Jemput Bola, Wong Hang Kembangkan Konsep Traveling Tailor
A
A
A
JAKARTA - Menjawab tantangan zaman yang terus berkembang, rumah mode Wong Hang Tailor, yang kini dinakhodai Samuel Wongso, melakukan terobosan baru. Hal ini dilakukan agar produknya semakin banyak dikenal dan digunakan banyak orang di tengah persaingan global. Setelah memutar otak, akhirnya tercetus ide Traveling Tailor, yakni upaya jemput bola guna semakin mendekatkan diri dan kepuasan pelanggan.
Sejauh ini, Wong Hang dikenal publik dengan koleksi jas bekualitas yang berkonsep one suit one man atau satu klien dibuatkan satu jas secara personal sesuai ukuran badannya. Dalam portofolionya, karya Wong Hang sudah digunakan mulai dari Presiden Soekarno hingga Joko Widodo, kemudian sederet selebritas seperti Afgan, Chicco Jericho, Hamish Daud, Delon, Raihan -suami Isyana-, dan juga mantan pesepakbola Inggris, Emile Heskey.
"Wong Hang merupakan tempat pembuatan jas yang sudah berusia 87 tahun, seiring berjalannya waktu kita terus berupaya untuk mengikuti tren dan perkembangan jaman. Saya sekarang tidak menjalankan bisnis konvensional namun juga mengembangkan bisnis tailor ini dengan konsep Traveling Tailor," kata Samuel Wongso saat dijumpai di kawasan Gandaria City Mall, Jakarta Selatan, belum lama ini.
Penerus Wong Hang Tailor generasi keempat ini menjelaskan bahwa konsep Traveling Tailor sedang tren di berbagai belahan dunia yang jadi kiblat fesyen dunia, seperti Eropa, Amerika Serikat dan sebagian Asia. Dalam konsep ini, sang penjahit berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain.
"Kini kami sedang mengembangkan konsep Traveling Tailor ini ke seluruh Indonesia. Kita melihat respons pasar ternyata sangat bagus, maka dari itu, ini akan kami kembangkan terus dan meminimalkan kekurangan atau kendala yang selama ini kita alami," ucapnya.
Menjalankan konsep ini tentu bukan hal yang mudah, juga membutuhkan persiapan yang matang, pengorbanan, baik tenaga waktu dan uang, serta tentunya riset sebelum ke kota tujuan. Hal terakhir ini dilakukan biasanya untuk mengenal karakter masyarakat setempat. "Memang repot dan butuh pengorbanan karena sekali terbang bawa 3-4 koper, dan kalau kali pertama jalan ya paling persiapkan bahan, meteran sama fisik saja karena berangkat enggak cuma sekali," paparnya.
Desainer kelahiran 22 Desember 1990 ini menambahkan, Traveling Tailor yang dilakukannya bukan hanya terbatas di wilayah Indonesia, melainkan hingga ke mancanegara seperti Singapura, Malaysia bahkan ke Australia. Menurutnya, Traveling Tailor merupakan hal baru di Indonesia, dan yang pertama melakukannya di sini baru dirinya. "Sebelumnya saya melihat banyak traveling tailor dari Eropa yang terbang ke Bangkok dan Singapura untuk menjaring klien," kata dia.
Setelah menjalani konsep Traveling Taylor selama kurang lebih 3 bulan terakhir ini, Samuel megungkapkan, Traveling Tailor merupakan aktivitas yang menyenangkan. Pasalnya, selain mendapatkan materi juga sekaligus refreshing dan jalan-jalan. "Buat saya pekerjaan ini selalu fun, happy, di sini saya bisa bertemu banyak orang baru dengan latar belakang berbeda, jadi ini pekerjaan yang selalu membuat saya happy," pungkasnya.
Sejauh ini, Wong Hang dikenal publik dengan koleksi jas bekualitas yang berkonsep one suit one man atau satu klien dibuatkan satu jas secara personal sesuai ukuran badannya. Dalam portofolionya, karya Wong Hang sudah digunakan mulai dari Presiden Soekarno hingga Joko Widodo, kemudian sederet selebritas seperti Afgan, Chicco Jericho, Hamish Daud, Delon, Raihan -suami Isyana-, dan juga mantan pesepakbola Inggris, Emile Heskey.
"Wong Hang merupakan tempat pembuatan jas yang sudah berusia 87 tahun, seiring berjalannya waktu kita terus berupaya untuk mengikuti tren dan perkembangan jaman. Saya sekarang tidak menjalankan bisnis konvensional namun juga mengembangkan bisnis tailor ini dengan konsep Traveling Tailor," kata Samuel Wongso saat dijumpai di kawasan Gandaria City Mall, Jakarta Selatan, belum lama ini.
Penerus Wong Hang Tailor generasi keempat ini menjelaskan bahwa konsep Traveling Tailor sedang tren di berbagai belahan dunia yang jadi kiblat fesyen dunia, seperti Eropa, Amerika Serikat dan sebagian Asia. Dalam konsep ini, sang penjahit berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain.
"Kini kami sedang mengembangkan konsep Traveling Tailor ini ke seluruh Indonesia. Kita melihat respons pasar ternyata sangat bagus, maka dari itu, ini akan kami kembangkan terus dan meminimalkan kekurangan atau kendala yang selama ini kita alami," ucapnya.
Menjalankan konsep ini tentu bukan hal yang mudah, juga membutuhkan persiapan yang matang, pengorbanan, baik tenaga waktu dan uang, serta tentunya riset sebelum ke kota tujuan. Hal terakhir ini dilakukan biasanya untuk mengenal karakter masyarakat setempat. "Memang repot dan butuh pengorbanan karena sekali terbang bawa 3-4 koper, dan kalau kali pertama jalan ya paling persiapkan bahan, meteran sama fisik saja karena berangkat enggak cuma sekali," paparnya.
Desainer kelahiran 22 Desember 1990 ini menambahkan, Traveling Tailor yang dilakukannya bukan hanya terbatas di wilayah Indonesia, melainkan hingga ke mancanegara seperti Singapura, Malaysia bahkan ke Australia. Menurutnya, Traveling Tailor merupakan hal baru di Indonesia, dan yang pertama melakukannya di sini baru dirinya. "Sebelumnya saya melihat banyak traveling tailor dari Eropa yang terbang ke Bangkok dan Singapura untuk menjaring klien," kata dia.
Setelah menjalani konsep Traveling Taylor selama kurang lebih 3 bulan terakhir ini, Samuel megungkapkan, Traveling Tailor merupakan aktivitas yang menyenangkan. Pasalnya, selain mendapatkan materi juga sekaligus refreshing dan jalan-jalan. "Buat saya pekerjaan ini selalu fun, happy, di sini saya bisa bertemu banyak orang baru dengan latar belakang berbeda, jadi ini pekerjaan yang selalu membuat saya happy," pungkasnya.
(nug)