Peran Penting ASI dalam Tumbuh Kembang Optimal Si Kecil
A
A
A
JAKARTA - Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi, khususnya bayi berusia 0—6 bulan, yang fungsinya tidak dapat tergantikan oleh makanan dan minuman apapun. Pemberian ASI merupakan pemenuhan hak bagi setiap ibu dan anak.
Bukan rahasia lagi, bahwa anak yang mendapatkan ASI Eksklusif dan pola asuh yang tepat akan tumbuh dan berkembang secara optimal dan tidak mudah sakit. Selain itu, pemberian ASI mampu mempererat ikatan emosional antara ibu dan anak sehingga diharapkan akan menjadi anak dengan ketahanan pribadi yang mampu mandiri.
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan ASI lanjutan secara optimal hingga 2 tahun atau lebih merupakan hal mutlak untuk meningkatan kesehatan bayi. Sementara, menyusui merupakan salah satu investasi terbaik untuk kelangsungan hidup dan meningkatkan kesehatan, perkembangan sosial, serta ekonomi individu.
Angka kematian bayi menjadi salah satu indikator penting untuk mengetahui derajat kesehatan di suatu negara, dan bahkan untuk mengukur tingkat kemajuan suatu bangsa. Salah satu cara untuk menekan angka kematian bayi adalah dengan memberikan makanan terbaik, yaitu ASI. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dapat mengurangi hingga 13% angka kematian balita.
Studi dari The Global Breastfeeding Collective, pada 2017 menunjukkan bahwa satu negara akan mengalami kerugian ekonomi sekitar USD300 miliar per tahun akibat rendahnya cakupan ASI Eksklusif yang berdampak pada meningkatnya risiko kematian ibu dan balita serta pembiayaan kesehatan akibat tingginya kejadian diare dan infeksi lainnya.
Pemerintah terus berkomitmen memberikan pembinaan dan dorongan kepada para ibu agar berhasil dalam inisiasi menyusu dini (IMD), memberikan ASI eksklusif dan meneruskan pemberian ASI sampai berumur 2 tahun atau lebih didampingi makanan pendamping yang tepat. Selain itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga menyuarakan agar anak senantiasa mendapat pola pengasuhan yang tepat untuk tumbuh kembang yang optimal.
''Dengan mendukung setiap ibu agar berhasil menyusui akan berkontribusi pada pencegahan stunting, sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia di masa mendatang,'' kata Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, dr. Kirana Pritasari, MQIH.
Bukan rahasia lagi, bahwa anak yang mendapatkan ASI Eksklusif dan pola asuh yang tepat akan tumbuh dan berkembang secara optimal dan tidak mudah sakit. Selain itu, pemberian ASI mampu mempererat ikatan emosional antara ibu dan anak sehingga diharapkan akan menjadi anak dengan ketahanan pribadi yang mampu mandiri.
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan ASI lanjutan secara optimal hingga 2 tahun atau lebih merupakan hal mutlak untuk meningkatan kesehatan bayi. Sementara, menyusui merupakan salah satu investasi terbaik untuk kelangsungan hidup dan meningkatkan kesehatan, perkembangan sosial, serta ekonomi individu.
Angka kematian bayi menjadi salah satu indikator penting untuk mengetahui derajat kesehatan di suatu negara, dan bahkan untuk mengukur tingkat kemajuan suatu bangsa. Salah satu cara untuk menekan angka kematian bayi adalah dengan memberikan makanan terbaik, yaitu ASI. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dapat mengurangi hingga 13% angka kematian balita.
Studi dari The Global Breastfeeding Collective, pada 2017 menunjukkan bahwa satu negara akan mengalami kerugian ekonomi sekitar USD300 miliar per tahun akibat rendahnya cakupan ASI Eksklusif yang berdampak pada meningkatnya risiko kematian ibu dan balita serta pembiayaan kesehatan akibat tingginya kejadian diare dan infeksi lainnya.
Pemerintah terus berkomitmen memberikan pembinaan dan dorongan kepada para ibu agar berhasil dalam inisiasi menyusu dini (IMD), memberikan ASI eksklusif dan meneruskan pemberian ASI sampai berumur 2 tahun atau lebih didampingi makanan pendamping yang tepat. Selain itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga menyuarakan agar anak senantiasa mendapat pola pengasuhan yang tepat untuk tumbuh kembang yang optimal.
''Dengan mendukung setiap ibu agar berhasil menyusui akan berkontribusi pada pencegahan stunting, sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia di masa mendatang,'' kata Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, dr. Kirana Pritasari, MQIH.
(alv)