Jurus Jitu Menepis Stigma Negatif MSG
A
A
A
JAKARTA - "MSG terbuat dari tetes tebu pilihan yang aman untuk dikonsumsi setiap hari selama tidak dimakan dengan bungkusnya."
Tulisan yang seluruhnya terdiri atas huruf besar dan berwarna merah itu beberapa hari terakhir ini terpampang di papan reklame (billboard) raksasa di sejumlah ruas jalan termasuk jalan tol.
Di latar tulisan tersebut terdapat warna dan ornamen atributif yang sangat identik dengan kemasan salah satu brand penyedap rasa. Merah, putih, biru.
Di bawahnya ada tulisan lagi: MICIN SWAG GENERATION dengan tagar #MSG.
Sekali melihat billboard tadi, kita bisa langsung berpersepsi bahwa ini memang iklan penyedap rasa. Dalam hati atau sambil bergumam, bisa saja kita juga langsung menyebut brand yang dimaksud. Setelah itu, ada sensasi berikutnya dari iklan mencolok dalam billboard tersebut: kalimatnya lucu! Pesannya menggelitik!
#MSG, Micin Swag Generation. Ha ha ha .
Efeknya, kita bisa sekadar mesem, tersenyum simpul, bahkan tertawa. Apabila saat melintasi iklan tersebut kita sedang bersama orang lain, sangat mungkin iklan itu akan menjadi topik obrolan. Kalau sedang sendirian, bisa jadi Anda langsung menyambar telepon genggam, memotret billboard tersebut dan membaginya via media sosial.
Sekadar diketahui, SWAG adalah bahasa slank yang berkonotasi keren untuk anak muda. Kata ini lazim digunakan oleh para rapper. Kepanjangannya kurang lebih Style With A Little Bit Gangsta.
Mungkin di kesempatan berikutnya kita akan lebih memperhatikan iklan itu. Hanya tulisan. Tanpa gambar. Tapi kena banget. Unik! Kita pun membahasnya di jejaring sosial. Dan itulah yang terjadi saat ini. Foto billboard di sisi jalan tol itu kini viral. Tone-nya positif. Berbanding terbalik dengan citra micin yang sebelumnya berkonotasi negatif seperti tidak sehat, bikin bodoh dan lainnya. Tak hanya masyarakat biasa yang memperbincangkan iklan ini, kalangan praktisi periklanan pun ramai membahasnya.
Yang pasti, iklan itu telah menyita perhatian masyarakat luas dengan tone positif!
Kembali ke soal rasa tadi, terdapat lima dasar rasa yang kita kenal yakni asam, asin, manis, pahit, dan gurih. Perisa rasa gurih kita kenal sebagai monosodium glutamat (MSG) atau vetsin, sebagian orang menyebutnya micin. Rasa gurih berasal dan ditemukan di banyak jenis vegetasi dan hewani, antara lain tomat, rumput laut, sari tebu, udang, dan beberapa jenis ikan lainnya. Dengan demikian MSG, seperti lima dasar rasa lainya berasal dari bahan-bahan alami.
Namun, bila garam, gula, asam dan kopi diterima dengan baik oleh masyarakat, tidak demikian dengan MSG. Sebagian masyarakat (baca: konsumen) masih memandang MSG dengan stigma negatif. Istilah "generasi micin" menjadi bahan olok-olok kepada orang yang dianggap kurang cerdas, kurang gesit atau sembrono. Bahkan kepada generasi muda, milenial dan Gen Z.
Generasi masa depan ini dipersepsi sebagai generasi yang ingin segala sesuatunya instan dan cepat yang tidak menghargai proses. Bahkan, generasi yang dianggap melawan aturan.
Salah satu pionir brand penyedap rasa menilai bahwa kesalahpahaman ini tidak boleh dibiarkan. Harus dibendung dan ditangkis melalui penjelasan-penjelasan ilmiah tentang MSG itu sendiri. Seperti garam dan gula, MSG sebenarnya aman dikonsumsi asal sesuai takaran. Lembaga yang menyatakan keamanan itu bukan sembarangan seperti Food and Drug Administration (FDA), European Community, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan diperkuat dengan sertifikasi halal dari (Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Ya, itu memang kampanye kami untuk meng-counter stigma negatif terhadap MSG dan memberi support kepada generasi masa depan yang faktanya justru sangat kreatif, penuh inovasi dan menjadi harapan kemajuan bangsa," kata Albert Dinata, General Manager Marketing perusahaan produsen MSG yang memiliki tagline 'melezatkan setiap masakan', pemasang iklan tadi. Kampanye besar-besaran generasi micin dimulai akhir Januari 2020.
Kampanye generasi micin akan hadir dalam integrated marketing campaign mulai iklan TV, visual luar ruang, media sosial dan digital, bioskop, radio, event, brand activation (aktivasi merek) hingga pada level store. Semua out of the box. Dan memang mengena. "Kami saja tidak menyangka efek positifnya akan sebesar ini," pungkas Albert.
Tulisan yang seluruhnya terdiri atas huruf besar dan berwarna merah itu beberapa hari terakhir ini terpampang di papan reklame (billboard) raksasa di sejumlah ruas jalan termasuk jalan tol.
Di latar tulisan tersebut terdapat warna dan ornamen atributif yang sangat identik dengan kemasan salah satu brand penyedap rasa. Merah, putih, biru.
Di bawahnya ada tulisan lagi: MICIN SWAG GENERATION dengan tagar #MSG.
Sekali melihat billboard tadi, kita bisa langsung berpersepsi bahwa ini memang iklan penyedap rasa. Dalam hati atau sambil bergumam, bisa saja kita juga langsung menyebut brand yang dimaksud. Setelah itu, ada sensasi berikutnya dari iklan mencolok dalam billboard tersebut: kalimatnya lucu! Pesannya menggelitik!
#MSG, Micin Swag Generation. Ha ha ha .
Efeknya, kita bisa sekadar mesem, tersenyum simpul, bahkan tertawa. Apabila saat melintasi iklan tersebut kita sedang bersama orang lain, sangat mungkin iklan itu akan menjadi topik obrolan. Kalau sedang sendirian, bisa jadi Anda langsung menyambar telepon genggam, memotret billboard tersebut dan membaginya via media sosial.
Sekadar diketahui, SWAG adalah bahasa slank yang berkonotasi keren untuk anak muda. Kata ini lazim digunakan oleh para rapper. Kepanjangannya kurang lebih Style With A Little Bit Gangsta.
Mungkin di kesempatan berikutnya kita akan lebih memperhatikan iklan itu. Hanya tulisan. Tanpa gambar. Tapi kena banget. Unik! Kita pun membahasnya di jejaring sosial. Dan itulah yang terjadi saat ini. Foto billboard di sisi jalan tol itu kini viral. Tone-nya positif. Berbanding terbalik dengan citra micin yang sebelumnya berkonotasi negatif seperti tidak sehat, bikin bodoh dan lainnya. Tak hanya masyarakat biasa yang memperbincangkan iklan ini, kalangan praktisi periklanan pun ramai membahasnya.
Yang pasti, iklan itu telah menyita perhatian masyarakat luas dengan tone positif!
Kembali ke soal rasa tadi, terdapat lima dasar rasa yang kita kenal yakni asam, asin, manis, pahit, dan gurih. Perisa rasa gurih kita kenal sebagai monosodium glutamat (MSG) atau vetsin, sebagian orang menyebutnya micin. Rasa gurih berasal dan ditemukan di banyak jenis vegetasi dan hewani, antara lain tomat, rumput laut, sari tebu, udang, dan beberapa jenis ikan lainnya. Dengan demikian MSG, seperti lima dasar rasa lainya berasal dari bahan-bahan alami.
Namun, bila garam, gula, asam dan kopi diterima dengan baik oleh masyarakat, tidak demikian dengan MSG. Sebagian masyarakat (baca: konsumen) masih memandang MSG dengan stigma negatif. Istilah "generasi micin" menjadi bahan olok-olok kepada orang yang dianggap kurang cerdas, kurang gesit atau sembrono. Bahkan kepada generasi muda, milenial dan Gen Z.
Generasi masa depan ini dipersepsi sebagai generasi yang ingin segala sesuatunya instan dan cepat yang tidak menghargai proses. Bahkan, generasi yang dianggap melawan aturan.
Salah satu pionir brand penyedap rasa menilai bahwa kesalahpahaman ini tidak boleh dibiarkan. Harus dibendung dan ditangkis melalui penjelasan-penjelasan ilmiah tentang MSG itu sendiri. Seperti garam dan gula, MSG sebenarnya aman dikonsumsi asal sesuai takaran. Lembaga yang menyatakan keamanan itu bukan sembarangan seperti Food and Drug Administration (FDA), European Community, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan diperkuat dengan sertifikasi halal dari (Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Ya, itu memang kampanye kami untuk meng-counter stigma negatif terhadap MSG dan memberi support kepada generasi masa depan yang faktanya justru sangat kreatif, penuh inovasi dan menjadi harapan kemajuan bangsa," kata Albert Dinata, General Manager Marketing perusahaan produsen MSG yang memiliki tagline 'melezatkan setiap masakan', pemasang iklan tadi. Kampanye besar-besaran generasi micin dimulai akhir Januari 2020.
Kampanye generasi micin akan hadir dalam integrated marketing campaign mulai iklan TV, visual luar ruang, media sosial dan digital, bioskop, radio, event, brand activation (aktivasi merek) hingga pada level store. Semua out of the box. Dan memang mengena. "Kami saja tidak menyangka efek positifnya akan sebesar ini," pungkas Albert.
(akn)