Candu Gim Serang Anak, Kak Seto: Orang Tua Harus Awasi

Senin, 11 November 2019 - 12:50 WIB
Candu Gim Serang Anak, Kak Seto: Orang Tua Harus Awasi
Candu Gim Serang Anak, Kak Seto: Orang Tua Harus Awasi
A A A
KEHADIRAN teknologi memang secara langsung atau tidak telah memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan dunia. Di tengah hiruk-pikuk, teknologi merupakan suatu kebutuhan vital yang tidak bisa ditinggalkan. Zaman telah mengubah segalanya. Kemudahan teknologi sudah tersebar di seluruh ruang publik, termasuk berbagai permainan modern berteknologi tinggi yang dikenal dengan gim daring (online game).

Permainan modern ini serta-merta menggeser eksistensi permainan tradisional. Anak “zaman now” lebih menyukai permainan ini lantaran sangat canggih, seru, keren, dan sering kali membuat anak merasa tertantang untuk memainkannya. Gim daring gampang ditemukan melalui unduhan dengan gawai yang semakin canggih. Sejumlah gim bahkan bisa dimainkan secara luring (luar jaringan/offline) tanpa kuota internet pada sebuah ponsel Android.

Gim daring menjadi hiburan yang dinikmati semua kalangan. Untuk beberapa pengguna gawai, bermain gim menjadi semacam hobi. Bahkan, ada yang mengarah pada gejala kecanduan. Fenomena ini tentu perlu disikapi dengan bijak karena gim daring bisa menimbulkan efek ketagihan hingga membuat seseorang terisolasi dari kehidupan di sekitarnya.

Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengatakan gim daring yang dimainkan oleh anak-anak harus mendapatkan kontrol dan diawasi orang tua. Kecanduan gim bisa berdampak buruk pada hubungan teman dan keluarga. Kebersamaan pun menjadi renggang karena waktu berkumpul menjadi berkurang. “Keterampilan sosial mereka berkurang sehingga sulit berhubungan dengan orang lain. Perilaku mereka menjadi kasar dan agresif lantaran terpengaruh oleh apa yang mereka lihat dan mainkan,” keluh Seto.

Fenomena tingginya penderita gangguan mental akibat kecanduan gim daring atau gaming disorder menggejala di berbagai belahan dunia seiring cepatnya perkembangan teknologi digital. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan telah memasukkan gaming disorder ke dalam klasifikasi penyakit internasional (ICD) sebagai bagian dari penyakit mental. Sekitar 3%–4% gamer dari total sekitar dua miliar gamer di 92 negara diyakini mengidap penyakit itu.

Gaming disorder oleh WHO digambarkan sebagai perilaku bermain gim dengan gigih dan berulang sehingga mengeyampingkan kepentingan hidup lainnya. Adapun gejalanya bisa ditandai dengan tiga perilaku. Pertama, pengidap gaming disorder akan bermain gim secara berlebihan, baik dari segi frekuensi, durasi, maupun intensitas. Gejala kedua, pengidap gaming disorder juga lebih memprioritaskan bermain gim.

Hingga akhirnya muncul gejala ketiga, yakni tetap melanjutkan permainan meskipun pengidap sadar bahwa gejala atau dampak negatif pada tubuh mulai muncul. Di Indonesia, fakta tingginya penderita gaming disorder antara lain terlihat dari makin melonjaknya pasien anak-anak di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr Arif Zainudin Surakarta. Tiga tahun silam, pasien anak-anak akibat kecanduan gim rata-rata hanya satu orang tiap pekannya.

Namun demikian, saat ini jumlah itu meningkat. Rata-rata setiap hari rumah sakit ini menerima satu hingga dua anak yang mengalami gaming disorder. Mulai tahun ajaran baru (Juli) hingga pertengahan Oktober lalu, terdapat 35 anak yang dibawa ke RSJD Surakarta.

Kepala Instalasi Kesehatan Jiwa Anak Remaja RSJD dr Arif Zainudin Surakarta dr Aliyah Himawati mengatakan bahwa dari 35 anak yang masuk RSJD Surakarta, dua di antaranya menjalani rawat inap karena kecanduannya sangat berat. “Anak yang kecanduan gim parah, di pikirannya merasa sudah seperti di dalam gim itu. Anak itu bahkan merasa turun dari langit dan tidak mengakui orang tuanya,” ujarnya seperti yang dikutip Koran SINDO.

Sementara itu, Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jawa Barat juga menerima ratusan anak pasien kecanduan gawai. Sejak 2016, setidaknya ada 209 pasien yang dirawat di RSJ di Cisarua, Kabupaten Bandung. Umur mereka berkisar antar 5–15 tahun. Selain kecanduan gim, mereka juga melakukan perambanan internet atau aplikasi lain.

Di Kabupaten Bekasi, NV (17) dan TY (17) saat ini tengah dirawat di Yayasan Al Fajar Berseri Tambun Selatan lantaran kecanduan berat gim. Warga asal Cibitung, Kabupaten Bekasi, ini sudah dirawat di sana selama satu tahun. Dalam kesehariannya, mereka hanya berdiam diri dan sesekali berinteraksi. Namun, dua pasien itu seketika bereaksi saat melihat telepon seluler (ponsel). “Misal ada ponsel sedang i-charge, langsung direbut,” kata Ketua Yayasan Al Fajar Berseri Tambun Selatan Marsan.

Umumnya penderita gangguan mental ini mengoperasikan gawai sejak bangun tidur hingga malam menjelang tidur kembali. Akibatnya, tidak jarang mereka pun bolos sekolah. “Buat makan saja mereka lupa. Lebih parah lagi, kalau dilarang, mereka mulai emosional,” kata dia.

Dari Kota Semarang, sebanyak tiga anak harus menjalani terapi di RSJD Amino Gondohutomo lantaran kecanduan bermain gim hingga menderita gangguan jiwa. Psikiater RSJD Amino Gondohutomo Hesti Anggriani mengungkapkan bahwa anak-anak yang harus menjalani terapi itu rata-rata berusia sembilan tahun. “Dua pasien benar-benar murni menderita adiksi atau kecanduan gim. Satunya lagi didiagnosis gangguan jiwa karena bermain gim secara terus-menerus,” ujar Hesti.

Hesti menuturkan ciri-ciri pasien yang mengalami kecanduan gim antara lain anak tersebut sangat sulit dikendalikan. “Anaknya tidak mau sekolah, harus dipaksa. Inginnya main gim terus. Orang tua jadi kewalahan,” paparnya.

Rumah Sakit Marzuki Mahdi (RSMM) Kota Bogor pun demikian. Puluhan pasien anak dan remaja yang mengalami gangguan jiwa akibat kecanduan gawai dirawat di sini. Ira Safitri T, dokter spesialis kejiwaan anak dan remaja RSMM, mengibaratkan gangguan kejiwaan akibat gawai ini sebagai fenomena gunung es.

Menurut Ira, jumlah pasien setiap tahunnya meningkat. “Kalau selama 2019 itu, kami tangani 10–15 pasien (akibat kecanduan gawai). Ada tiga orang yang sempat jalani rawat inap, tetapi sekarang sudah pulang. Sampai sekarang, kita layani antara 2 sampai 3 orang (pasien akibat kecanduan gawai) yang rawat jalan setiap hari,” katanya.

Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa di RS Gading Pluit, Kelapa Gading, Jakarta Utara, dr Dharmawan AP, SPKJ, mengatakan kecanduan gim daring masuk ke dalam kategori behavior addiction, yakni adiksi perilaku yang mekanismenya sama dengan kecanduan obat.

“Kalau kecanduan obat itu, obatnya yang dirangsang. Namun kalau ini, (kecanduan gim) perilaku yang dirangsang terus-menerus ke pusat brain reward system yang terdiri dari sistem limbic, Nucleus accumbent, serta VTA (ventral tegmental area),” katanya.

Dia menjelaskan bahwa ada beberapa ciri yang bisa dibaca dari anak yang mulai kecanduan gim daring. Di antaranya, anak akan bermain gim lebih dari 30 jam dalam sepekan. Durasi waktu ini bahkan hampir menyamai orang bekerja yang rata-rata menghabiskan waktu 40 jam dalam sepekan.

Mereka yang banyak menghabiskan waktunya untuk bermain gim menjadi kurang produktif. Gejala lainnya adalah menjadi tidak bisa berkonsentrasi ketika bekerja maupun belajar. “Salah satu ciri ketergantungan dia tak bisa mengendalikan dirinya walau dia tahu itu tak bermanfaat, tapi dia tetap melakukan itu,” paparnya. (Hermanto)
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5411 seconds (0.1#10.140)