Kental Sejarah, De Tjolomadoe Tempat Manggung David Foster
A
A
A
Usianya yang mencapai ratusan tahun membuat nama Pabrik Gula (PG) Colomadu begitu melegenda. Kendati tak lagi beroperasi, kemegahan bangunan Colomadu pada masa lampau kini bisa kembali dinikmati. Colomadu telah beralih fungsi menjadi tempat wisata bernuansa heritage nanmenawan bernama De Tjolomadoe.
Setelah lama terbengkalai tepatnya sejak beroperasi 1997 lalu, bangunan bekas pabrik gula di Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar ini terkesan tak terurus. Hingga 20 tahun berlalu, secara perlahan bangunan menjadi rusak. Bahkan mesin-mesin dan besi-besi bangunannya, juga banyak yang hilang. Namun seolah berreinkarnasi, bangunan megah eks PG Colomadu kini telah hadir dan dapat dilihat publik. De Tjolomadoe pun mulai dibuka untuk umum pada Maret 2018 dengan ditandai konser musisi kelas dunia, David Foster.
Setelah berubah fungsi, De Tjolomadoe menjadi incaran wisatawan domestik. Dalam satu bulan, kini pengunjung rata-rata mencapai 70.000-90.000 orang. Saat masa liburan, jumlahnya meningkat banyak bisa mencapai 150.000 hingga 200.000 orang perbulan. Dengan tiket masuk hanya Rp35.000/orang, pengunjung dapat menikmati banyak layanan di lokasi ini, antara lain museum digital experience yang menampilkan sejarah pabrik gula Colomadu, dan sejarah gula di dunia. Keberadaannya di -visualkan secara digital. Selain itu, pengunjung dapat melihat stasiun gilingan, di mana terdapat artefak mesin gilingan yang besar dan berumur ratusan tahun.
Selain itu, juga terdapat area bagian penguapan yang fungsinya dapat dipakai untuk berbagai acara. Adapun bagian stasiun ketelan kini telah difungsikan sebagai pusat handycraft usaha kecil menengah (UKM). Besalen yang dulunya merupakan bengkel bubut pabrik, pun masih terlihat terawat. Juga terdapat Tjolomadoe Hall yangdapat digunakan untuk konser berkelas internasional. “Bekas gudang pengepakan itu juga dapat dipakai untuk pernikahan dengan kapasitas 2.000 tamu,” ujar Ahmad Ridho, salesmarketing manager De Tjolomadoe.
Layanan MICE kini memang menjadi andalan De Tjolomadoe. Bahkan pada 2019, De Tjolomadoe dinobatkan sebagai venue meeting, incentive, convention, and exhibition(MICE) terbaik di Jawa Tengah. De Tjolomadoe juga menggondol peringkat kedua untuk Asia-Pasifik sebagai lokasi venue MICE yang bersejarah. Out De Tjolomadoe juga dapat dipakai untuk beragam event serta mampu menampung 13.000 pengunjung. Pengelola De Tjolomadoe di bawah kendali PT Sinergi Colomadu yang merupakan konsorsium dari tiga perusahaan BUMN, yakni PT PP persero, PT Jasa Marga, PT Taman Wisata Candi Borobudur, serta pemilik lahan dari PT PTPN. Kolaborasi inilah yang menghasilkan inovasi menarik mengubah bangunan tak berguna menjadi lokasi wisata dan hal yang lebih bermanfaat.
Pengamat budaya dan pariwisata Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Diah Kristina menilai pengelola De Tjolomadoe mampu menemukan sisi kekhasan dan keunikan dari bekas PG Colomadu, sehingga pengembangannya lebih terfokus. Di antara kejelian pengelola adalah membidik dari latar belakang sejarah, misalnya gula yang membuat keraton di Surakarta menjadi kaya raya. Dengan demikian, peninggalan Colomadu bisa dinikmati anak-cucu sampai sekarang.
Agar De Tjolomadoe terus memiliki daya tarik, ke depan harus dikawinkan dengan perkembangan zaman. Misalnya bekerja sama dengan para pengembang pariwisata dan cara menjualnya, termasuk menciptakan paket-paket khusus. “Harus diaplikasikan secara terpadu, mulai sisi perdagangan, pariwisata, promosi, kesejarahan, dan lainnya,” ujar guru besar Fakultas Ilmu Budaya UNS tersebut.
Dengan demikian, terbukti konsep yang mengkristal dan memberikan kemakmuran bagi banyak orang. Destinasi wisata yang diciptakan harus menjadi roh yang berasal dari masyarakat.
Usia PG Colomadu memang telah ratusan tahun. Pendiriannya tak lepas dari kekuasaan Pura Mangkunegaran. Pabrik dibangun pada 1861 era pemerintahan Mangkunegara IV. Bangunan dirancang oleh R Kampf, seorang ahli asal Jerman. Mangkunegara IV memberi nama Colomadu yang artinya gunung madu. Pada 1862, pabrik pun mulai berproduksi. PG Colomadu kala itu telah berorientasi ke masa depan karena menggunakan instalasi standar yang canggih di eranya. Posisinya juga memiliki arti penting dalam perkembangan produksi gula di Jawa.
Eks PG Colomadu mulai digarap menjadi tempat wisata bernuansa heritage pada April 2017. Pada tahap pertama, lahan yang digarap seluas 6,4 hektare dari total luas yang mencapai 22 hektare. Agar kemegahan bangunan nampak dari luar, tembok pagar lama dibongkar dan diganti dengan tembok yang rendah. Sementara museum heritage di bagian bangunan utama, menampilkan mesin-mesin yang dulunya dipakai untuk proses giling tebu. Termasuk jalur rel yang ada didalamnya tetap dipertahankan. Untuk gedung convention hall berkelas internasional, panggungnya dibuat kedap suara, serta berkaca agar rangkaian mesin-mesin pabrik tetap tampak dari dalam gedung pertunjukan.
Selain PG Colomadu, metamorfosis bangunan lawas yang berhasil juga tampak pada Rumah Atsiri Indonesia di Desa Plumbon, Kecamatan Tawangmangu, Karanganyar. Dulunya, Rumah Atsiri adalah pabrik Citronella. Setelah diubahfung sinya, pabrik Citronella kini menjadi kompleks edukasire kreasi berbasis tanaman atsiri pertama di Indonesia.
Kompleks bekas pabrik Citronella ini memiliki sejarah panjang. Kehadirannya menjadi saksi bisu kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Bulgaria pada 1963 silam. Pabrik Citronella direncanakan bakal menjadi pabrik penyulingan terbesar di Asia. Berdasarkans ejarah, yang menjadi alasanpemerintahan Indonesia ter -ta rik bekerja sama dengan pemerintahan Bulgaria karena sebagai negara yang memiliki spesialisasi dalam pembuatan minyak atsiri mawar di dunia. Bahkan, Bulgaria menguasai pasokan sekitar 80% minyak atsiri mawar di dunia.
Seiring dengan perjalanannya waktu, kini telah bertransformasi menjadi Rumah Atsiri Indonesia yang menjadi tempat bernaungnya berbagai kegiatan menarik terkait rekreasi, penelitian, dan pengembangan minyak atsiri. “Rumah Atsiri Indonesia terintegrasi dengan museum minyak atsiri, fasilitas lab/penelitian, taman koleksi tanaman atsiri, toko dan tak lupa restoran yang mengandung minyak atsiri di dalam nya,” kata Paramita Sari Indah W, marketing Rumah Atsiri Indonesia.
Pabrik ini pun mengalami serangkaian pertukaran kepemilikan, hingga PT Rumah Atsiri Indonesia memutuskan untuk secara resmi mengambilalih pendirian pada 2015. Setelah diambil alih, kawasan ini diubah menjadi kompleks edurekreasi yang juga mencakup fasilitas MICE, penelitian dan pengembangan, dan pasar untuk minyak atsiri. Rumah Atsiri buka secara operasional untuk umum pada 2018. (Wahyu Wibowo)
Setelah lama terbengkalai tepatnya sejak beroperasi 1997 lalu, bangunan bekas pabrik gula di Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar ini terkesan tak terurus. Hingga 20 tahun berlalu, secara perlahan bangunan menjadi rusak. Bahkan mesin-mesin dan besi-besi bangunannya, juga banyak yang hilang. Namun seolah berreinkarnasi, bangunan megah eks PG Colomadu kini telah hadir dan dapat dilihat publik. De Tjolomadoe pun mulai dibuka untuk umum pada Maret 2018 dengan ditandai konser musisi kelas dunia, David Foster.
Setelah berubah fungsi, De Tjolomadoe menjadi incaran wisatawan domestik. Dalam satu bulan, kini pengunjung rata-rata mencapai 70.000-90.000 orang. Saat masa liburan, jumlahnya meningkat banyak bisa mencapai 150.000 hingga 200.000 orang perbulan. Dengan tiket masuk hanya Rp35.000/orang, pengunjung dapat menikmati banyak layanan di lokasi ini, antara lain museum digital experience yang menampilkan sejarah pabrik gula Colomadu, dan sejarah gula di dunia. Keberadaannya di -visualkan secara digital. Selain itu, pengunjung dapat melihat stasiun gilingan, di mana terdapat artefak mesin gilingan yang besar dan berumur ratusan tahun.
Selain itu, juga terdapat area bagian penguapan yang fungsinya dapat dipakai untuk berbagai acara. Adapun bagian stasiun ketelan kini telah difungsikan sebagai pusat handycraft usaha kecil menengah (UKM). Besalen yang dulunya merupakan bengkel bubut pabrik, pun masih terlihat terawat. Juga terdapat Tjolomadoe Hall yangdapat digunakan untuk konser berkelas internasional. “Bekas gudang pengepakan itu juga dapat dipakai untuk pernikahan dengan kapasitas 2.000 tamu,” ujar Ahmad Ridho, salesmarketing manager De Tjolomadoe.
Layanan MICE kini memang menjadi andalan De Tjolomadoe. Bahkan pada 2019, De Tjolomadoe dinobatkan sebagai venue meeting, incentive, convention, and exhibition(MICE) terbaik di Jawa Tengah. De Tjolomadoe juga menggondol peringkat kedua untuk Asia-Pasifik sebagai lokasi venue MICE yang bersejarah. Out De Tjolomadoe juga dapat dipakai untuk beragam event serta mampu menampung 13.000 pengunjung. Pengelola De Tjolomadoe di bawah kendali PT Sinergi Colomadu yang merupakan konsorsium dari tiga perusahaan BUMN, yakni PT PP persero, PT Jasa Marga, PT Taman Wisata Candi Borobudur, serta pemilik lahan dari PT PTPN. Kolaborasi inilah yang menghasilkan inovasi menarik mengubah bangunan tak berguna menjadi lokasi wisata dan hal yang lebih bermanfaat.
Pengamat budaya dan pariwisata Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Diah Kristina menilai pengelola De Tjolomadoe mampu menemukan sisi kekhasan dan keunikan dari bekas PG Colomadu, sehingga pengembangannya lebih terfokus. Di antara kejelian pengelola adalah membidik dari latar belakang sejarah, misalnya gula yang membuat keraton di Surakarta menjadi kaya raya. Dengan demikian, peninggalan Colomadu bisa dinikmati anak-cucu sampai sekarang.
Agar De Tjolomadoe terus memiliki daya tarik, ke depan harus dikawinkan dengan perkembangan zaman. Misalnya bekerja sama dengan para pengembang pariwisata dan cara menjualnya, termasuk menciptakan paket-paket khusus. “Harus diaplikasikan secara terpadu, mulai sisi perdagangan, pariwisata, promosi, kesejarahan, dan lainnya,” ujar guru besar Fakultas Ilmu Budaya UNS tersebut.
Dengan demikian, terbukti konsep yang mengkristal dan memberikan kemakmuran bagi banyak orang. Destinasi wisata yang diciptakan harus menjadi roh yang berasal dari masyarakat.
Usia PG Colomadu memang telah ratusan tahun. Pendiriannya tak lepas dari kekuasaan Pura Mangkunegaran. Pabrik dibangun pada 1861 era pemerintahan Mangkunegara IV. Bangunan dirancang oleh R Kampf, seorang ahli asal Jerman. Mangkunegara IV memberi nama Colomadu yang artinya gunung madu. Pada 1862, pabrik pun mulai berproduksi. PG Colomadu kala itu telah berorientasi ke masa depan karena menggunakan instalasi standar yang canggih di eranya. Posisinya juga memiliki arti penting dalam perkembangan produksi gula di Jawa.
Eks PG Colomadu mulai digarap menjadi tempat wisata bernuansa heritage pada April 2017. Pada tahap pertama, lahan yang digarap seluas 6,4 hektare dari total luas yang mencapai 22 hektare. Agar kemegahan bangunan nampak dari luar, tembok pagar lama dibongkar dan diganti dengan tembok yang rendah. Sementara museum heritage di bagian bangunan utama, menampilkan mesin-mesin yang dulunya dipakai untuk proses giling tebu. Termasuk jalur rel yang ada didalamnya tetap dipertahankan. Untuk gedung convention hall berkelas internasional, panggungnya dibuat kedap suara, serta berkaca agar rangkaian mesin-mesin pabrik tetap tampak dari dalam gedung pertunjukan.
Selain PG Colomadu, metamorfosis bangunan lawas yang berhasil juga tampak pada Rumah Atsiri Indonesia di Desa Plumbon, Kecamatan Tawangmangu, Karanganyar. Dulunya, Rumah Atsiri adalah pabrik Citronella. Setelah diubahfung sinya, pabrik Citronella kini menjadi kompleks edukasire kreasi berbasis tanaman atsiri pertama di Indonesia.
Kompleks bekas pabrik Citronella ini memiliki sejarah panjang. Kehadirannya menjadi saksi bisu kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Bulgaria pada 1963 silam. Pabrik Citronella direncanakan bakal menjadi pabrik penyulingan terbesar di Asia. Berdasarkans ejarah, yang menjadi alasanpemerintahan Indonesia ter -ta rik bekerja sama dengan pemerintahan Bulgaria karena sebagai negara yang memiliki spesialisasi dalam pembuatan minyak atsiri mawar di dunia. Bahkan, Bulgaria menguasai pasokan sekitar 80% minyak atsiri mawar di dunia.
Seiring dengan perjalanannya waktu, kini telah bertransformasi menjadi Rumah Atsiri Indonesia yang menjadi tempat bernaungnya berbagai kegiatan menarik terkait rekreasi, penelitian, dan pengembangan minyak atsiri. “Rumah Atsiri Indonesia terintegrasi dengan museum minyak atsiri, fasilitas lab/penelitian, taman koleksi tanaman atsiri, toko dan tak lupa restoran yang mengandung minyak atsiri di dalam nya,” kata Paramita Sari Indah W, marketing Rumah Atsiri Indonesia.
Pabrik ini pun mengalami serangkaian pertukaran kepemilikan, hingga PT Rumah Atsiri Indonesia memutuskan untuk secara resmi mengambilalih pendirian pada 2015. Setelah diambil alih, kawasan ini diubah menjadi kompleks edurekreasi yang juga mencakup fasilitas MICE, penelitian dan pengembangan, dan pasar untuk minyak atsiri. Rumah Atsiri buka secara operasional untuk umum pada 2018. (Wahyu Wibowo)
(ysw)