Wisata Halal Kini Menjadi Primadona bagi Wisatawan
A
A
A
Merebaknya tren industri berbasis syariah semakin mengembangkan potensi bidang lain, salah satunya wisata halal. Dengan bekal sebagai negara dengan jumlah umat muslim terbesar di dunia serta memiliki banyak destinasi wisata menarik, sektor ini dianggap dapat menjadi kunci penguatan ekonomi Indonesia. Di sisi lain, wisata halal juga menghadapi berbagai tantangan.
Terutama dari sisi budaya, demografi, tujuan maupun alokasi biaya yang dikeluarkan untuk berwisata. Meski begitu, dua laporan internasional yang dipublikasikan beberapa bulan terakhir menunjukkan hasil positif terkait pariwisata halal yang sedang digencarkan pemerintah. Laporan State of the Global Islamic Economy 2018/2019 untuk kedua kalinya menempatkan Indonesia pada peringkat keempat Global Islamic Economy Indicator (GIEI) untuk sektor pariwisata halal.
Berdasarkan penilaian menyeluruh terhadap berbagai aspek kesehatan dan perkembangan sektor pariwisata halal, Indonesia dianggap lebih baik dari banyak negara lain. Negara kita hanya tertinggal dari Uni Emirat Arab, Malaysia dan Turki yang masing-masing berada pada peringkat pertama, kedua dan ketiga.
Ini sebuah prestasi karena sejak pertama kali laporan State of the Global Islamic Economy dirilis 2013 hingga 2016, Indonesia tak pernah masuk dalam sepuluh besar. Adapun Laporan Global Muslim Travel Index 2018 menaruh Indonesia pada peringkat kedua negara-negara muslim tujuan utama wisata halal dunia.
Indonesia memiliki skor yang sama persis dengan Uni Emirat Arab dan hanya kalah dari Malaysia. Peringkat kedua tersebut juga merupakan kemajuan mengingat Indonesia pada tahun 2017 dan 2016 hanya berada pada peringkat ketiga dan keempat. Direktur Islamic Tourism Expo 2019, Bambang Hamid mengatakan, setidaknya terdapat lima faktor yang mendorong meningkatnya isata halal di Indonesia.
Pertama, populasi penduduk yang terus berkembang pesat. Jika pada tahun 1910, jumlah penduduk muslim hanya sekitar dua persen dari warga dunia, namun sekarang bertambah hingga 22,5 persen. Ditambah lagi, terang dia, tingkat kelahiran yang cenderung tinggi di negara-negara Islam. “Angka yang besar ini menjadi potensi besar bagi pasar pariwisata halal yang bisa mendatangkan devisa negara,” tukasnya.
Dan faktor kedua adalah populasi penduduk dengan usia yang lebih muda. Islam merupakan agama dengan populasi jumlah usia termuda yaitu sekitar 24 tahun. Kelompok usia ini adalah kelompok usia yang senang bepergian atau jalan-jalan. Dan ketiga, jumlah kelas menengah yang meningkat. Menurut Bambang, dulu negara maju didominasi oleh negara nonmuslim, tapi kini negara-negara yang mayoritas berpenduduk Islam seperti Turki, Malaysia, termasuk Indonesia sudah mulai dianggap dan maju.
“Bahkan, dalam G20 ada tiga negara Islam yaitu Turki, Saudi Arabia, dan Indonesia,” sebut Direktur Arrayan Multi Kreasi (AMK), yang bergerak di bidang travel wisata halal. Selain itu, penduduk Islam di Eropa dan Amerika Serikat juga mengalami pertumbuhan. Jumlah wisatawan muslim di dunia pun kian mengalami kenaikan. Menurut data Global Muslim Travel Indeks tahun 2017 ada 131 juta wisatawan, dan diperkirakan tahun 2020 jumlahnya mencapai 158 juta.
Meningkatnya pariwisata Islami juga mendorong pertumbuhan wisata halal. Jika dulu pariwisata Islami hanya saat pergi umrah atau haji, kata dia, kini sudah banyak paket wisata halal yang ditawarkan. Umrah juga bisa mencakup plesiran ke Turki dan negara Islam lainnya.
Di samping itu, semakin banyak negaranegara nonmuslim yang menyediakan paket wisata halal seperti di Jepang, Korea, Taiwan, Vietnam, Thailand dan lainnya. “Negara-negara tersebut sudah banyak yang menyediakan restoran halal atau membangun tempat shalat yang nyaman di destinasi wisata atau pusat perbelanjaan.
Juga hotel yang sesuai dengan syariat Islam,” ucap Bambang. Faktor terakhir adalah kemudahan akses informasi. Kini wisatawan muslim merasa lebih aman bepergian karena bisa dengan mudah mencari informasi mengenai makanan halal melalui ponsel.
Bambang menuturkan, daerah yang sudah siap dalam menyuguhkan wisata halal diantaranya Aceh, Bali, Padang, Lombok dan sejumlah daerah di Sumatera dan Jawa Barat. Wilayah tersebut cenderung potensial karena sudah memiliki infrastruktur, fasilitas dan budaya masyarakatnya yang mendukung bagi para turis muslim.
“Kita harus seperti Kuala Lumpur yang amat agresif memberikan fasilitas terbaik bagi wisatawan muslim. Pasar terbesar kita berasal dari turis asal negara-negara seperti Arab Saudi, Turki, Yordania dan Mesir,” katanya.
Pariwisata halal sendiri adalah bagian dari industri pariwisata yang ditujukan khususnya untuk wisatawan muslim yang merujuk pada aturan-aturan dalam agama Islam. Salah satu bentuk dari pelayanan wisata halal adalah hotel yang menyediakan makanan dan minuman halal dan tidak mengandung alkohol. Tidak hanya itu, tapi juga menyediakan fasilitas kolam renang dan spa yang terpisah untuk pria dan wanita. Selain hotel, transportasi dalam industri pariwisata halal juga memakai konsep Islami.
Penyedia jasa transportasi wajib memberikan kemudahan bagi wisatawan muslim dalam pelaksanaan ibadah selama perjalanan. Misalnya, menyediakan tempat shalat di dalam pesawat, pengumuman maupun adzan jika telah memasuki waktu shalat serta penyediaan hiburan Islami selama perjalanan.
Pengamat Pariwisata, Tazbir menuturkan ada sederet tantangan yang harus dihadapi pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya dalam menerapkan wisata halal di Indonesia. Pertama, rendahnya branding dan promosi Indonesia sebagai negara dengan muslim friendly destination, Juga kurangnya sertifikasi untuk muslim friendly amenitiesdi hotel, atau restoran. Dan terakhir, aksesibilitas dari atau ke kota besar yang masih perlu ditingkatkan.
Wisata halal, ujar dia, bukan hanya menyoal mengenai wisata religi namun lebih kepada pelayanan serta pemenuhan kebutuhan akan wisatawan muslim. Mulai dari halal food, water usage friendly washrooms, prayer facilitiesserta beberapa kebutuhan lain yang dibutuhkan oleh seorang muslim yang mengakomodir perjalanan wisatanya.
“Terlebih saat ini gaya hidup halal telah menjadi sebuah tren dan lifestylebagi anak-anak muda dan masyarakat di kota-kota besar,” tutur Tazbir. Selain melihat dari sisi tantangan, kata Tazbir, potensi untuk mewujudkan wisata halal sebenarnya cukup prospektif karena kebutuhan akan wisata halal dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.
Sementara itu, CEO Crescentrating.com & HalalTrip.com, Fazal Bahardeen menekankan peluang Indonesia sangat besar dalam menarik wisatawan muslim dunia. “Tahun 2020 mendatang diproyeksikan Indonesia mencapai 158 juta wisatawan muslim dengan pertumbuhan sekitar enam persen,” katanya. Global Muslim Travel Index (GMTI) memproyeksikan pada 2020 jumlah wisatawan muslim dunia mencapai 158 juta dengan total pembelanjaan sebesar USD220 miliar atau setara Rp3,08 triliun.
Pertumbuhan tersebut diharapkan terus meningkat menjadi USD300 miliar atau setara Rp 4,2 triliun pada 2026. Sebelumnya, Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) 2019 menetapkan 10 destinasi wisata halal unggulan Indonesia yakni Aceh, Riau dan Kepulauan Riau, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur (Malang Raya), Lombok, dan Sulawesi Selatan (Makassar dan sekitarnya).
Terutama dari sisi budaya, demografi, tujuan maupun alokasi biaya yang dikeluarkan untuk berwisata. Meski begitu, dua laporan internasional yang dipublikasikan beberapa bulan terakhir menunjukkan hasil positif terkait pariwisata halal yang sedang digencarkan pemerintah. Laporan State of the Global Islamic Economy 2018/2019 untuk kedua kalinya menempatkan Indonesia pada peringkat keempat Global Islamic Economy Indicator (GIEI) untuk sektor pariwisata halal.
Berdasarkan penilaian menyeluruh terhadap berbagai aspek kesehatan dan perkembangan sektor pariwisata halal, Indonesia dianggap lebih baik dari banyak negara lain. Negara kita hanya tertinggal dari Uni Emirat Arab, Malaysia dan Turki yang masing-masing berada pada peringkat pertama, kedua dan ketiga.
Ini sebuah prestasi karena sejak pertama kali laporan State of the Global Islamic Economy dirilis 2013 hingga 2016, Indonesia tak pernah masuk dalam sepuluh besar. Adapun Laporan Global Muslim Travel Index 2018 menaruh Indonesia pada peringkat kedua negara-negara muslim tujuan utama wisata halal dunia.
Indonesia memiliki skor yang sama persis dengan Uni Emirat Arab dan hanya kalah dari Malaysia. Peringkat kedua tersebut juga merupakan kemajuan mengingat Indonesia pada tahun 2017 dan 2016 hanya berada pada peringkat ketiga dan keempat. Direktur Islamic Tourism Expo 2019, Bambang Hamid mengatakan, setidaknya terdapat lima faktor yang mendorong meningkatnya isata halal di Indonesia.
Pertama, populasi penduduk yang terus berkembang pesat. Jika pada tahun 1910, jumlah penduduk muslim hanya sekitar dua persen dari warga dunia, namun sekarang bertambah hingga 22,5 persen. Ditambah lagi, terang dia, tingkat kelahiran yang cenderung tinggi di negara-negara Islam. “Angka yang besar ini menjadi potensi besar bagi pasar pariwisata halal yang bisa mendatangkan devisa negara,” tukasnya.
Dan faktor kedua adalah populasi penduduk dengan usia yang lebih muda. Islam merupakan agama dengan populasi jumlah usia termuda yaitu sekitar 24 tahun. Kelompok usia ini adalah kelompok usia yang senang bepergian atau jalan-jalan. Dan ketiga, jumlah kelas menengah yang meningkat. Menurut Bambang, dulu negara maju didominasi oleh negara nonmuslim, tapi kini negara-negara yang mayoritas berpenduduk Islam seperti Turki, Malaysia, termasuk Indonesia sudah mulai dianggap dan maju.
“Bahkan, dalam G20 ada tiga negara Islam yaitu Turki, Saudi Arabia, dan Indonesia,” sebut Direktur Arrayan Multi Kreasi (AMK), yang bergerak di bidang travel wisata halal. Selain itu, penduduk Islam di Eropa dan Amerika Serikat juga mengalami pertumbuhan. Jumlah wisatawan muslim di dunia pun kian mengalami kenaikan. Menurut data Global Muslim Travel Indeks tahun 2017 ada 131 juta wisatawan, dan diperkirakan tahun 2020 jumlahnya mencapai 158 juta.
Meningkatnya pariwisata Islami juga mendorong pertumbuhan wisata halal. Jika dulu pariwisata Islami hanya saat pergi umrah atau haji, kata dia, kini sudah banyak paket wisata halal yang ditawarkan. Umrah juga bisa mencakup plesiran ke Turki dan negara Islam lainnya.
Di samping itu, semakin banyak negaranegara nonmuslim yang menyediakan paket wisata halal seperti di Jepang, Korea, Taiwan, Vietnam, Thailand dan lainnya. “Negara-negara tersebut sudah banyak yang menyediakan restoran halal atau membangun tempat shalat yang nyaman di destinasi wisata atau pusat perbelanjaan.
Juga hotel yang sesuai dengan syariat Islam,” ucap Bambang. Faktor terakhir adalah kemudahan akses informasi. Kini wisatawan muslim merasa lebih aman bepergian karena bisa dengan mudah mencari informasi mengenai makanan halal melalui ponsel.
Bambang menuturkan, daerah yang sudah siap dalam menyuguhkan wisata halal diantaranya Aceh, Bali, Padang, Lombok dan sejumlah daerah di Sumatera dan Jawa Barat. Wilayah tersebut cenderung potensial karena sudah memiliki infrastruktur, fasilitas dan budaya masyarakatnya yang mendukung bagi para turis muslim.
“Kita harus seperti Kuala Lumpur yang amat agresif memberikan fasilitas terbaik bagi wisatawan muslim. Pasar terbesar kita berasal dari turis asal negara-negara seperti Arab Saudi, Turki, Yordania dan Mesir,” katanya.
Pariwisata halal sendiri adalah bagian dari industri pariwisata yang ditujukan khususnya untuk wisatawan muslim yang merujuk pada aturan-aturan dalam agama Islam. Salah satu bentuk dari pelayanan wisata halal adalah hotel yang menyediakan makanan dan minuman halal dan tidak mengandung alkohol. Tidak hanya itu, tapi juga menyediakan fasilitas kolam renang dan spa yang terpisah untuk pria dan wanita. Selain hotel, transportasi dalam industri pariwisata halal juga memakai konsep Islami.
Penyedia jasa transportasi wajib memberikan kemudahan bagi wisatawan muslim dalam pelaksanaan ibadah selama perjalanan. Misalnya, menyediakan tempat shalat di dalam pesawat, pengumuman maupun adzan jika telah memasuki waktu shalat serta penyediaan hiburan Islami selama perjalanan.
Pengamat Pariwisata, Tazbir menuturkan ada sederet tantangan yang harus dihadapi pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya dalam menerapkan wisata halal di Indonesia. Pertama, rendahnya branding dan promosi Indonesia sebagai negara dengan muslim friendly destination, Juga kurangnya sertifikasi untuk muslim friendly amenitiesdi hotel, atau restoran. Dan terakhir, aksesibilitas dari atau ke kota besar yang masih perlu ditingkatkan.
Wisata halal, ujar dia, bukan hanya menyoal mengenai wisata religi namun lebih kepada pelayanan serta pemenuhan kebutuhan akan wisatawan muslim. Mulai dari halal food, water usage friendly washrooms, prayer facilitiesserta beberapa kebutuhan lain yang dibutuhkan oleh seorang muslim yang mengakomodir perjalanan wisatanya.
“Terlebih saat ini gaya hidup halal telah menjadi sebuah tren dan lifestylebagi anak-anak muda dan masyarakat di kota-kota besar,” tutur Tazbir. Selain melihat dari sisi tantangan, kata Tazbir, potensi untuk mewujudkan wisata halal sebenarnya cukup prospektif karena kebutuhan akan wisata halal dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.
Sementara itu, CEO Crescentrating.com & HalalTrip.com, Fazal Bahardeen menekankan peluang Indonesia sangat besar dalam menarik wisatawan muslim dunia. “Tahun 2020 mendatang diproyeksikan Indonesia mencapai 158 juta wisatawan muslim dengan pertumbuhan sekitar enam persen,” katanya. Global Muslim Travel Index (GMTI) memproyeksikan pada 2020 jumlah wisatawan muslim dunia mencapai 158 juta dengan total pembelanjaan sebesar USD220 miliar atau setara Rp3,08 triliun.
Pertumbuhan tersebut diharapkan terus meningkat menjadi USD300 miliar atau setara Rp 4,2 triliun pada 2026. Sebelumnya, Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) 2019 menetapkan 10 destinasi wisata halal unggulan Indonesia yakni Aceh, Riau dan Kepulauan Riau, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur (Malang Raya), Lombok, dan Sulawesi Selatan (Makassar dan sekitarnya).
(don)