Waspada! Disfungsi Seksual Juga Ancam Kaum Wanita
A
A
A
JAKARTA - Bukan hanya pria yang mengalami disfungsi seksual, kaum hawa juga rentan menderita gangguan tersebut yang bisa berdampak pada menurunnya keharmonisan rumah tangga. Apa solusinya?
Disfungsi seksual dapat dialami pria maupun perempuan dewasa. Berdasarkan laporan, saat ini semakin banyak pasangan usia muda yang mengalami permasalahan tersebut. Penelitian diberbagai negara menunjukkan bahwa disfungsi seksual adalah hal yang umum dan dilaporkan terjadi pada 43% perempuan dan 31% pria.
“Seorang perempuan bisa mengalami satu atau beberapa jenis disfungsi seksual sekaligus dalam waktu bersamaan. Gangguan ini dapat terjadi sejak wanita mulai aktif secara seksual atau baru muncul pada kemudian hari meskipun sebelumnya tidak ada masalah,” sebut dr Grace Valentine SpOG, spesialis obgin di Bamed Womenís Clinic.
Dia menyebutkan, disfungsi seksual pada perempuan bisa terjadi saat kadar hormon berubah, seperti pada saat kehamilan, setelah melahirkan,atau saat menyusui. Termasuk ketika menopause, kadar hormon estrogen mulai menurun yang akan memicu perubahan pada jaringan di organ kelamin serta respons terhadap rangsangan seksual.
Ketidakmampuan menikmati hubungan seksual secara penuh atau yang dikenal dengan disfungsi seksual dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu gangguan libido(hasrat seksual), gangguan orgasme, gangguan rangsangan seksual, dan nyeri saat berhubungan seksual.
Beberapa penyebabnya, antara lain kondisi fisik seperti gangguan pada organ genital, bekas operasi, akibat penyakit tertentu, efek samping dari obat-obatan termasuk obat antidepressan. Kedua, faktor psikologis yang disebabkan stres dan kecemasan terkait pekerjaan, efek atau trauma seksual masa lalu, kekhawatiran saat hamil atau perubahan situasi saat menjadi ibu baru.Ketiga, faktor hormonal yang mengalami perubahan pada saat hamil, setelah melahirkan dan selama menyusui, terjadi penurunan kadar hormon saat menopause yang memicu perubahan jaringan diorgan kelamin serta respons terhadap rangsangan.
Keempat, perubahan gaya hidup yang berhubungan dengan pola makan yang buruk, jarang berolahraga, merokok, alkohol, dan penggunaan obat-obatan. Terakhir, kualitas hubungan dengan pasangan yang menurun akibat konflik berkepanjangan. “Hal ini juga dapat menurunkan gairah dan respons seksual perempuan,” imbuh dr Grace.
Salah satu disfungsi seksual adalah vaginismus atau kontraksi otot di sekitar vagina yang berlebihan. Dalam jangka panjang, apabila tidak ditangani dengan baik vaginis mus akan menurunkan kualitas hidup perempuan. DrNi Komang Yeni SpOG, spesialis obgin pada Bamed Womenís Clinic, menjelaskan tentang prosedur terapi penyembuhan vaginismus.
Menurut dia, dibutuhkan kolaborasi antara psikiatri dan ginekolog untuk melakukan terapi yang terarah bagi para penderita vaginismus. Selain itu, terapi botoxsering digunakan pada pasien dengan dyspareunia atau nyeri pada saat berhubungan, dan vaginismus, untuk melemahkan otot panggul agar tidak berkontraksi secara berlebihan.“Tapi terapi ini masih diperlukan penelitian lebih lanjut,” papar dokter yang berpengalaman dalam bidang ginekologi estetika. Perasaan malu atau tabu acap kali membuat mereka yang memiliki disfungsi seksual urung ke dokter. Bahkan,dengan pasangannya sekalipun perempuan enggan atau malu untuk mengomunikasikan keluhannya. Padahal, dengan kemajuan teknologi kedokteran saat ini, masalah disfungsi seksual dapat diatasi.Dr Yassin Yanuar MIBSpOG (K) MSc, CEO Bamed Healthcare Group, mengatakan, banyak faktor yang ter li bat dalam kasus vaginismus dan disfungsi seksual secara luas. Penyebab penyakit inijuga bersifat multifaktorial sehingga diperlukan kejelian para dokter untuk menanganinya. “Kami mengimbau agar perempuan Indonesia yang mengalami vaginismus dan disfungsi seksual untuk berkonsultasi kepada dokter ahli yang tepat,” katanya. (Sri Noviarni)
Disfungsi seksual dapat dialami pria maupun perempuan dewasa. Berdasarkan laporan, saat ini semakin banyak pasangan usia muda yang mengalami permasalahan tersebut. Penelitian diberbagai negara menunjukkan bahwa disfungsi seksual adalah hal yang umum dan dilaporkan terjadi pada 43% perempuan dan 31% pria.
“Seorang perempuan bisa mengalami satu atau beberapa jenis disfungsi seksual sekaligus dalam waktu bersamaan. Gangguan ini dapat terjadi sejak wanita mulai aktif secara seksual atau baru muncul pada kemudian hari meskipun sebelumnya tidak ada masalah,” sebut dr Grace Valentine SpOG, spesialis obgin di Bamed Womenís Clinic.
Dia menyebutkan, disfungsi seksual pada perempuan bisa terjadi saat kadar hormon berubah, seperti pada saat kehamilan, setelah melahirkan,atau saat menyusui. Termasuk ketika menopause, kadar hormon estrogen mulai menurun yang akan memicu perubahan pada jaringan di organ kelamin serta respons terhadap rangsangan seksual.
Ketidakmampuan menikmati hubungan seksual secara penuh atau yang dikenal dengan disfungsi seksual dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu gangguan libido(hasrat seksual), gangguan orgasme, gangguan rangsangan seksual, dan nyeri saat berhubungan seksual.
Beberapa penyebabnya, antara lain kondisi fisik seperti gangguan pada organ genital, bekas operasi, akibat penyakit tertentu, efek samping dari obat-obatan termasuk obat antidepressan. Kedua, faktor psikologis yang disebabkan stres dan kecemasan terkait pekerjaan, efek atau trauma seksual masa lalu, kekhawatiran saat hamil atau perubahan situasi saat menjadi ibu baru.Ketiga, faktor hormonal yang mengalami perubahan pada saat hamil, setelah melahirkan dan selama menyusui, terjadi penurunan kadar hormon saat menopause yang memicu perubahan jaringan diorgan kelamin serta respons terhadap rangsangan.
Keempat, perubahan gaya hidup yang berhubungan dengan pola makan yang buruk, jarang berolahraga, merokok, alkohol, dan penggunaan obat-obatan. Terakhir, kualitas hubungan dengan pasangan yang menurun akibat konflik berkepanjangan. “Hal ini juga dapat menurunkan gairah dan respons seksual perempuan,” imbuh dr Grace.
Salah satu disfungsi seksual adalah vaginismus atau kontraksi otot di sekitar vagina yang berlebihan. Dalam jangka panjang, apabila tidak ditangani dengan baik vaginis mus akan menurunkan kualitas hidup perempuan. DrNi Komang Yeni SpOG, spesialis obgin pada Bamed Womenís Clinic, menjelaskan tentang prosedur terapi penyembuhan vaginismus.
Menurut dia, dibutuhkan kolaborasi antara psikiatri dan ginekolog untuk melakukan terapi yang terarah bagi para penderita vaginismus. Selain itu, terapi botoxsering digunakan pada pasien dengan dyspareunia atau nyeri pada saat berhubungan, dan vaginismus, untuk melemahkan otot panggul agar tidak berkontraksi secara berlebihan.“Tapi terapi ini masih diperlukan penelitian lebih lanjut,” papar dokter yang berpengalaman dalam bidang ginekologi estetika. Perasaan malu atau tabu acap kali membuat mereka yang memiliki disfungsi seksual urung ke dokter. Bahkan,dengan pasangannya sekalipun perempuan enggan atau malu untuk mengomunikasikan keluhannya. Padahal, dengan kemajuan teknologi kedokteran saat ini, masalah disfungsi seksual dapat diatasi.Dr Yassin Yanuar MIBSpOG (K) MSc, CEO Bamed Healthcare Group, mengatakan, banyak faktor yang ter li bat dalam kasus vaginismus dan disfungsi seksual secara luas. Penyebab penyakit inijuga bersifat multifaktorial sehingga diperlukan kejelian para dokter untuk menanganinya. “Kami mengimbau agar perempuan Indonesia yang mengalami vaginismus dan disfungsi seksual untuk berkonsultasi kepada dokter ahli yang tepat,” katanya. (Sri Noviarni)
(nfl)