Musisi Andalkan Merchandise
A
A
A
Saat penjualan fisik CD album menurun, ring back tone (RBT) tak bisa diharapkan, dan era musik beralih ke digital, para musisi sedikit bisa bernapas lega dengan bisnis merchandise band. Lantas, apakah penjualan merchandiseitu bisa jadi penyelamat eksistensi musik mereka?
Sheila On 7 menjadi salah satu contoh band yang menggarap bisnis merchandise dengan serius. Mereka mengandalkan penjualan kaus orisinal sebagai andalan untuk menambah pemasukan pundipundi kas bandnya. Duta, vokalis, Sheila On 7 bahkan sering turun langsung menjajakan merchandise bandnya.
Seperti yang dilakukan di sela-sela penampilannya di acara Hai Day, Parkir Timur Senayan, akhir pekan lalu. “Kaus bisa dibilang menjadi andalan dalam bisnis merchandiseini. Harga satuannya sekitar Rp100.000. Hasilnya lumayan dan bisa menambah pemasukan band,” kata Duta.
Peluang usaha itu dilirik setelah vokalis kelahiran 30 April 1980 ini merasakan penjualan CD semakin menurun dan maraknya pembajakan. Akan tetapi, menurut dia penjualan merchandise tak bisa dibandingkan dengan pendapatan manggung.
“Sekarang ini, saat penjualan fisik CD album di Indonesia menuju kiamat, komoditas andalan yang bisa membantu sebuah band untuk bertahan hidup ya tinggal jadwal manggung dan merchandise,” kata Duta dengan logat Jawa kental. Duta bercerita, pernah saat mereka manggung penjualan merchandise Sheila On 7 mendekati pendapatan manggung off airbandnya.
Tapi bila dirata-rata, belum bisa dibandingkan dengan off air karena selisih harga dan biaya produksi jauh lebih besar. “Tapi, cukup untuk menghidupi orang-orang yang bekerja harian di manajemen Sheila on7,” ujarnya yang enggan membocorkan omzet penjualan merchandiseSheila On 7 ini. Band RAN pun menyadari potensi penjualan merchandise.
Tiga personelnya dan manajemen mulai serius menggeluti bisnis aksesori bandnya. Mereka membuka official merchandiseuntuk para penggemar RAN. Melalui clothing store bernama Monstore, RAN menjual merchandiseberupa t-shirtdan aksesori lainnya. “Kami pengin coba lebih serius, mencoba hal baru yang belum tersentuh, salah satunya merchandise,” kata Rayi, salah satu personel RAN.
Keuntungan menjual merchandiseini bukan hanya materi semata. Bagi Rayi, menjual merchandisemenjadi suatu identitas dan kebanggaan. Tidak saja untuk RAN, juga bagi para RANers, sebutan penggemar RAN. “Belum lama ini kami mengeluarkan album ‘Hari Baru’. Jadi, kaus yang kami desain ini ada lirik-lirik dari album kami dan itu ternyata disukai penggemar kami,” ujarnya.
Untuk bisnis merchandise, band dengan lagu hit Sepedaini punya konsep yang bagus. Mereka mengemas merchandise dengan konsep urban stylese hingga dari segi harga bisa menjangkau anak-anak muda yang selama ini menyukai karya mereka di panggung musik. “Kasual urban sih lebih tepatnya, sesuai kami bertiga. Manggung enggak manggung seringnya tampil dengan gaya yang kasual,” tutur Rayi.
Grup band Maliq & D’Essentials juga merasakan manisnya penjualan merchandise. Grup band yang digawangi Angga (vokal), Indah (vokal), Jawa (bass), Widi (drum), Lale (gitar), dan Ilman (keyboard) ini sepakat untuk serius menggarap merchandisemenjadi ladang bisnis utama.
“Kami bikin kolaborasi dengan seniman dan desainer-desainer lokal. Kami bikin seluruh desainnya limited editionbiar fans yang beli merasa spesial. Sebab, merchandise itu adalah cara menyampaikan musik dengan media lain,” kata Angga. Band mainstreamberaliran metal rock Seringai pun ikut merasakan gelontoran rupiah yang didapatkan dari bisnis merchandiseyang sudah beberapa tahun ini mereka jalani.
Arian, sang vokalis, mengaku cukup mendapat pemasukan besar dari penjualan merchandise. “Kami memang menjual merchandiseSeringai untuk membantu finansial kami sebagai band independen,” kata Arian. Berbeda dengan band lainnya. Arian menyebut, laba penjualan merchandise miliknya mencapai Rp350 juta per tahun. Itu pun untuk kaus saja. Belum lagi aksesori lainnya.
Pemerhati musik Adib Hidayat mengatakan, penjualan merchandise musisi bisa dikatakan salah satu cara dan upaya dari band atau musisi untuk menjaga hubungan dengan fans. “Selain manggung, merchandisemerupakan sumber pemasukan utama musisi. Apalagi melihat kondisi saat ini yang tidak memungkinkan terlalu banyak berharap dari penjualan album fisik dan digital,” kata Adib.
Thomasmanggalla
Sheila On 7 menjadi salah satu contoh band yang menggarap bisnis merchandise dengan serius. Mereka mengandalkan penjualan kaus orisinal sebagai andalan untuk menambah pemasukan pundipundi kas bandnya. Duta, vokalis, Sheila On 7 bahkan sering turun langsung menjajakan merchandise bandnya.
Seperti yang dilakukan di sela-sela penampilannya di acara Hai Day, Parkir Timur Senayan, akhir pekan lalu. “Kaus bisa dibilang menjadi andalan dalam bisnis merchandiseini. Harga satuannya sekitar Rp100.000. Hasilnya lumayan dan bisa menambah pemasukan band,” kata Duta.
Peluang usaha itu dilirik setelah vokalis kelahiran 30 April 1980 ini merasakan penjualan CD semakin menurun dan maraknya pembajakan. Akan tetapi, menurut dia penjualan merchandise tak bisa dibandingkan dengan pendapatan manggung.
“Sekarang ini, saat penjualan fisik CD album di Indonesia menuju kiamat, komoditas andalan yang bisa membantu sebuah band untuk bertahan hidup ya tinggal jadwal manggung dan merchandise,” kata Duta dengan logat Jawa kental. Duta bercerita, pernah saat mereka manggung penjualan merchandise Sheila On 7 mendekati pendapatan manggung off airbandnya.
Tapi bila dirata-rata, belum bisa dibandingkan dengan off air karena selisih harga dan biaya produksi jauh lebih besar. “Tapi, cukup untuk menghidupi orang-orang yang bekerja harian di manajemen Sheila on7,” ujarnya yang enggan membocorkan omzet penjualan merchandiseSheila On 7 ini. Band RAN pun menyadari potensi penjualan merchandise.
Tiga personelnya dan manajemen mulai serius menggeluti bisnis aksesori bandnya. Mereka membuka official merchandiseuntuk para penggemar RAN. Melalui clothing store bernama Monstore, RAN menjual merchandiseberupa t-shirtdan aksesori lainnya. “Kami pengin coba lebih serius, mencoba hal baru yang belum tersentuh, salah satunya merchandise,” kata Rayi, salah satu personel RAN.
Keuntungan menjual merchandiseini bukan hanya materi semata. Bagi Rayi, menjual merchandisemenjadi suatu identitas dan kebanggaan. Tidak saja untuk RAN, juga bagi para RANers, sebutan penggemar RAN. “Belum lama ini kami mengeluarkan album ‘Hari Baru’. Jadi, kaus yang kami desain ini ada lirik-lirik dari album kami dan itu ternyata disukai penggemar kami,” ujarnya.
Untuk bisnis merchandise, band dengan lagu hit Sepedaini punya konsep yang bagus. Mereka mengemas merchandise dengan konsep urban stylese hingga dari segi harga bisa menjangkau anak-anak muda yang selama ini menyukai karya mereka di panggung musik. “Kasual urban sih lebih tepatnya, sesuai kami bertiga. Manggung enggak manggung seringnya tampil dengan gaya yang kasual,” tutur Rayi.
Grup band Maliq & D’Essentials juga merasakan manisnya penjualan merchandise. Grup band yang digawangi Angga (vokal), Indah (vokal), Jawa (bass), Widi (drum), Lale (gitar), dan Ilman (keyboard) ini sepakat untuk serius menggarap merchandisemenjadi ladang bisnis utama.
“Kami bikin kolaborasi dengan seniman dan desainer-desainer lokal. Kami bikin seluruh desainnya limited editionbiar fans yang beli merasa spesial. Sebab, merchandise itu adalah cara menyampaikan musik dengan media lain,” kata Angga. Band mainstreamberaliran metal rock Seringai pun ikut merasakan gelontoran rupiah yang didapatkan dari bisnis merchandiseyang sudah beberapa tahun ini mereka jalani.
Arian, sang vokalis, mengaku cukup mendapat pemasukan besar dari penjualan merchandise. “Kami memang menjual merchandiseSeringai untuk membantu finansial kami sebagai band independen,” kata Arian. Berbeda dengan band lainnya. Arian menyebut, laba penjualan merchandise miliknya mencapai Rp350 juta per tahun. Itu pun untuk kaus saja. Belum lagi aksesori lainnya.
Pemerhati musik Adib Hidayat mengatakan, penjualan merchandise musisi bisa dikatakan salah satu cara dan upaya dari band atau musisi untuk menjaga hubungan dengan fans. “Selain manggung, merchandisemerupakan sumber pemasukan utama musisi. Apalagi melihat kondisi saat ini yang tidak memungkinkan terlalu banyak berharap dari penjualan album fisik dan digital,” kata Adib.
Thomasmanggalla
(bbg)