Begini Cara Bangun Komunikasi Positif dengan Anak Remaja Anda
A
A
A
JAKARTA - Masa remaja merupakan periode transisi dari masa awal anak-anak hingga awal dewasa, yang berada di usia sekitar 12-18 tahun. Memasuki fase remaja, seorang anak mengalami perubuhan fisik maupun psikis, serta perubahan lain seperti pemahaman tentang diri sendiri, pembentukan identitas diri hingga emosi mudah berubah.
Selain itu, masa remaja juga menjadi persiapan masa dewasa yang ditandai dengan mulai merasakan akan pentingnya sebuah pencapaian dan penempatan peran dalam lingkungan sosial. Di sini, orang tua pun diuntut harus tahu bagaimana cara untuk menghadapi anak-anak mereka, terutama yang sudah menginjak masa remaja.
(Baca juga: Orang Tua Miliki Andil Penting Selamatkan Remaja dari Pengaruh Negatif )
Sebagaimana diungkapkan psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo S.Psi. pada sharing session EF English First bertajuk Kiat Sukses Berkomunikasi dengan Remaja, orang tua memiliki andil besar saat anak-anak mulai memasuki masa remaja agar anak tidak mudah terjerumus ke hal atau tindakan yang tidak diinginkan.
Dalam acara sharing session yang berlangsung di SOS Childrens Villages, Cibubur, Jakarta, beberapa waktu lalu tersebut, didapati juga sejumlah tips yang bisa dilakukan orang tua untuk membangun komunikasi positif dengan anak remajanya, terutama dalam situasi dan kondisi ketika anak berperilaku tidak menyenangkan atau tidak diharapkan orang tua.
1. Mendengar Secara Aktif
Cara ini bisa dilakukan dengan duduk berdekatan dan sejajar dengan anak, tatap mata atau wajahnya. Dengarkan tanpa menyela, tahan nasihat, dan tangkap emosi yang terlihat atau terdengar dari anak. Lalu tunjukkan bahwa kita memahami emosi yang anak rasakan. Dengan demikian anak akan merasa diterima dan dihargai emosinya. Anak yang merasa dihargai akan lebih mudah didekati dan diarahkan nantinya.
2. I Message atau Pesan Saya
Saat menghadapi perilaku anak yang membuat kesal atau emosi, hindari "You message" atau kalimat dengan subjek "Kamu" diikuti kata-kata yang menggeneralisasi, misalnya, "Kamu tuh ya, enggak pernah mau dengar kata Ibu!" atau "Kamu selalu saja mengulangi kesalahan!".
Kata-kata seperti itu bisa membuat anak merasa diserang dan tidak diberikan kesempatan untuk menunjukkan perubahan, yang pada akhirnya membuat mereka jadi malas untuk berubah. Cobalah untuk menggunakan "I message" yang diawali dengan "Saya (orangtua) + Perasaan Saya (utarakan perasaan Anda) + Perilaku Anak". Misalnya, "Ibu sedih, kamu tidak mau mendengarkan kata-kata Ibu!" atau "Ayah kecewa kamu mengulangi lagi kesalahan yang sama!".
Nah, cara ini bisa diterima lebih baik oleh anak karena membuat mereka jadi tahu apa yang dirasakan oleh orangtuanya atau orang lain, sehingga mereka lebih terbuka, mudah untuk diajak bicara, diskusi, dan bekerjasama.
3. Self Care
Ketika berada dalam situasi atau kondisi yang memicu emosi, orangtua juga perlu melakukan beberapa cara sederhana seperti pernafasan kotak (tarik dan buang nafas perlahan sambil membayangkan membuat bentuk kotak), orientasi panca indera (fokus pada apa yang Anda lihat atau dengar saat ini dan seterusnya), atau coba pertemukan ujung jari tangan kanan dengan kiri lalu rasakan denyutan di setiap ujung jari. Lakukan berulang, hingga emosi atau rasa tidak nyaman dalam diri terus berkurang dan hilang.
Dengan cara tersebut, kita dapat menenangkan emosi kita sendiri, sehingga kita dapat berpikir lebih jernih, dan bisa melakukan pendekatan yang lebih baik kepada anak.
Itulah beberapa tips yang bisa diaplikasikan orang tua untuk membangun komunikasi positif dengan anak remajanya. Dari tips-tips tersebut, Marketing Manager EF English First, Cinthya berharap seluruh orang tua, terutama orangtua di SOS Childrens Villages memperoleh tambahan pengetahuan dalam mengasuh dan menghadapi anak-anaknya.
"Pastinya tidak mudah mengasuh mereka yang memiliki latar belakang yang berbeda. Kami pun ingin, kerjasama ini tidak terhenti sampai di sini, sehingga kami terus dapat memberikan dukungan melalui kegiatan atau program lain yang mereka butuhkan," harap Cinthya.
Selain itu, masa remaja juga menjadi persiapan masa dewasa yang ditandai dengan mulai merasakan akan pentingnya sebuah pencapaian dan penempatan peran dalam lingkungan sosial. Di sini, orang tua pun diuntut harus tahu bagaimana cara untuk menghadapi anak-anak mereka, terutama yang sudah menginjak masa remaja.
(Baca juga: Orang Tua Miliki Andil Penting Selamatkan Remaja dari Pengaruh Negatif )
Sebagaimana diungkapkan psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo S.Psi. pada sharing session EF English First bertajuk Kiat Sukses Berkomunikasi dengan Remaja, orang tua memiliki andil besar saat anak-anak mulai memasuki masa remaja agar anak tidak mudah terjerumus ke hal atau tindakan yang tidak diinginkan.
Dalam acara sharing session yang berlangsung di SOS Childrens Villages, Cibubur, Jakarta, beberapa waktu lalu tersebut, didapati juga sejumlah tips yang bisa dilakukan orang tua untuk membangun komunikasi positif dengan anak remajanya, terutama dalam situasi dan kondisi ketika anak berperilaku tidak menyenangkan atau tidak diharapkan orang tua.
1. Mendengar Secara Aktif
Cara ini bisa dilakukan dengan duduk berdekatan dan sejajar dengan anak, tatap mata atau wajahnya. Dengarkan tanpa menyela, tahan nasihat, dan tangkap emosi yang terlihat atau terdengar dari anak. Lalu tunjukkan bahwa kita memahami emosi yang anak rasakan. Dengan demikian anak akan merasa diterima dan dihargai emosinya. Anak yang merasa dihargai akan lebih mudah didekati dan diarahkan nantinya.
2. I Message atau Pesan Saya
Saat menghadapi perilaku anak yang membuat kesal atau emosi, hindari "You message" atau kalimat dengan subjek "Kamu" diikuti kata-kata yang menggeneralisasi, misalnya, "Kamu tuh ya, enggak pernah mau dengar kata Ibu!" atau "Kamu selalu saja mengulangi kesalahan!".
Kata-kata seperti itu bisa membuat anak merasa diserang dan tidak diberikan kesempatan untuk menunjukkan perubahan, yang pada akhirnya membuat mereka jadi malas untuk berubah. Cobalah untuk menggunakan "I message" yang diawali dengan "Saya (orangtua) + Perasaan Saya (utarakan perasaan Anda) + Perilaku Anak". Misalnya, "Ibu sedih, kamu tidak mau mendengarkan kata-kata Ibu!" atau "Ayah kecewa kamu mengulangi lagi kesalahan yang sama!".
Nah, cara ini bisa diterima lebih baik oleh anak karena membuat mereka jadi tahu apa yang dirasakan oleh orangtuanya atau orang lain, sehingga mereka lebih terbuka, mudah untuk diajak bicara, diskusi, dan bekerjasama.
3. Self Care
Ketika berada dalam situasi atau kondisi yang memicu emosi, orangtua juga perlu melakukan beberapa cara sederhana seperti pernafasan kotak (tarik dan buang nafas perlahan sambil membayangkan membuat bentuk kotak), orientasi panca indera (fokus pada apa yang Anda lihat atau dengar saat ini dan seterusnya), atau coba pertemukan ujung jari tangan kanan dengan kiri lalu rasakan denyutan di setiap ujung jari. Lakukan berulang, hingga emosi atau rasa tidak nyaman dalam diri terus berkurang dan hilang.
Dengan cara tersebut, kita dapat menenangkan emosi kita sendiri, sehingga kita dapat berpikir lebih jernih, dan bisa melakukan pendekatan yang lebih baik kepada anak.
Itulah beberapa tips yang bisa diaplikasikan orang tua untuk membangun komunikasi positif dengan anak remajanya. Dari tips-tips tersebut, Marketing Manager EF English First, Cinthya berharap seluruh orang tua, terutama orangtua di SOS Childrens Villages memperoleh tambahan pengetahuan dalam mengasuh dan menghadapi anak-anaknya.
"Pastinya tidak mudah mengasuh mereka yang memiliki latar belakang yang berbeda. Kami pun ingin, kerjasama ini tidak terhenti sampai di sini, sehingga kami terus dapat memberikan dukungan melalui kegiatan atau program lain yang mereka butuhkan," harap Cinthya.
(nug)