Ejekan Gemuk pada Selebritas Berdampak Luas
A
A
A
EJEKAN gemuk atau fat-shaming dialami bukan hanya pada orang biasa, tetapi juga pada selebritas yang memiliki ukuran tubuh yang super.
Beberapa komentar para pesohor seperti desainer fashion Karl Lagerfeld yang menyebut penyanyi Adele “sedikit gemuk” ternyata mampu mengubah pandangan orang.
Hal itu terungkap dalam penelitian terhadap 90.000 orang di mana ditemukan bahwa sikap antigemuk justru meningkat setelah banyak peristiwa pengejekan gemuk terhadap selebritas.
Itu menunjukkan ejekan gemuk terhadap selebritas mampu mengubah perilaku perempuan. Contoh lain adalah seorang blogger yang mengatakan aktris pemenang Oscar, Jennifer Lawrence, tidak lagi terlihat “cukup lapar” untuk membintangi film The Hunger Games.
Kemudian, kritikus fashion juga meng ungkapkan bintang Mad Men, Christina Hendricks, yang mengatakan bahwa “kamu seharusnya tidak menempatkan gadis gemuk pada baju yang besar”.
Ejekan yang tidak kalah populer juga diucapkan DJ Howard Stern yang menyebut Lena Dunham, penulis dan bint ang Girls, sebagai “little fat chick”. Kemudian, penyanyi Kelly Clarkson diejek pembaca acara televisi bahwa dia seha rus nya “menjauhi hidangi piza”.
Sedangkan bintang selebritas televisi Kourtney Kardashian diejek suaminya bahwa dia harus menurunkan berat badan lebih cepat. Berbagai ejekan mengenai stereotip perempuan jelek mampu memberikan dampak pe rilaku negatif perempuan ter hadap orang gemuk.
Kesimpulan itu disarikan dari eksperimen online ketika responden ditanya tentang kategorisasi bentuk tubuh secara siluet dengan asosiasi kata-kata positif dan negatif.
Amanda Ravary, pemimpin penelitian dari Universitas McGill di Kanada, mengungkapkan bahwa sangat sulit untuk bisa melepaskan diri dari pesan ejekan gemuk.
“Penelitian kita menunjukkan pesan bahwa ‘gemuk itu je lek’ tidak hanya berdampak bagi selebritas yang menjadi target, itu juga memengaruhi perempuan yang mendengar tentang komentar tersebut,” kata Ravary, dilansir Daily Mail.
Ejekan gemuk, menurut Ravary, masih sering terdengar dimedia massa dalam pemberitaan atau video yang viral di media sosial. “Praanggapan terhadap orang karena berat badannya merupakan salah satu bentuk diskriminasi yang bisa diterima,” katanya.
Para peneliti Kanada mengkaji banyak artikel tentang ejekan gemuk dari banyak majalah, koran, dan blog internet antara 2004-2015. Mereka juga membandingkan nilai tes praanggapan terhadap orang gemuk dalam dua pekan.
Mereka memberikan komentar terhadap tubuh perempuan secara siluet baik yang gemuk atau kurus dengan kata-kata yang menjijikkan atau menggembirakan baik positif maupun negatif.
Terkadang, responden menggunakan hanya satu huruf di keyboard untuk mengidentifikasi apakah orang tersebut gemuk atau satu kata yang baik. Mereka ternyata secara tidak sadar bahwa orang gemuk kerap dikatakan dengan kata-kata yang buruk.
Jika responden-responden itu semakin lambat, anggapan buruk terhadap perempuan gemuk jua semakin besar. Pengujian yang dilaksanakan selama dua pekan itu menunjukkan sebagian besar perempuan ternyata memiliki pandangan biasa terhadap perempuan gemuk.
Ketika ditanya seberapa besar mereka memilih orang gemuk diban ding kan orang kurus atau bagaimana mereka dengan hangat me reka merasakan keduanya, perempuan menunjukkan tidak ada perbedaan setelah peristiwa pengejekan gemuk.
Itu menunjukkan praduga tidak sadar terhadap orang gemuk memang menun juk kan peningkatan drastis. “Pesan kultural ini menunjukkan perasaan tingkat rendah perempuan bahwa kurus itu baik dan gemuk itu jelek,” kata Profesor Jennifer Bartz, peneliti dari Universitas McGill.
“Pesan media ini meninggalkan jejak pribadi dipikiran banyak orang,” paparnya. Kajian ini dipublikasikan di jurnal Personality and Social Psychology Bulletin. Sementara itu, sebuah penelitian lainnya mengungkapkan, lingkaran sosial orang bisa memicu kenapa mereka menjadi gemuk.
Para pakar memperingatkan bahwa obesitas bisa menyebar melalui komunitas seperti penyebaran sosial. Para peneliti dari Universitas Southern California mengkaji ratusan keluarga militer di Amerika Serikat (AS).
Hasilnya menyatakan bahwa mereka yang pindah ke kawasan di tingkat obesitasnya tinggi ternyata itu memicu risiko mereka juga menjadi obesitas. Secara tidak sadar, menurut para peneliti, orang akan mengadopsi perilaku orang di sekitarnya secara tidak sadar.
“Penyebaran sosial dalam obesitas berarti bahwa dipengaruhi oleh orang gemuk di sekitarmu. Jika kamu tinggal di kawasan di mana banyak orang gemuk, maka kamu me miliki kesempatan menjadi gemuk,” ujar Dr Ashlesha Datar, pemimpin penelitian.
“Secara tidak sadar, kamu berdampak dengan apa yang dilakukan oleh orang di sekitarmu,” ungkapnya. Datar menyatakan, jika orang pindah ke komunitas di mana gaya hidup tidak sehat menjadi kebiasaan, maka orang baru di wilayah tersebut akan mengikutinya. “Itu dikarenakan pengaruh sosial,” jelasnya. (Andika Hendra)
Beberapa komentar para pesohor seperti desainer fashion Karl Lagerfeld yang menyebut penyanyi Adele “sedikit gemuk” ternyata mampu mengubah pandangan orang.
Hal itu terungkap dalam penelitian terhadap 90.000 orang di mana ditemukan bahwa sikap antigemuk justru meningkat setelah banyak peristiwa pengejekan gemuk terhadap selebritas.
Itu menunjukkan ejekan gemuk terhadap selebritas mampu mengubah perilaku perempuan. Contoh lain adalah seorang blogger yang mengatakan aktris pemenang Oscar, Jennifer Lawrence, tidak lagi terlihat “cukup lapar” untuk membintangi film The Hunger Games.
Kemudian, kritikus fashion juga meng ungkapkan bintang Mad Men, Christina Hendricks, yang mengatakan bahwa “kamu seharusnya tidak menempatkan gadis gemuk pada baju yang besar”.
Ejekan yang tidak kalah populer juga diucapkan DJ Howard Stern yang menyebut Lena Dunham, penulis dan bint ang Girls, sebagai “little fat chick”. Kemudian, penyanyi Kelly Clarkson diejek pembaca acara televisi bahwa dia seha rus nya “menjauhi hidangi piza”.
Sedangkan bintang selebritas televisi Kourtney Kardashian diejek suaminya bahwa dia harus menurunkan berat badan lebih cepat. Berbagai ejekan mengenai stereotip perempuan jelek mampu memberikan dampak pe rilaku negatif perempuan ter hadap orang gemuk.
Kesimpulan itu disarikan dari eksperimen online ketika responden ditanya tentang kategorisasi bentuk tubuh secara siluet dengan asosiasi kata-kata positif dan negatif.
Amanda Ravary, pemimpin penelitian dari Universitas McGill di Kanada, mengungkapkan bahwa sangat sulit untuk bisa melepaskan diri dari pesan ejekan gemuk.
“Penelitian kita menunjukkan pesan bahwa ‘gemuk itu je lek’ tidak hanya berdampak bagi selebritas yang menjadi target, itu juga memengaruhi perempuan yang mendengar tentang komentar tersebut,” kata Ravary, dilansir Daily Mail.
Ejekan gemuk, menurut Ravary, masih sering terdengar dimedia massa dalam pemberitaan atau video yang viral di media sosial. “Praanggapan terhadap orang karena berat badannya merupakan salah satu bentuk diskriminasi yang bisa diterima,” katanya.
Para peneliti Kanada mengkaji banyak artikel tentang ejekan gemuk dari banyak majalah, koran, dan blog internet antara 2004-2015. Mereka juga membandingkan nilai tes praanggapan terhadap orang gemuk dalam dua pekan.
Mereka memberikan komentar terhadap tubuh perempuan secara siluet baik yang gemuk atau kurus dengan kata-kata yang menjijikkan atau menggembirakan baik positif maupun negatif.
Terkadang, responden menggunakan hanya satu huruf di keyboard untuk mengidentifikasi apakah orang tersebut gemuk atau satu kata yang baik. Mereka ternyata secara tidak sadar bahwa orang gemuk kerap dikatakan dengan kata-kata yang buruk.
Jika responden-responden itu semakin lambat, anggapan buruk terhadap perempuan gemuk jua semakin besar. Pengujian yang dilaksanakan selama dua pekan itu menunjukkan sebagian besar perempuan ternyata memiliki pandangan biasa terhadap perempuan gemuk.
Ketika ditanya seberapa besar mereka memilih orang gemuk diban ding kan orang kurus atau bagaimana mereka dengan hangat me reka merasakan keduanya, perempuan menunjukkan tidak ada perbedaan setelah peristiwa pengejekan gemuk.
Itu menunjukkan praduga tidak sadar terhadap orang gemuk memang menun juk kan peningkatan drastis. “Pesan kultural ini menunjukkan perasaan tingkat rendah perempuan bahwa kurus itu baik dan gemuk itu jelek,” kata Profesor Jennifer Bartz, peneliti dari Universitas McGill.
“Pesan media ini meninggalkan jejak pribadi dipikiran banyak orang,” paparnya. Kajian ini dipublikasikan di jurnal Personality and Social Psychology Bulletin. Sementara itu, sebuah penelitian lainnya mengungkapkan, lingkaran sosial orang bisa memicu kenapa mereka menjadi gemuk.
Para pakar memperingatkan bahwa obesitas bisa menyebar melalui komunitas seperti penyebaran sosial. Para peneliti dari Universitas Southern California mengkaji ratusan keluarga militer di Amerika Serikat (AS).
Hasilnya menyatakan bahwa mereka yang pindah ke kawasan di tingkat obesitasnya tinggi ternyata itu memicu risiko mereka juga menjadi obesitas. Secara tidak sadar, menurut para peneliti, orang akan mengadopsi perilaku orang di sekitarnya secara tidak sadar.
“Penyebaran sosial dalam obesitas berarti bahwa dipengaruhi oleh orang gemuk di sekitarmu. Jika kamu tinggal di kawasan di mana banyak orang gemuk, maka kamu me miliki kesempatan menjadi gemuk,” ujar Dr Ashlesha Datar, pemimpin penelitian.
“Secara tidak sadar, kamu berdampak dengan apa yang dilakukan oleh orang di sekitarmu,” ungkapnya. Datar menyatakan, jika orang pindah ke komunitas di mana gaya hidup tidak sehat menjadi kebiasaan, maka orang baru di wilayah tersebut akan mengikutinya. “Itu dikarenakan pengaruh sosial,” jelasnya. (Andika Hendra)
(nfl)