari H Lebaran. Warung biasanya sangat ramai oleh pembeli ketika hari Sabtu, Minggu, dan hari hari besar.
(alv)