Masih Ada Diskriminasi, Penanganan Penyakit Langka Butuh Dukungan Penuh

Kamis, 12 Maret 2020 - 11:15 WIB
Masih Ada Diskriminasi, Penanganan Penyakit Langka Butuh Dukungan Penuh
Masih Ada Diskriminasi, Penanganan Penyakit Langka Butuh Dukungan Penuh
A A A
BULAN Februari lalu merupakan Hari Penyakit Langka yang dirayakan di seluruh dunia. Sejak 2016, perayaan Hari Penyakit Langka di Indonesia telah diadakan dan tahun ini adalah kelima kalinya diadakan perayaan serupa. Pada tahun ini tema yang ingin diangkat adalah “Fair for Rare: Fairness and Equality for Rare Disease”.

Penyakit langka adalah penyakit yang mengancam jiwa atau mengganggu kualitas hidup dengan prevalensi yang rendah (kurang dari 2.000 pasien dalam populasi). Penyakit langka ini sering dianggap tidak penting, terutama di negara berkembang, karena jumlah pasien yang sedikit walaupun sebetulnya penyakit langka ini cukup banyak secara kolektif. Lebih dari 7.000 penyakit langka telah diidentifikasi dan memengaruhi hidup jutaan orang di Asia. Lebih dari 80% penyakit langka diturunkan secara genetik.

Sementara itu, penyakit langka yang telah terdiagnosis dan ditangani di RSUPNCM antara lain mukopolisakaridosis tipe I, II, III, IVA, VI, VIII, fenilketonuria, defisiensi 6-pyruvil tetrahydropterin synthase, niemann-pick, gaucher, maple syrup urine disease, isovaleric acidemia, homosistinuria, hemokromatosis neonatal, hiperplasia adrenal kongenital, osteogenesis imperfekta, sindrom turner, primary immunodeficiency(PID), dan penyakit kawasaki.

Ketua Pusat Pelayanan Penyakit Langka RSCM Prof Dr dr Damayanti R Sjarif SpA(K) menyatakan masalah yang ingin diangkat pada tahun ini adalah ketidakadilan yang dialami pasien penyakit langka di Indonesia. Menurutnya, meski sudah ada kemajuan dan perhatian yang diterima oleh pasien penyakit langka di Indonesia, pasien penyakit langka di Indonesia masih mengalami sejumlah diskriminasi.

“Contohnya pasien penyakit langka masih kesulitan mendapatkan akses diagnosis karena belum adanya laboratorium genetik di Indonesia, pasien penyakit langka untuk mendapatkan akses orphan drug dan orphan food karena obat-obatan ini tidak termasuk ke dalam formularium nasional sehingga tidak termasuk obat yang di-cover oleh BPJS,” ujar Prof Damayanti di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Ia menuturkan, sistem kesehatan bagi pasien penyakit seharusnya dibuat secara khusus dalam Sistem Kesehatan Nasional sehingga tidak dianggap membebani BPJS karena biaya yang mahal. “Meski langka, tidak berarti anak-anak ini tidak bisa menjadi sumber daya manusia yang unggul seperti cita-cita Presiden Indonesia, Bapak Jokowi. Apabila mereka mendapatkan akses terhadap diagnosis dan pengobatan, maka kualitas hidup dan masa depan mereka akan lebih terjamin,” sebut Prof Damayanti.

Ketua Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia Peni Utami menambahkan pihaknya benar-benar berharap pemerintah memperhatikan lebih tajam mengenai pelayanan penyakit langka.

“Oleh karena itu, kami adakan acara peringatan Hari Penyakit Langka di car free day agar masyarakat sadar adanya penyakit langka dan bisa membantu memberikan support untuk orang tua yang memiliki anak berpenyakit langka,” ucap Peni. (Iman Firmansyah)
(ysw)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8217 seconds (0.1#10.140)