Ganja Perkecil Volume Otak
A
A
A
WASHINGTON - Sampai saat ini, dampak konsumsi ganja atau marijuana masih diperdebatkan. Tapi, riset terbaru menyatakan, pemakaian tiap hari bisa memperkecil volume otak.
Para periset di Center for Brain Health di University of Texas di Dalas menemukan, otak pemakai ganja berbeda dengan nonpemakai. Pada otak pemakai, area otak yang bertanggung jawab atas pemprosesan mental dan pembuatan keputusan lebih kecil dari nonpemakai. Tapi ada juga bukti bahwa otak mengompensasi hilangnya volume ini dengan meningkatkan konektivitas dan integritas struktur jaringan otak. Efek ini jauh lebih terlihat bagi pemakai ganja yang memulainya sejak muda.
Hasil ini diperoleh setelah para periset mengkaji sekelompok pengguna ganja dan mengevaluasi otak mereka dengan sejumlah indikator berbeda.
“Orbitofrontal cortex adalah salah satu kawasan utama jaringan otak yang disebut sistem reward. Sistem ini membantu kita menentukan apa yang baik bagi kita dan apa yang menjaga kita bertahan. Dalam kasus ini, orbitofrontal cortex memainkan peranan dalam penggunaan narkoba karena penggunaan narkoba dan hal-hal terkait—misalnya paraphernalia—diasosiasikan dengan efek reward narkoba,” papar Francesca FIlbey, penulis utama kajian ini dan dosen neurogenetik perilaku adiktif di University of Texas di Dallas, seperti dikutip The Washington Post.
Kajian, yang dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences itu, menggunakan pemindai MRI untuk melihat otak 62 nonpemakai ganja dan 48 pemakai ganja reguler dengan 27 di antaranya hanya memakai narkoba, bukan narkoba lainnya. Pemakai ganja melaporkan mengonsumsi daun itu tiga kali sehari—penggunaan yang sangat berat—dan telah memakainya rata-rata selama 10 tahun.
Para periset menemukan, pengguna kronis ganja memiliki rata-rata volume materi abu-abu yang lebih kecil di orbitofrontal cortex. Mereka juga terlihat memiliki lebih banyak materi putih—koneksi antara sel yang mempengaruhi bagaimana otak belajar dan berfungsi.
Para periset menduga, koneksi ekstra itu ditempa karena otak berusaha mengompensasi kurangnya materi abu-abu yang penting. Tapi, bahkan koneksi tambahan itu terlihat putus dalam waktu 6—8 tahun akibat penggunakan ganja yang berkepanjangan.
“Yang unik adalah kajian ini mengombinasi tiga teknik pencitraan resonansi magnetik berbeda untuk mengevaluasi karakteristik otak yang berbeda pula. Hasilnya mengindikasikan peningkatan konektivitas, baik struktural dan fungsional mungkin mengompensasi hilangnya materi abu-abu. Akhirnya, konektivitas struktural atau pengabelan otak mulai menurun akibat pemakaian ganja yang berkepanjangan,” papar Sina Aslan dari University of Texas, yang dilansir The Daily Mail.
Orbitofrontal cortex juga terkait empati—kemampuan merasakan perasaan orang lain. Para pakar neuroscience yakin kerusakan pada orbitofrontal cortex mungkin mendorong banyak kasus kelainan pribadi dan psikopat.
Periset menemukan, efek itu berbeda tergantung pada usia mereka mulai mengisap ganja dan jumlah tahun yang mereka tempuh untuk meneruskan pemakaian ganja. Kian cepat orang mengisap ganja, makin besar pula perubahan struktural otak dan semakin besar pertumbuhan koneksi materi putih. Ini mungkin menjelaskan mengapa sejumlah pemakai kronis ganja terkadang terlihat normal, secara efektif menutupi kerusakan otak mereka. Tapi setelah 6—8 tahun terus menerus mengisap ganja, peningkatan dalam pengabelan struktural itu menurun.
Para periset menyatakan, itu disebabkan karena kajian mereka mewakili potret sederhana otak pengguna dan tidak memonitor mereka dari waktu ke waktu, mereka tidak bisa memastikan bahwa kerusakan itu secara langsung disebabkan karena ganja.
Sementara foto statistik yang mereka bangun mengindikasikan penyalahgunaan narkoba terkait struktur otak, lebih banyak riset dibutuhkan untuk memastikannya.
Para periset di Center for Brain Health di University of Texas di Dalas menemukan, otak pemakai ganja berbeda dengan nonpemakai. Pada otak pemakai, area otak yang bertanggung jawab atas pemprosesan mental dan pembuatan keputusan lebih kecil dari nonpemakai. Tapi ada juga bukti bahwa otak mengompensasi hilangnya volume ini dengan meningkatkan konektivitas dan integritas struktur jaringan otak. Efek ini jauh lebih terlihat bagi pemakai ganja yang memulainya sejak muda.
Hasil ini diperoleh setelah para periset mengkaji sekelompok pengguna ganja dan mengevaluasi otak mereka dengan sejumlah indikator berbeda.
“Orbitofrontal cortex adalah salah satu kawasan utama jaringan otak yang disebut sistem reward. Sistem ini membantu kita menentukan apa yang baik bagi kita dan apa yang menjaga kita bertahan. Dalam kasus ini, orbitofrontal cortex memainkan peranan dalam penggunaan narkoba karena penggunaan narkoba dan hal-hal terkait—misalnya paraphernalia—diasosiasikan dengan efek reward narkoba,” papar Francesca FIlbey, penulis utama kajian ini dan dosen neurogenetik perilaku adiktif di University of Texas di Dallas, seperti dikutip The Washington Post.
Kajian, yang dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences itu, menggunakan pemindai MRI untuk melihat otak 62 nonpemakai ganja dan 48 pemakai ganja reguler dengan 27 di antaranya hanya memakai narkoba, bukan narkoba lainnya. Pemakai ganja melaporkan mengonsumsi daun itu tiga kali sehari—penggunaan yang sangat berat—dan telah memakainya rata-rata selama 10 tahun.
Para periset menemukan, pengguna kronis ganja memiliki rata-rata volume materi abu-abu yang lebih kecil di orbitofrontal cortex. Mereka juga terlihat memiliki lebih banyak materi putih—koneksi antara sel yang mempengaruhi bagaimana otak belajar dan berfungsi.
Para periset menduga, koneksi ekstra itu ditempa karena otak berusaha mengompensasi kurangnya materi abu-abu yang penting. Tapi, bahkan koneksi tambahan itu terlihat putus dalam waktu 6—8 tahun akibat penggunakan ganja yang berkepanjangan.
“Yang unik adalah kajian ini mengombinasi tiga teknik pencitraan resonansi magnetik berbeda untuk mengevaluasi karakteristik otak yang berbeda pula. Hasilnya mengindikasikan peningkatan konektivitas, baik struktural dan fungsional mungkin mengompensasi hilangnya materi abu-abu. Akhirnya, konektivitas struktural atau pengabelan otak mulai menurun akibat pemakaian ganja yang berkepanjangan,” papar Sina Aslan dari University of Texas, yang dilansir The Daily Mail.
Orbitofrontal cortex juga terkait empati—kemampuan merasakan perasaan orang lain. Para pakar neuroscience yakin kerusakan pada orbitofrontal cortex mungkin mendorong banyak kasus kelainan pribadi dan psikopat.
Periset menemukan, efek itu berbeda tergantung pada usia mereka mulai mengisap ganja dan jumlah tahun yang mereka tempuh untuk meneruskan pemakaian ganja. Kian cepat orang mengisap ganja, makin besar pula perubahan struktural otak dan semakin besar pertumbuhan koneksi materi putih. Ini mungkin menjelaskan mengapa sejumlah pemakai kronis ganja terkadang terlihat normal, secara efektif menutupi kerusakan otak mereka. Tapi setelah 6—8 tahun terus menerus mengisap ganja, peningkatan dalam pengabelan struktural itu menurun.
Para periset menyatakan, itu disebabkan karena kajian mereka mewakili potret sederhana otak pengguna dan tidak memonitor mereka dari waktu ke waktu, mereka tidak bisa memastikan bahwa kerusakan itu secara langsung disebabkan karena ganja.
Sementara foto statistik yang mereka bangun mengindikasikan penyalahgunaan narkoba terkait struktur otak, lebih banyak riset dibutuhkan untuk memastikannya.
(alv)